Little Happines

0 1 0
                                    

Ndoro Raden Ajeng Michella Raina Aksara—named by Nakula Sadewa


Raka membuka instagram, melihat beberapa posting yang menurutnya bermanfaat, beralih dari handphone, ia membuka laptop, mengerjakan beberapa contoh soal sbntr, sikat gigi, minum tiga gelas air, tidur. Semua tadi aktivitas pulang sekolah Raka semenjak hubungan dengan Michel mulai tidak ada kejelasannya. Memang salahnya, jika saja saat itu ia tidak berbohong, jika saja rasa  gengsinya bisa ia turunkan, mungkin sekarang hubungan mereka akan baik baik saja. Ia mengingat janjinya pada Michel, ia akan membicarakan tentang pembullyan Devan pada papa. Michel masih di rumah sakit, terhitung dua malam gadis itu di sana, malam ini gantian Nakula yang menemani Michel. Raka pergi ke ruang papa—angkat—nya untuk membicarakan hal itu, pintu ruangan terbuka, menampakkan seorang laki-laki paruh baya yang acak-acakan. Kaza sering berpenampilan begitu kecuali di pagi hari ketika ia berangkat bekerja dan sebelum tidur.

"Pa," panggil Raka.

"Iya, kenapa Ka?"

"Raka mau ngomong sebentar, boleh?"

"Itu juga Raka lagi ngomong." jawab Kaza, sedikit terkekeh.

"Iya, tapi Raka mau ngomong serius."

"Oke, serius."

"Di Ben, ada kakak kelas Raka yang dibully karena dia anak narapidana atas kasus pembunuh." Raka berpikir dua kali untuk menyebut nama narapidana ini, haruskah ia menyebutnya?

"Terus? Kamu mau papa ngapain?"

"Raka minta papa berhentiin pembullyan itu dengan cara apa aja."

"Gimana ya? Tapi, papa harus tau gimana ceritanya dulu."

"Raka tau ceritanya." Raka menceritakan dengan versi Michel, ia juga menunjukkan foto kartu keluarga yang ia minta dari Michel. Secara batin, Kaza merasa kasihan, tapi untuk menuntaskan masalah ini tidak akan bisa memakai cara mengelak tuduhan.

"Hem, kalo elak tuduhan dia bukan anak narapidana, nggak bakal ada yang percaya lagi, soalnya buktinya udah kesebar juga, ayahnya juga tersangka yang uda bunuh orang tua kamu."

"Jadi, gimana?"

"Papa bakal adain rapat sama kepala sekolah dan orang-orang penting di sekolah, nanti kita bakal nemuin cara yang tepat buat berhentiin pembullyan ini." Raka mengangguk. Sementara masalah in memang belum reda, namun ia yakin Kaza pasti akan menyesuaikan.

Di ruang rawat Michel berjalan mondar-mandir dengan berpegangan pada tiang infusnya bak setrika, sepertinya ia harus menelpon papa, ia ingin Devan diangkat menjadi kakaknya, setidaknya beban Devan akan berkurang, dan impiannya memiliki seorang kakak laki-laki akan terwujud. Di sofa, Nakula tertidur pulas, apa boleh buat otaknya telah dikuras Michel untuk mempelajari mara pelajaran yang tertinggal selama Nakula dirawat. Michel menekan tombol telepon, menunggu suara tut hilang hingga telepon tersambung.

"Halo, pa?"

"Iya Chel. Kamu dimana? Papa cariin kamu, kata Bi Siti kamu nggak ada di rumah, di asrama juga nggak ada.."

"Michel di rumah sakit pa."

"Anemia kamu kambuh lagi?"

"Iya pa."

"Rumah sakit yang biasa, kan? Papa ke sana sekarang. Ruang nomer berapa?"

Michella [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang