28. This Love🍁

1.2K 192 9
                                    

This Love : Davichi
______

"Konon katanya, setiap jiwa yang mati akan menjelma menjadi kunang-kunang. Mungkin salah satu di antara mereka ada Rama, atau juga ibu mu."

Mulut Rukma terkatup. Terlalu kagum dengan pemandangan indah ini daripada menyahuti ucapan Andaru.

Pria itu turun dari kuda, setelah kakinya berpijak tangannya terulur untuk membantu Rukma turun.

Keduanya berjalan dan duduk diatas bukit. Mereka bisa melihat Lokapala dari sini, sinar obor yang berpendar sepanjang jalan membuat kota itu tampak indah.

"Memang semua orang akan mati, aku tidak bisa merubah yang satu itu. Tapi ada satu hal yang harus kau tahu."

Andaru menggenggam erat jemari Rukma, mengusapnya perlahan sembari mengunci manik hitam wanita itu.

"Ada alasan mengapa setiap orang tidak tahu kapan dia akan mati. Kenapa? Karena jika mereka tau, maka tidak akan ada orang jahat. Semuanya akan menjadi baik dan berhati-hati. Mereka akan selalu waspada pada setiap kemungkinan yang akan menyebabkan kematian, berusaha mencegahnya kalau bisa. Kalau hidup seperti itu tidakkah sangat membosankan?

Biarlah ini semua berjalan sesuai jalannya, kita hanya perlu menunggu kapan waktu kita tiba. Jangan terlalu dipikirkan, jalani saja hidupmu sebaik mungkin. Masih ada hari esok."

Rukma tersenyum, dia tidak harus takut sekarang. Lagi pula apa yang dia takutkan? Ada Andaru disini, dia tidak akan hilang kemana pun.

"Kau tahu Andaru? Bukan kematian yang aku takutkan."

Dahi pria itu berkerut.

"Tapi kenangan indah kita, bagaimana jika bukan maut yang memisahkan kita? Seperti ruang dan waktu misalnya. Aku takut, aku akan melupakanmu, aku takut tidak bisa membungkus kenangan yang terlalu berharga ini untuk ku simpan."

Rukma sudah berusaha menahan gejolak ini, tapi sekarang tumpah juga. Keresahannya selama ini lepas bersama air mata.

"Biarpun kau pergi jauh meninggalkan aku sendirian. Jangan khawatir, karena kau selalu menjadi tempat ku pulang. Aku akan menemukanmu dimanapun dan kapanpun kau berada. Jika benar kita harus berpisah, jangan bersedih tunggu sebentar, saat itu pasti aku sedang berjalan mencari mu."

Bukannya tenang, perkataan Andaru malah membuat ulu hatinya sesak. Rasanya seseorang sedang meremas hatinya, sakit itu nyata sekali.

Bukannya Andaru tidak takut, dia hanya menyimpan ketakutannya sendiri. Tidak perlu dibagi dengan Rukma, dia hanya akan membagi senyuman untuk wanita itu. Dipeluk erat tubuh bergetar Rukma, dia menangis pilu dan Andaru hanya mampu membisu.

"Aku mencintai mu, sangat."

Rukma mendongak, menatap wajah Andaru yang disorot cahaya bintang. Suaminya ini, entah kenapa tampannya keterlaluan. Kenapa Rukma harus dihukum dengan rasa ini? Bagaimana dia bisa melupakan cinta yang begitu besar membuncah?

"Aku lebih mencintaimu."

Sorot mata Andaru sayu, Rukma tidak tahu apa arti tatapan itu. Terlalu samar untuk dimengerti.

Andaru mendekat, tangannya menarik tengkuk belakang Rukma. Menariknya mendekat, sebuah kecupan mendarat di bibir ranum Rukma. Keduanya terdiam, menikmati sentuhan yang menyalurkan banyak arti. Rukma menutup mata, biarlah dia menikmati kebersamaan ini sebentar. Dia tidak akan tahu kapan dan dimana ia akan membuka mata setelah ini.

Keduanya berhenti saat merasa butuh pasokan udara. Lalu tertawa lepas begitu menatap satu sama lain.

***

"Bukankah ini bagus?"

Andaru memandang jengah ke arah wanita itu, pasalnya ini bukan pertama kali pertanyaan yang sama terlontar. Keduanya tengah kedatangan orang dari pengrajin perhiasan, berniat untuk mencari barang bagus untuk dibawa ke Medang.

"Kenapa tidak membeli semuanya saja?" Saran Andaru, untuk ketiga kalinya.

Rukma menggeleng sama seperti beberapa saat yang lalu. Meskipun dia menolak, lihat saja berapa banyak yang akan dibelinya nanti. Tapi itu lebih baik, Rukma sudah kembali menjadi Rukma yang berisik.
Benarkan? Rukma hampir membeli semua perhiasan itu, hanya menyisakan dua barang saja. Kenapa dia harus pusing memilih jika akhirnya di beli semua?

"Perhiasannya tidak ada yang bagus," Rukma berbisik setelah pengrajin tadi undur diri.

"Benarkah? Lalu kenapa kau membeli semuanya jika itu tidak bagus?"

Andaru melirik tumpukan perhiasan dengan ekor matanya. Perempuan ini benar-benar.

"Aku tidak membeli semuanya, aku hanya membeli yang bagus saja. Lagipula kasihan juga, dia sudah jauh-jauh datang kemari."

"Apa kau senang?"

"Tentu saja! Meskipun hanya membeli sedikit."

"Asal kau senang, bagiku sudah cukup."

Rukma tertawa cekikikan, rasanya Rukma ingin menyembunyikan Andaru di perutnya. Agar semua orang tidak bisa melihat senyum manisnya ini, apalagi matanya yang tinggal segaris saat dia tertawa. Haduuh, Rukma jatuh cinta lagi.

"Kau keterlaluan!"

"Memangnya aku kenapa?"

Rukma meletakkan tangannya di dagu, menatap Andaru dengan takjub. "Kau yang tersenyum, tapi aku yang lelah"

"Kenapa?"

"Jatuh cinta setiap hari terhadapmu, itu melelahkan. Tapi aku suka!"

Andaru tersenyum, kalau sedih bikin khawatir tapi kalau waras begini bikin jantung mau lompat keluar. Siapa lagi? Prameswarinya itu.

"Tidak apa-apa, lagipula tidak ada hukum yang melarang jatuh cinta pada suami sendiri."

"Jangan senyum!"

Rukma berteriak dan menutup wajah Andaru dengan kedua telapak tangannya.

"Apa lagi?"

"Banyak dayang dan abdi di sini. Senyum mu bukan untuk semua orang, bagaimana jika mereka jatuh cinta pada mu?"

"Biar aku sendiri yang hampir mati sesak napas karena senyummu, jangan ada yang lainnya!" Lanjutnya.

Andaru tidak bisa menahan diri untuk tertawa terbahak, kedua jemarinya terjulur untuk mencubit gemas pipi ratunya ini.

Kalau mencintai seseorang bisa sebahagia ini, Andaru rela setiap hari jatuh cinta. Asal orang itu adalah, Rukma.

*****

Mereka yang jatuh cinta, aku yang baper huhu.

Sudah siap berpisah dengan kapal uwu ini?

Turn Back Time Where stories live. Discover now