47 ~ END

1K 62 16
                                    

*

*

*

*

*

" Des? Lagi apa kamu? " tanya mas Juna saat dirinya yang baru masuk kamar kami berdua justru menemukan ku terduduk di tepi ranjang kamar kami sendirian.

" Des? " panggil mas Juna lagi karena dirinya melihat aku membuka sebuah album yang begitu kami berdua hindari selama beberapa tahun terakhir ini.

" Hm? Kenapa mas? " tanya ku menoleh ke arah pintu kamar kami berdua dan memandang dirinya sendu. Membuat dirinya segera beranjak berjalan mendekati ku.

" Kenapa di buka lagi? Kita berdua udah sepakat gak akan bikin kamu terpuruk lagi. " tanya dirinya tak suka sambil duduk di samping ku.

Dirinya lalu mencoba mengambil album di tangan ku dan menyimpannya di samping tubuhnya. Tapi aku menahan tangannya dan menggeleng pelan. Penanda aku masih ingin membuka album ini.

" Aku kangen sama dia. " jawab ku lemah. Membuat dirinya menghela nafas dan membatalkan niatnya untuk mengambil album di tangan ku.

Padahal, kisah ini sudah lewat beberapa tahun yang lalu, semenjak Nata berusia tiga tahun lebih. Tapi ternyata, sampai saat ini aku masih merindukannya. Menyakitkan rasanya kembali mengingat bagaimana aku gagal menjaga dirinya karena kesibukan dan kesleboran ku. Apalagi aku yang keasyikan bekerja malah tak memikirkan dirinya yang bersarang di tubuh ku.

Membuat ku kembali mengingat luka lama ku yang harus kehilangan anak ke dua kami. Dan menyebabkan ku memilih untuk resign dari Boscha untuk selamanya. Mas Juna yang tau alasan ku resign pun tak bisa berbuat banyak untuk melawan kemauan ku untuk resign itu. Dirinya akhirnya lebih memilih untuk mengiyakan keinginan ku saat itu.

" Mas juga kangen sama dia. Tapi kita gak boleh gini Des. Masih ada Nata, masih ada Ofi sama Ica juga. " ucap mas Juna menarik ku ke dalam pelukannya. Membuat dirinya mengingat bagaimana pahitnya kami harus kehilangan buah cinta kami yang ke dua.

*****

" Mas. " panggil ku perlahan pada sosok pria yang kini sedang sibuk dengan kerjaannya di sofa tepat di samping ranjang tempat ku berebah. Dapat ku lihat jika di hadapannya kini penuh dengan kertas - kertas yang berserakan di atas meja.

" Des? Kenapa manggil mas? Ada yang sakit sayang? " tanya mas Juna lembut dan dengan segera berjalan mendekati ku.

Dirinya lalu membantu ku untuk duduk di atas ranjang bersandarkan bantal.
Tanpa banyak bicara, aku justru menengelamkan seluruh wajah ku di dadanya saat ini tengah berdiri di samping ku. Dan membuat mas Juna langsung mengelus puncak kepala ku.

" Ada apa Des? Mimpi buruk? Hm? " tanyanya lagi tetap dengan nada yang lembut dan membuat ku menggelengkan kepala ku tetap dalam pelukannya yang semakin erat dengan ku.

" Maaf mas. Maaf. Desyca minta maaf mas. " ucap ku nyaris tak terdengar.

Ku fikir aku tak kan bisa menangis lagi setelah beberapa hari yang lalu aku selalu saja menangis di dalam pelukan mas Juna. Tapi ternyata air mata ku kembali turun dan membasahi ke dua pipi ku. Aku kembali menangis sambil memeluk tubuh mas Juna dan menenggelamkan wajah ku di tubuhnya.

Aku benar - benar merasa bersalah dan tak berguna. Aku tau benar bagaimana susahnya kami berdua bisa memiliki anak, dan aku justru memforsir diri ku untuk bekerja hingga membuat ku harus kehilangan anak perempuan ku seperti saat ini. Bahkan membuat ku pendarahan hebat hingga aku tak sadarkan diri. Membuat ku harus mendapat transfusi darah sebanyak empat kantong dan mengalami koma selama dua hari.

304 TH STUDY ROOM 02 (FAN FICT) (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang