Jalan

26 13 0
                                    

-Entah kapan ia akan menyadari rasa yang sudah lama hadir di hati ini.-

Michel sudah menduga, bahwa Raka tak mengembalikan pulpen kenki miliknya. Untung saja Felic mau meminjamkan pulpen kenkinya, bisa saja Michel mendapatkan nilai buruk tanpa Felic. Kertas ulangan pun sudah dibagikan pak Krans, Michel pun sudah menyelesaikan setengah dari semua soal. Michel memang pintar! Hanya perlu beberapa menit saja untuk menyelesaikan 50 soal UN bahasa inggris tingkat SMA tahun kemarin. Ya, mungkin karena mendiang mamanya penulis novel internasional berbahasa inggris, dan karena.. kerja kerasnya untuk menerjemahkan seluruh novel-novel karya mendiang mamanya yang sangat terkenal. Sedangkan papanya pemilik perusahaan Aksara, yang sedang melenjit akhir-akhir ini. Cabangnya pun sudah ada di beberapa negara lain, keseringan beliau harus bolak-balik luar negeri.

Kak Raka, tumben nggak nungguin gue di depan kelas. Kenapa ya? Ah, nggak penting. Mending gue selesain soal. Batin Michel yang tak sengaja memikirkan Raka, tak biasanya kecebong pengacau-panggilan baru untuk Raka- itu tak mengganggunya di pagi hari. Mungkin karena ia tak mau mengembalikan pulpen kenki Michel. Hush! Tak boleh berburuk sangka! Akhirnya ulangan selesai, Michel, Felic, Aster, Ara, dan murid-murid langsung menyerbu kantin. Vey? Ia sudah pulang ke Filipina untuk seminggu. Mereka pun tak tau untuk apa ia pulang ke Filipina, negara asalnya.

"Gila, tuh soal banyak banget. Puyeng pala gue." Aster memijit pelan kepalanya, seolah ia sedang pusing.

"Sama! Gue juga gitu." Ara mengiyakan pernyataan Aster.

"Lu mah gitu, suka banget ikut-ikutan gue. Dasar anak konglomerat nggak punya modal. Huuuuu!" dimulailah adu mulut antara Aster dan Ara yang sering terjadi.

"Hush, jangan rusuh mulu. Udah pesen makanannya belom?" Felic melerai sebelum terjadinya kerusuhan yang membuat mereka malu.

"Belom"

"Gih pesen, Chel. Sekali-kali lo yang pesenin."

"Hooh"

"Lu kenapa ikut-ikutan gue mulu dah?!"

"Lu tuh yang ke-geer-an!"

"Mulai dah mulai!"

"Lo pada mau makan apa? Rumput?!" Michel geram sendiri melihat mereka berdua yang tak henti-hentinya adu mulut, memang apa untungnya coba?

"Gue mie ayam, ama es teh manis slurrr!"

"Gue sama kayak Aster."

"Gue sama kayak biasa, jus jeruk dingin ama bakmi." Michel beranjak meninggalkan para roomatenya. Raka yang duduk tak berjauhan dari mereka berempat, memesan makanan juga.

"Bu Linda, es teh manis dua, jus jeruk dingin satu, latte kaleng dingin satu, mie ayam dua, bakmi dua."

"Ngomongnya pelan-pelan aja, neng. Kewalahan ini saya nya." bu Linda yang menyatat pun kewalahan karena Michel berbicara terlalu cepat. Bu Linda salah satu penjaga kantin, usianya hampir menginjak kepala empat, anaknya dua, suaminya sudah lama meninggal dunia, namun semangatnya masih membuat untuk mencari rezeki untuk kedua putra dan putrinya.

"Punten bu, laju paguneman."

"Teu kunanaon, neng."

"Bu Linda, pesen es teh dingin dua, adela botol 1, bakmi tiga, cabenya jangan lupa."

"Nah, gini kan enak nyatetnya." ujar bu Linda langsung mencatat apa yang didengarnya, tanpa memperhatikan siapa yang memesan.

"Heh, enak aja. Baru dateng langsung pesen, antri dong!" Michel kesal dengan orang di sampingnya tanpa melihat wajah orang tersebut, Michel mendonggakkan kepalanya agar bisa melihat muka orang tak tau malu itu.

"Kak Raka?"

"Hm?"

"Maaf."

"Ibu Linda, dua teced manis manis, hiji jus jeruk tiris, hiji latte kaleng tiis, dua miju, dua mi. Abdi badé pangheulana. Hapunten Akang" Michel kembali ke meja mereka, setelah meminta maaf.

"Dia tadi ngomong apa?" Raka tak memahami apa yang dikatakan Michel, karena ia tak bisa bicara bahasa Sunda.

"Dia teh pesen makanan, terus minta maaf sama kamu."

"Oooh gitu, bu? Emang kalo ngomong sunda harus lembut-lembut ya, bu?"

"Bukan harus, tapi memang sudah logatnya begitu."

"Makasih, bu." Raka kembali ke mejanya dan bergabung bersama Askar dan Reza, ia masih memikirkan Michel saat berbicara menggunakan bahasa sunda, sangat lembut. Tidak seperti biasanya, yang kasar, cuek, jutek, dan to the point. Lain kali ia akan meminta Michel untuk bicara bahasa sunda, walau pun ia tak mengerti maksudnya. Tapi ia suka.
_________________________

09 : 15 am

Minggu, hari yang paling ditunggu oleh setiap orang. Hari untuk menghabiskan waktu bersama keluarga atau teman, baik di rumah maupun pergi berwisata atau sekedar jalan-jalan dan berolahraga di taman. Melepas lelah setelah seminggu para orang tua bekerja dan anak-anak belajar tanpa mempunyai waktu bersama. Satu-satunya hari tanpa ada halangan untuk bersama, kecuali untuk beberapa orang, termasuk Michel, Felic, dan Aster, mereka hanya berdiam diri di kamar, memainkan beberapa permainan, memainkan handphone, membaca buku-buku pelajaran, dan beberapa novel. Hal biasa untuk mereka bertiga, sedangkan Ara, ia sudah udah dijemput orang tuanya untuk beristirahat di rumah.

"Gue bosen, jalan-jalan yok!" Aster menyudahi kegiatan membacanya. Ia sudah bosan dengan beberapa buku, Felic pun sama, sedangkan Michel ia masih sibuk dengan beberapa pelajaran yang ia suka tanpa memerdulikan Aster dan Felis yang sudah mengomel dari tadi. Dasar apatis!

"Chel, yuk! Kali-kali kita jalan-jalan ke mall, makan, shopping."

"Ke Gramedia sekalian." Felic menimpal, ke Gramedia adalah satu hal yang tak boleh terlewat jika keluar dari asrama. Tentu saja, Felic kan si kutu buku, karena terlalu banyak membaca di tempat-tempat yang tidak tepat, maka matanya harus memakai kacamata tebal.

"Okay, gue ikut. Tapi mau naik apa? Gue males kalo naik taksi ataupun ojol." akhirnya Michel yang dingin mau mengikuti mereka berdua. Aster punya ide agar mereka tak perlu naik taksi, namun ia harus mengambil sedikit resiko.

"Gue tau caranya, biar kita gak harus jalan kaki, naik taksi atau ojol. Tapi..., kalian harus setuju juga. Kalo enggak setuju, kita bakal jalan kaki aja. Gimana??"

"Ha? Gimana caranya?"

"Kita naik motor bareng kak Raka, kak Askar, sama kak Reza. Pasti seru, kayak triple date. Aaaaaaaaa!" pekik Aster kegirangan dan memulai halu-nya. Michel awalnya acuh tak acuh dengan rencana Aster yang menurutnya menjijikkan namun..., ya sudahlah. Ia terpaksa dari pada harus naik ojol atu taksi.

"Udah?" Askar mengambil ancang-ancang, menghidupkan motorya dan memanaskan mesin. Aster tersenyum lebar, bahagia karena bisa dibonceng Askar-ketua OSIS sekolah dan orang yang diam-diam ia kagumi- sedangkan Felic biasa saja, karena orang yang memboncengnya kini adalah anak konglomerat yang membawa motor, dan lain lagi dengan wajah Michel yang datar, ia tsu pasti ia akan berboncengan dengan kecebong.

"Siap ya! Kita berangkat semuanya, gas!" mereka semua pun melaju, tentunya mereka bertiga sudah mendapat ijin dari ibu kepala asrama.
________________________

Motor kesayangan Raka (kawasaki ninja 250R)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Motor kesayangan Raka (kawasaki ninja 250R)

Thank for all readers❤😘
Jangan lupa buat ninggalin vote dan komen atas typo-typonya yaaa!
Karna itu berharga banget buat author.
Buat nemenin malming kaliaannn!!!
Aku up deh jadinya

Michella [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang