Tatapan Nadia pun turun menatap kakinya yang bergerak canggung mengetuk-ngetuk  untuk mengalihkan rasa gugupnya. Ingatannya mengingat kembali hari dimana Rahardian datang kerumahnya kala itu. 

"Rahardian dateng dengan keadaan yang bener-bener bikin gue syok. Gue gatau dia kenapa dan abis ngapain gue gatau. Dia mohon sama gue buat tinggal dirumah sementara. Dengan wajah yang banyak lebam dan darah yang udah kering."

"Penampilan yang bener-bener berantakan."

Nadia terdiam sebentar menatap ke depan pagar rumahnya yang beberapa menit yang lalu penuh dengan kegaduhan.

"Itu pertama kali gue ngeliat dia bener-bener berantakan. Dia ga berani pulang kerumah dan satu-satunya harapan dia cuma gue. Dia baru balik lagi setelah lama menghilang. Gue akuin gue nemuin diri dia yang baru dan gue ga suka."

"Gue sempet mikir dia ga punya beban hidup sama sekali karena dia selalu senyum dan selalu ketawa di depan gue Riz."

Iris coklat madu itu melirik sekilas ke arah Fariz yang ikut melirik ke arahnya juga. Nadia kembali menunduk.

"Bang Fikri ga ada di rumah. Gue gatau mau minta bantuan sama siapa dengan posisi Rahardian yang kayak gitu."

"Lo tau seberapa syok nya gue ngeliat banyak goresan luka di punggung dia. Gue gatau gimana lagi dia bisa nahan luka separah itu. Luka lebam pun ada di perut dia."

Tanpa sadar air mata Nadia sudah mengambang di pelupuk matanya sontak ia langsung mendongak berharap air matanya tidak keluar.

"Lo tau apa yang bikin gue paling kecewa Riz?" Nadia menatap Fariz penuh lekat.

"Ternyata bokap lo yang ngelakuin itu dan lu ga pernah cerita satu katapun ke gue. Kenapa lo tega ngelakuin hal jahat kayak gitu sih Riz, gue paham sama perasaannya Om Robi yang khawatir sama anaknya yang ga ada kabar sama sekali. Dia minta tolong gue buat cari dimana Rahardian--"

"Na, bisa stop ga ?"

"Gue bener-bener capek hari ini."

Fariz frustasi menatap Nadia yang terus terus saja memikirkan orang lain tanpa melihat dirinya. Nadia tak habis pikir mendengar respon Fariz yang membuatnya tak bisa  bertahan lebih lama lagi.

Tangan kekar itu menahan Nadia. Memegang tangan Nadia pelan.

"Gue ga pernah tau bokap gue bakal ngelakuin hal sejauh itu Na. Lo lupa sama keadaan gue yang saat itu juga sekarat hah ?"

Langkah Fariz mendekat mencengkram bahu Nadia erat. Tatapan mata Fariz pun begitu lekat.

"Peluru itu hampir kena organ dalem gue Na. Lo ngeliat gue ditembak dengan mata kepala lo sendiri."

"Bokap cuma punya gue."

"Lo tau?"

Hening

"Gue seneng dia ngelakuin hal itu Nad."

Nadia mendongak menatap Fariz tak percaya. Kekehan Fariz yang keluar itu membuat Nadia terperangah menatap Cowok didepannya ini.

"Gue jahat? Iya"

"Gue selalu jadi orang jahat di mata lo."

"Bokap ga pernah seperhatian itu sama gue. Bokap ga pernah ngelirik apapun dengan hal yang gue lakuin."

"Nilai? Prestasi?"

Kepala Fariz mengggeleng perlahan.

"Hal-hal baik yang pernah gue lakuin pun ga pernah dihargain satu pun. Gue selalu jadi orang asing selama ini."

My BadBoy Only One [slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang