Prolog

210 40 13
                                    

Ini cerita sederhana tentang bulan yang selalu berusaha ada untuk bintangnya, bulan yang menginginkan bintang bahagia, bulan yang selalu ingin melindungi bintang dari semua benda langit yang ingin menjatuhkannya, juga bintang yang ingin melihat bulan bahagia dengan secercah cahaya yang dimilikinya. Mereka sama-sama ingin melindungi dan menyayangi satu sama lain, sesederhana itu.

Semua isi cerita ini berasal dari bulan dan bintang yang jauh di langit malam, aku menyukai sinar serta kelip mereka menembus atmosfer.

                        ______________

Sudah dua malam ini hujan turun dengan deras tanpa memberi jeda untuk orang-orang untuk memandang langit malam yang berhias bulan dan bintang, termasuk dia. Dia menyukai hujan, tapi saat ini ia merindukan sang bulan yang sinarnya membuat rasa rindu atas mamanya perlahan menghilang karena cahayanya, hujan bertambah deras saat sang gadis bernama Michella Raina Aksara—gadis dengan paras cantik yang biasa dipanggil Michel atau Chella— berdiri mematung di depan jendela dengan secangkir latte hangat di genggamannya. Walau secara logika hujan ini takkan reda tapi hatinya tetap menunggu. Entah sampai kapan itu?

"Bintang!" sebuah tangan mendarat di bahunya, Aster, cewe hiperaktif yang merupakan salah satu temannya membuat Michel terkejut.

"Gue nggak suka dipanggil bintang," ucap Michel. Michel tak suka panggilan bintang, karena panggilan itu ia akam terjerumus dalam penjara masa lalu, dan luka-luka lamanya akan kembali.

"Terus lo mau dipanggil apa?" tanya Aster.

"Panggil gue Michel" jawabnya tegas dan penuh penekanan. Michel  masih mengingat suara lembut nan indah milik mamanya, saat seseorang memanggilnya dengan sebutan bintang. Mama Michel memanggil begitu karena beliau sangat menyukai kelip bintang yang menembus atmosfer, Michel teringat akan sepotong kenangan pada saat aku bertanya 'kenapa mamanya memanggil dirinya bintang?'. Kenangan lama itu terjadi saat ia masih duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar.

"Ma, kenapa sih mama panggil aku bintang? kan bintang yang ada di langit sana temennya bulan." tanya Michel versi kanak-kanak.

"Karena mama suka bintang yang ada di langit dan bintang yang ada di samping mama." jelas Silvi, mama Michel, beliau tersenyum hangat pada Michel lalu menyubit gemas hidung anak semata wayangnya. Michel hanya mengangguk pelan padahal ia belum benar-benar mengerti sepenuhnya.

"Mama akan selalu ada buat Michel, kan?"
tanya Michel kecil, lagi pada mamanya.

"Iya, bintang"

"Janji?"

"Janji" Silvi mengangguk dan memeluk erat anak kesayangannya.

Sejak mama meninggal dunia, emosi Michel sering tak terkendali apalagi jika fitur seorang papa tidak ada di rumah, hingga saat ini Michel tinggal di asrama. Sejak mama meninggal Michel benci dipanggil bintang, prestasinya menurun, kesehatannya terganggu dan ia jarang makan.

"Ya udah deh, maaf. Gue gak akan manggil lo bintang lagi, gue janji" suara Aster menghentikan lamunan Michel, Aster mengangkat jari kelingkingnya ke hadapan Michel.

"Janji nih?" tanya Michel meyakinkan Aster.

"Iya gue janji, hehe" Michel melingkarkan jari kelingkingku pada kelingking Aster. Tawa Aster berhasil membentuk sebuah lengkungan sabit di wajahnya.

Michella [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang