*57 | Past and Now : The Third Part of the Last Three Days.

29 3 5
                                    

Warning; Chapter ini banyak flashbacknya.

Semoga bisa dimengerti.

***

Dari ratusan purnama yang lalu.

Senyap.

Kesebelas laki-laki itu terduduk di hamparan rerumputan lapang sembari memerhatikan dua orang yang tengah sibuk dengan kayu juga perkakas di tangan mereka. Tidak ada satupun suara selain suara gergaji manual yang bergesekan dengan permukaan kayu. Semua membisu, entah tahu cara bicara atau tidak. Hingga suasana menjadi sangat canggung.

Sreekk ... sreekk...

Sreekk.

Si pemeran utama saat itu, akhirnya menoleh. Sambil sesekali menyeka peluhnya, ia menatap ke arah para laki-laki muda itu. Dilihatnya wajah-wajah mereka yang sudah pucat. Ia menghela napas sebelum akhirnya menyuruh laki-laki di sampingnya melakukan sesuatu.

"Jongin." Si pemuda menengok. "Pergi dan ambil kotak yang ada di sana!" titahnya pada Jongin yang segera disambut anggukan singkat.

Jongin menghampiri sebuah kotak yang sebenarnya tidak jauh juga dari tempatnya. Kemudian, membawanya menuju kepada seorang pria paruh baya. Pria itu lantas menerimanya, setelah itu ia letakan di tengah-tengah para pemuda.  

"Makanlah!" pintanya seusai membuka penutup kotak yang ternyata berisikan kukis dalam jumlah cukup banyak.

Hanya ada lirikan saat itu, sampai si pria pun memilih pergi dengan membawa dua kukis di tangan. Satunya untuk dia makan, dan satu lagi untuk Jongin yang sedang membantunya memotong kayu. 

"Ini, makan juga! Kau pasti lelah membantuku sejak pagi tadi," ujarnya perhatian seraya memberikan kukis itu ke hadapan Jongin.

"Terima kasih, Paman Shin."  Mereka pun memakannya bersama di tengah jeda pekerjaan mereka yang masih menumpuk.

Berbeda dengan kedua orang yang sudah tampak seperti ayah dan anak itu, kesebelas lelaki lainnya masih terlihat canggung satu sama lain. Seolah mereka baru saling bertemu saat itu juga. Padahal, sudah cukup lama dari yang kalian bayangkan.

"Sudah kuduga, kalian sepertinya tidak hidup dengan baik," suara pria yang tadi dipanggil Paman Shin oleh Jongin masih mendominasi. Seakan-akan hanya dia yang bisa bicara.

Ia menandaskan potongan terakhir dari kukisnya untuk kemudian berdiri sambil mengambil minum. Setiap pergerakkannya selalu jadi perhatian para laki-laki itu. Mereka belum tahu harus bersikap bagaimana dengan situasi yang terjadi.

Paman Shin akhirnya duduk di tumpukan potongan kayu yang sudah lumayan banyak, hasil kerjanya dan Jongin sedari kemarin. Ia menatap satu per satu dari mereka, sambil mengembuskan napas panjang.

"Sepertinya banyak yang harus kulakukan pada kalian. Sebagai rasa penyesalanku, aku akan membantu kalian hidup dengan baik di sini."

"Akan kumulai dari ini," ujarnya sambil menepuk potongan-potongan kayu yang sedang didudukinya.

"Membuatkan rumah untuk kalian."

Rumah.

Terdengar seperti harapan baru yang tidak pernah mereka sangka-sangka. Karena selama tinggal di dunia itu, mereka hanya mengenal langit sebagai atap dan tanah sebagai tempat mereka berpijak. Dan sekarang, mereka akan benar-benar memiliki sesuatu untuk ditinggali dan hidup di dalamnya.

Siang perlahan menjadi petang. Dan tidak lama, malam datang. Sepi lagi. Pria paruh baya itu hanya di temani Jongin yang sudah jatuh tertidur. Mungkin dia kelelahan karena seharian sibuk membantunya membuat pondasi rumah kayu mereka.

Lost in EXOplanet ✔Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu