* 50 | After Long Time

58 7 6
                                    


Udara sudah tidak senyaman kala itu. Langit sudah tidak secerah biasanya. Dan fajar ... masih tetap ada meski bercampur rasa lain yang melingkupi.

Sepi.

Dulu gadis itu tak pernah mengerti bahwa sepi akan semenyiksa ini. Hatinya kosong. Sebab isinya telah di gerogoti sesuatu bernama rindu. Dan karena itu pula, si gadis memutuskan untuk kembali singgah ke tempat yang banyak meninggalkan kesan mendalam untuknya.

Dia hanya ingin berkilas balik. Untuk sesaat, ia lega. Karena keinginannya berhasil terkabul. Masa-masa bahagia menghampirinya, tanpa diminta. Namun setelahnya ... entah apa yang membuat kedua pelupuk mata itu kembali basah. Kembali menciptakan aliran panjang di sisi wajahnya.

Nyatanya kenangan hanya memberi sepuluh persen senyum, lalu sisanya adalah tangis. Memang semenyesakkan itu rasanya. Mau bagaimana lagi?

Gadis itu kemudian duduk pada tempat yang biasa ia duduki. Batu besar yang terasa dingin. Kedua matanya terpejam. Dengan kepala menengadah ia berharap bisa merasakan pagi dengan perasaan yang sama seperti waktu lalu.

Yaa, untuk beberapa menit saja ... biarkan dia seperti itu. Agar setelahnya ia bisa kembali pergi.

Semilir angin di sertai embun menyambutnya. Menerbangkan beberapa helai rambut hitam kecokelatan itu ke belakang. Sepertinya sambil berbaring akan jauh lebih nyaman. Jadi ia langsung merebahkan dirinya.

Sebentar saja, batinnya mengingatkan.

Rupanya dia sungguh menepati perkataannya. Singgahnya benar-benar hanya sebentar. Ia hanya tak ingin ada yang tahu keberadaannya. Tetapi ketika tubuhnya bangkit, berbalik, lalu mulai maju selangkah. Tubuh kurus itu mendadak terpaku. Netranya menangkap kehadiran seseorang di hadapannya.

Tao,

Dia ada disana dengan tatapan yang sulit terbaca apa maknanya. Keduanya sama-sama terdiam. Entah harus bersikap bagaimana dan berkata apa untuk pertemuan tak terduga itu.

Lantas keheningan itu berakhir ketika Tao mencuri satu kalimat. "Jangan pergi lagi ...."

" ... Seona."

Ya, gadis itu Seona. Si pemilik surai hitam kecokelatan yang sedang bernostalgia di tempat kesukaannya.

Dadanya bergemuruh ketika langkah lelaki itu mengikis jarak yang ada. Tatapan tajamnya menghunus tepat di iris legam Seona. Begitu dalam dan intens, hingga tanpa sadar lengan kokoh itu berhasil menarik tubuh si gadis ke dalam dekapannya. Kepala Seona tenggelam di dada bidang yang cukup menghangatkan paginya. Ia hanya bisa bergeming, seolah saraf motoriknya tidak tersingkron dengan baik di otaknya.

"Pulang, Seona. Kami semua mengkhawatirkanmu."

Masih bungkam. Seona seakan kehilangan kemampuannya untuk berkata-kata. Ia tidak tahu harus melakukan apa dalam kondisi seperti ini.

"Jika yang kau khawatirkan adalah kami, tenang saja ... kami semua sudah berdamai," imbuh Tao tanpa berniat melepas kungkungannya. "Jangan takut, kami tidak akan menyakiti siapapun lagi."

Seona menarik diri, melepas rengkuhan itu perlahan. Kepalanya tertunduk seakan enggan menatap manik mata Tao yang menyayu. Hatinya tak bisa memungkiri bahwa saat ini ia begitu takut. Banyak hal yang menganggu otaknya hingga ia menjadi sulit mendengarkan perkataan orang lain. Kecuali Taerin, ya hanya dia yang Seona percayai.

"Apa aku bisa mempercayainya?" Percayalah intonasinya saat itu benar-benar pelan sekali. Dan mungkin saja Tao tidak mendengar.

Tao merendahkan tubuhnya. Menyejajarkan wajahnya dengan wajah Seona yang masih setia memandang ke bawah. Ditariknya dagu itu hingga kepala Seona menengadah. Iris keduanya sama-sama bertemu, namun dengan cara pandang yang berbeda.

Lost in EXOplanet ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora