26. Like Im Gonna Lose You🍁

1.3K 180 6
                                    

Blue Hour : TXT

________

"Coba kau ayunkan lenganmu lagi."

Jagad mencontohkan gerakan pedang ke kanan dan ke kiri. Sementara Cakra menirukannya dengan sebilah pedang terbuat dari kayu, agar anak itu tidak keberatan.

"Salah, bukan seperti itu."

Jagad greget sendiri di tempatnya, dari tadi Cakra yang terus melakukan kesalahan.

"Bagaimana paman?" Tanya nya polos.

Cakra beberapa hari ini mau berbicara, Andaru sempat mengiranya bisu dulu. Mungkin karena dia merindukan sentuhan dan kasih sayang, dia berbicara pertama kali setelah bertemu Rukma. Wanita itu memang sesuatu.

Andaru pernah meminta Cakra untuk membuka buntalan yang kerap dibawanya, namun dia —Andaru mendapat penolakan,lagi. Bukan berarti usahanya tidak berhasil, sekarang dunia Cakra tidak lagi berpusat pada buntalan itu, dia lebih senang meninggalkannya di bilik.

"Apa yang kau sukai?"

Untuk pertama kalinya Cakra mendengar kalimat itu, kalimat yang ingin sekali didengarnya. Anak itu menatap Andaru, yang baru saja datang dan berdiri di sampingnya. Setelah Jagad undur diri barulah Cakra mengutarakan keinginanya.

"Aku lebih suka makan," cengirnya.

Seperti kebanyakan anak kecil, yang Cakra tahu hanyalah hal sepele seperti makan dan bermain. Baginya dia harus makan sebanyak mungkin, sebelum dia kembali lagi ke jalanan dan terasingkan.

"Selain itu," Andaru menggeleng, "kegiatan yang sangat kau sukai. Misalnya berburu, memanah, membaca, berenang, berkuda atau bahkan jika kau suka, bercocok tanam."

Cakra menekuk lututnya, dia berjongkok. "Daripada semua itu, aku sangat ingin bermain dan makan bersama teman-teman ku. Tapi aku bahkan tidak punya teman."

"Bukankah aku ini temanmu? Ada Prameswari Rukma juga paman Jagad. Ada juga ke empat adik ku, mereka adalah pangeran yang baik."

Cakra menggeleng.

"Aku mau yang badannya kecil, yang giginya berlubang seperti ini, hiiii."

Cakra menunjuk lubang di dua gigi susunya, membuat Andaru harus tertawa.

Tingkah polos Cakra seakan membawa desiran ingin melindungi anak ini, menjadikannya bagian dari hidup Andaru. Tapi kerajaan tidak akan membiarkan ini terjadi, anak yang tidak diketahui asal-usulnya tidak mungkin diangkat menjadi pangeran Lokapala.

"Kalau kau sudah besar, apa yang sangat kau inginkan?"

"Apa ya? Punya makanan yang banyak sehingga aku tidak perlu mencuri lagi?"

Cakra menoleh padanya, seakan bertanya apakah jawabannya salah lagi atau tidak?

"Mau jadi raja seperti ku?" Tawar Andaru.

"Tidak.Mau." Cakra menggeleng keras, "Aku tidak mau berjalan sendirian, aku selalu melihatmu berjalan tanpa ada yang menggandeng tanganmu. Apa kau tidak takut? Bagaimana jika kau terjatuh? Tidak ada yang menolongmu kan?"

"Sebelum dia terjatuh, aku sudah menariknya dari belakang."

Mereka menoleh, Rukma datang dengan baki penuh buah-buahan segar. Mata Cakra berbinar terang.

"Ibu!" Teriak Cakra segera menghambur ke pelukan Rukma.

Ibu? Rupanya Rukma sudah mencuri garis start lebih dulu, dia bahkan tidak meminta ijin Andaru sebelum meminta Cakra memanggilnya seperti itu.

Perlu digaris bawahi, bahwa se-diktaktor apapun seorang raja. Dia hanyalah penurut saat ada istrinya, rela melakukan apapun. Seperti Andaru ini contohnya.

"Cakra, paman Jagad sudah menunggumu untuk berlatih," usiran halus Andaru agar Cakra segera pergi.

"Kau curang, aku lah yang merawatnya selama ini. Kenapa dia jadi anakmu?" Cibir Andaru.

Para dayang dan prajurit di belakang mereka membalikkan badan, takut jika sang raja lepas kendali di tempat terbuka ini.

"Anakku juga anakmu, lagipula. Kau tidak pernah sekalipun memintanya untuk memanggilmu Rama, turunkan ego mu sedikit. Jika mau apapun, katakan. Tidak semua orang tahu apa yang kau inginkan kalau kau tidak mengatakannya."

"Aku sudah mengirim utusan untuk berunding dengan kerajaan Medang."

Jurus andalan seorang Andaru jika sedang tersudut. Mengalihkan pembicaraan.
Rukma menghela napas, masih ada satu masalah yang belum terselesaikan. Tahta Medang.

"Melihat kondisi Rama, apakah mungkin bisa melanjutkan pemerintahan?"

"Tentu saja tidak, walaupun bisa tidak akan kubiarkan. Di usianya yang sudah senja juga kondisinya yang tidak sehat, lebih baik jika kita mencari penerus berikutnya."

"Adik ku? Baskara?"

Andaru menggeleng, "meski dia tidak terlibat dalam masalah apapun, dia tetaplah putra seorang pengkhianat. Dia juga turut berada di istana sementara kalian di asing kan."

"Kandungan kak Batari sudah memasuki bulan ke delapan, menurut mbok Ngatiyah bayinya laki-laki." Rukma tersenyum, tidak sabar melihat calon keponakannya, ralat anaknya itu.

"Darimana mbok Ngatiyah tahu?"

"Mungkin kau belum tahu, tapi mbok Ngatiyah juga dukun beranak. Saat aku berada disana, gerak-gerik kak Batari menandakan bahwa anaknya laki-laki. Itu kata mbok Ngatiyah."

"Jika benar anaknya laki-laki, dia bisa menjadi penerus kerajaan Medang."

"Tapi bukankah itu tidak adil bagi Baskara? Kak Batari juga putri dari Prameswari Utari, mereka satu darah?"

"Bedanya, Batari sudah pergi sebelum peristiwa itu terjadi. Dia sudah menjadi milik kerajaan lain, tapi karena kini dia menjanda. Dia harus pulang kembali ke rumahnya."

Rukma mengangguk, seribet itulah zaman kerajaan.

"Andaru."

"Hmm?"

Andaru masih menatap Cakra yang berlatih pedang tanpa menolehnya, Rukma menarik wajah pria itu untuk menatap matanya.

"Jika suatu hari nanti aku tidak pernah pulang, rela kan aku ya? Hmm?"

***

Masa tadi aku nangis "( aku buka file words ini ngga bisa. Aku takut mungkin ke hapus, di coba berkali-kali juga ngga bisa. Sia-sia aku nulis banyak kata tapi akhirnya ngga jadi ke publish, aku bingung.

Eh ternyata waktu aku bersihin hp, ternyata memori nya penuh )
Nyebelin banget, aku udah pusing. Ternyata ngga bisa di buka coz memori penuh. Hadeuh.

Ya udah deh, aku malah curhat.

C u di part depan ya, 4 bab lagi menuju ending

Turn Back Time Where stories live. Discover now