*44 | One Fine Day

113 8 10
                                    


Warning!

Part ini mengandung khayalan author yang cringe abis. Mohon di maklumi kalo merasa ada keluhan merinding di pertengahan cerita. Ehehehe...

Happy reading!

***

Jongin POV.

Dulu aku pernah mengalami yang seperti ini. Tidur sangat panjang yang entah akan terbangun kapan. Semata-mata hanya untuk memulihkan tenagaku yang terkuras habis karena lorong dimensi.

Lorong Dimensi,

Kupikir kejadian dulu akan menjadi terakhir kali aku merasakannya. Namun aku salah, nyatanya aku melaluinya lagi. Dengan segala rasa sakit akibat efek dari lorong itu.

Aku selalu tidak pernah sadar sudah berapa hari aku tidur. Dan saat Chen yang saat itu duduk di sisi ruangan dekat jendela, menjawab, aku baru menyadarinya. Kapan tepatnya aku meninggalkan Seona sendirian.

Tiga hari yang lalu.

Selama itu pula aku tertidur. Dan ketika bangun, hampir seluruh tubuhku kaku karena terlalu lama terlentang. Keadaanku memang belum pulih, tapi rasanya sedikit lebih baik dari sebelumnya.

Hanya satu yang kupikirkan sekarang. Gadis itu, Han Seona. Dia yang membuatku berjalan ke luar kamar dengan langkah terseok.

"Kau mau kemana?" Suara Chen menginterupsi langkahku.

Tanpa menoleh ke arahnya, aku menjawab, "Bertemu Seona."

"Tapi kondisimu bahkan belum pulih, kau harus istirahat, Jongin!" seruannya tak lagi kuhiraukan.

Aku tidak lagi memikirkan bagaimana kondisiku. Yang kupikirkan sekarang adalah janjiku padanya, janji untuk tidak pergi terlalu lama. Sebab dia pasti akan ketakutan.

Entah bagaimana bisa aku memiliki perasaan yang sedalam ini padanya. Perasaan yang tidak dapat kujelaskan secara rinci. Sama seperti saat ini, perasaan campur aduk yang  melegakan ketika mendapatinya ada di sana.

Di hutan beku.

Seona mendekat dengan langkah perlahan. Mata hitam kecoklatannya hanya tertuju padaku. Seolah aku satu-satunya objek yang bisa dia lihat. Walaupun jarak kita cukup jauh, tapi masih bisa kulihat ada bulir air yang meluncur dari pelupuk matanya.

Aku tersenyum untuk menyambutnya. Senang rasanya saat aku bisa merasakan tangan hangat Seona menyentuh sisi wajahku dengan lembut. Kedua mata itu basah lagi, bulir-bulir air membasahi pipinya. Membuatku terenyuh hingga aku merasakan kedua mataku ini panas, seakan ada yang ingin mendesak keluar.

Dia tidak menangis karena aku pergi lama 'kan? Aku akan merasa bersalah jika itu benar.

Dan ketika wajahnya membenam di dadaku, aku tahu bahwa waktu tiga hari yang terlewat, membuat kami sama-sama takut. Takut untuk berjauhan lagi.

"Maaf membuatmu menunggu lama," ujarku sambil mengusap pelan kepalanya, lalu menciumnya lembut.

"Tidak apa, yang penting kau kembali."

Tidak ada yang tahu betapa leganya aku saat mendengar kalimat yang keluar dari bibir merah muda itu. Menyenangkan bisa bersamanya lagi.

Kami berdua berakhir di tempat ini lagi. Di dekat air terjun tepatnya. Kami sedang berbaring di atas batu besar, memandang hamparan langit malam dengan berbagai macam benda langit. Tangan kami saling bertautan seolah takut hilang jika salah satu dari kami melepaskannya.

***

Pagi itu mentari bahkan belum terbit. Dan aku masih terjaga. Tidak, aku memutuskan untuk tidak lagi tidur. Takut waktuku bersama Seona terlewati begitu saja tanpa kenangan indah.

Lost in EXOplanet ✔Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum