Bagian 26

686 66 8
                                    

Sesuai janjinya, Jingga kembali lagi Ke sekolah. Tadi Pagi Jingga menjemput Caramel di rumahnya, tentu hal itu membuat Caramel terkejut melihatnya. Walaupun pada akhirnya Caramel menyambut Jingga dengan senyuman kembali.

Saat ini Caramel sedang berada di perpustakaan, dan di temani Jingga yang sedang menyalin catatan dari buku Caramel.

"Mel," Panggil Jingga.

Caramel yang sedang fokus dengan buku di tangan, akhirnya menoleh ke arah Jingga. "Nanti temenin Gua ngomong sama Bokap Gua ya."

"Ngomongin apa?" Tanya Caramel yang masih fokus pada bukunya.

"Gua gak mau ngelarang Bokap Gua nikah, dia berhak bahagiakan Mel?" Caramel menutup buku dan menghadap ke arah Jingga.

"Iya nanti gua temenin." Ujar Caramel dengan senyum khasnya, entah setiap Caramel tersenyum hal itu menular pada Jingga, dia pun kembali mencatat tulisan yang ada di depannya. Caramel masih memperhatikan Jingga, Jingga yang merasa pun akhirnya menoleh. Dan seketika Caramel mamalingkan wajahnya dan berfokus pada bukunya kembali.

"Iya Gua tau kok, kalo Gua ganteng." Ujar Jingga meledek.

"Apaan sih, iya ganteng kalo di liat dari ujung monas." Jingga terkekeh mendengarnya.

"Caramel." Entah dari mana sudah ada Rizal di depan mereka, napasnya memburu sepertinya habis berlari.

Caramel berdiri, "Ada apa Zal?" Caramel merasa ada yang tidak beres dengan penampilan Rizal saat ini pasti ada sesuatu yang terjadi.

"Vania."

"Vania, Vania kenapa Zal?" Caramel mulai panik jika sudah mendengar nama sahabatnya itu.

"Vania kenapa Rizal!!" nada bicaranya mulain naik.

"Dia kecelakan mobil."

"Apa! Terus sekarang dia di mana?" Caramel mengubah posisinya lebih dekat dengan Rizal.

"Rumah sakit, gua butuh Lu Mel." Ucap Rizal dengan nada rendah.

"Ayo kita ke rumah sakit sekarang!" Caramel menarik tangan Rizal untuk segera menuju rumah sakit, di mana Vania di tangani.

Sedangkan Jingga yang sedari tadi memperhatian mereka, hanya bisa terdiam. Jingga tau Vania adalah sahabatnya, sekalipun Vania menjauhi Caramel, itu semua tidak ada pengaruhnya untuk Caramel, dia tetap peduli.

☁☁☁☁

Sesampainya di rumah sakit Vania sudah di tangani, dan sudah berada di ruang perawatan. Orang tua Vania sedang pulang, untuk mengambil beberapa helai baju untuk Vania selama di rumah sakit. Dan di ruangan ini hanya ada Caramel dan Rizal yang memperhatikan kondisi Vania yang berbaring lemah di ranjang rumah sakit.
Luka di kepala begitu dominan, Caramel tidak tau, bagaimana bisa Vania bisa mengalami kejadian ini. Yang dirinya tau, Vania selalu berhati-hati saat menyetir bahkan cenderung lambat, tega sekali yang menabrak sahabatnya ini. Walaupun belum di ketahui penyebab kecelakaan ini, tapi Caramel yakin Vania tidak akan ugal-ugalan di jalan.

Di dinginya ruangan, dan hanya ada suara dari alat medis, Rizal berdeham. Dan membuat Caramel menoleh ke arah Rizal. "Gua mau beli minum, Lu jagain Vania sendiri dulu ya." Ucap Rizal. Caramel mengangguk tanda setuju, sebenarnya ini yang Caramel inginkan berdua dengan sahabatnya ini. Rizal keluar dari kamar rawat dan menutup pintunya kembali, Caramel menoleh apakah Rizal beneran sudah pergi, dan kemudian Caramel mengambil kursi dan duduk di samping Vania.

"Van, maafin Gua ya. Gua tau Lu kuat, Lu harus cepet bangun. Gua kangen banget sama Lu, Gua kangen kita bareng-bareng lagi, gua kangen sama kecerewatan Lu. Kita bisakan kaya dulu lagi Van, udahan ya ngambeknya." Caramel tersedak karena air matanya sendiri, dia tidak tega melihat Vania yang begitu aktif menjadi tidak berdaya seperti ini. Jika saja bisa, Caramel rela dibagi rasa sakit yang Vania rasakan. Hanya Vania yang tau tentang dirinya, hanya Vania yang selalu datang ke rumah saat Caramel kesepian. Hanya Vania yang selalu marah saat dirinya terluka, Caramel terlalu bergantung pada Vania setelah Mamahnya memutuskan meninggalkan Caramel sendiri untuk berkerja di lain negara.

Di saat Caramel mencoba menghentikan tangisnya, sebotol air mineral sudah di depannya.
"Thanks Zal." Ucapnya sambil menerima air itu. Caramel membuka tutupnya dan meminumnya, dan itu membuat dirinya sedikit tenang.

"Lu boleh pulang kok Mel, biar gua yang jagain Vania." tawar Rizal.

Tapi Caramel mengeleng. "Gua mau di sini sampai dia sadar, kalo Lu mau pulang. Pulang aja." Caramel menatap Rizal yang ada di sampingnya, entah sepertinya Rizal menaruh hati kepada Vania. Tatapan matanya yang meredup saat melihat Vania dengan keadaan seperti ini,
"Lu suka ya sama Vania?"

Rizal menoleh kaget, bagaimana bisa Caramel tau. Jika dia mulai menyukai sahabanya ini.

"Dia cerewet banget ya Mel, tapi entah kenapa dia bisa bikin gua ngelupain Lu." Ucap Rizal sambil memandang Vania yang masih tertidur.

"Ngelupain Gua?" Dahi Caramel mengkerut mencerna ucapan Rizal.

"Sebelum kenal Vania, Gua suka sama Lu Mel."

Caramel hanya diam, dia tidak menyangka jika Rizal pernah menyukainya. Selama ini Caramel tidak pernah melihat gelagat Rizal yang seolah menyukainya, semuanya normal-normal saja. Kecuali saat Rizal mengetahui jika Caramel sedang berada di rumah sakit tempat Mamahnya di rawat.

"Tapi sekarang Lu tenang aja Mel, Gua bakal bikin Vania mencintai Gua. Dan melupakan Jingga yang sebenarnya mencintai Lu."

Caramel menoleh, apa yang dia ucapkan Rizal tadi. Jingga menyukainya?

Rizal pun ikut menoleh, menatap Caramel yang sedang kebingungan mendengar ucapanya.

Rizal menepuk atas kepala Caramel, "Laki-laki juga bisa menyembunyikan perasaannya." Rizal berjalan menuju sofa rumah sakit. "Gua tinggal tidur dulu ya Mel." Rizal berbaring di sofa dan mengangkat lengan untuk menutupi matanya.

"Laki-laki juga bisa menyembunyikan perasaanya."

Jadi, apakah benar jika Jingga mencintai Caramel selama ini, dan menyembunyikan semuanya?

Haloooo, selama menjalankan ibadah puasa ya. Bagi yang menjalankan, semoga kalian selalu di lindungi Tuhan, dan semoga pandemi ini cepat selesai. Udah kangen bnget pengen mainnn :(

And thank you buat yang masih stay selama ini sama Caramel, ILOVEYOUSOMUCH 😘😘😘😘

IG: @Oceanna_ochi

Secret Of Caramel Gadis 90°✓ {Revisi}Where stories live. Discover now