Eps.13 - Dibully Geng Syantik

Start from the beginning
                                    

Perkataan Vinny langsung saja menohok ulu hatiku. Lantas membuatku tersadar bahwa kalimat yang keluar dari mulut Vinny berlaku juga untuk semua orang. Apalagi untuk diriku yang juga tak secantik cewek-cewek di luar sana. Tak sepantasnya aku men-judge Bryan yang tidak-tidak.

Aku menunduk dalam-dalam, menatap karpet beludru lembut yang terhampar di lantai kamarku.

"Lo ... bener juga, Vin." Aku mengulas senyum tipis. "Menurut lo ... ada nggak cowok ganteng yang bakal suka sama cewek jerawatan kayak gue?" Aku menurunkan intonasi suaraku.

"Ayya, keajaiban cinta pasti bakal ada. Percaya itu!"

"Thanks, Vin, lo udah nyadarin gue." Seandainya Vinny ada di sampingku, aku tak segan-segan untuk memeluknya erat.

"Nggak perlu makasih, Ay. Emangnya gue ngapain?"

Aku kembali tersenyum, melirik jam di dinding. Orion tak memberikan kepastian waktu yang tepat, aku hanya menjalankan perintahnya untuk menunggu dia di Waroeng Sandaran, sehingga aku memiliki waktu bebas.

"Elo mah gitu ...." Aku beranjak dari tempat duduk. "Tapi by the way, sampaikan maaf gue juga ya buat Bryan."

"Pasti, Ay."

"Kalau gitu gue tutup ya. Gue mau ngerjain tugas makalah dari Pak Arnold."

Ya, kemarin malam aku sempat menceritakan tugas khususku ini kepada Decha, Vinny dan Erin melalui grup chat yang hanya beranggotakan kami berempat. Tentu saja dengan sukarela, mereka akan berniat membantuku, namun dengan halus aku belum menerima tawaran mereka, sebab sudah ada Orion yang dengan senang hati membantuku.

Setelah meletakkan ponsel ke dalam tas berikut laptop, aku segera melangkah ringan ke lantai bawah. Berpamitan sekedarnya kepada Mama dan Papa dengan dalih mengejakan tugas di rumah Vinny. Untung saja mereka percaya.

"Jangan pulang terlalu malem." Pesan terakhir Mama sebelum aku keluar rumah.

Ojek online yang kupesan tak lama segera datang. Sembari membuka helm-nya, mbak ojol tersenyum penuh keramahan.

"Mbak Ayya, kan, ya?" Mbak Ojol bertanya memastikan sebelum menyerahkan helm penumpang kepadaku.

Aku mengangguk singkat, lalu memakai helm. "Iya, Mbak Jenny, saya Ayya."

Dalam keremangan lampu jalan, aku lantas duduk di boncengan mbak ojol. Berjalan dengan kecepatan tenang di bawah langit berbintang seketika membuatku nyaman, hingga imajinasiku melayang.

Aku memejamkan mata rapat-rapat, membayangkan bahwa aku sedang dibonceng Orion atau bahkan Pak Arnold. Pelan tapi pasti, tanganku memegang erat jaket Mbak Jenny. Aku bahkan hampir saja menyandarkan kepala di punggung Mbak Jenny jika saja aku tak segera sadarkan diri. Gila, khayalanku semakin tak terkendali. Entah kapan hal tersebut akan terjadi dalam duniaku.

Tak membutuhkan waktu hingga berjam-jam, motor berhenti tepat di depan Waroeng Sandaran yang tampak ramai sepeda motor berbagai jenis dan tipe yang terparkir. Sudah dipastikan kebanyakan adalah anak-anak muda yang sedang nongkrong di sana.

Aku turun dari motor seraya melepaskan helm.

"Makasih Mbak Jenny," kataku dengan tulus. Mengambil uang di dalam tas selempang warna hitam bermerek produk laptop dan menyerahkan ke Mbak Jenny sesuai argo.

"Okee sama-sama, Mbak Ayya." Mbak Jenny mengangkat jempolnya.

Aku melirik sekilas ke bangunan di depanku. Mendadak rasa gugup menghinggapiku lantaran aku akan masuk ke dalam kafe tersebut seorang diri. Refleks, aku merapikan tatanan rambut, menoleh ke Mbak Jenny yang hendak menyalakan mesin motornya.

Be My Miracle Love [End] ✔Where stories live. Discover now