Part31

829 31 1
                                    

Seminggu sudah berlalu begitu lama menurutnya. Dengan Nadia yang malah semakin menjaga jarak darinya. Terkadang itu, membuatnya kesal. Saat ia yang ingin menjaga jarak ternyata Nadia sudah lebih dulu pergi menjauh.

"Mikirin apaan sih lo?"

Ucap Sandy yang sedari tadi memperhatikan Fariz terdiam menatap jalan yang penuh dengan kendaraan itu.

Sudah lebih dari sejam yang lalu. Mereka berada di rooftop. Dengan Reyhan yang sibuk memejamkan matanya sembari mendengar alunan lagu yang menyumpal telinganya dan Adit yang sibuk memetik gitar kesayangannya dengan sesekali bernyanyi kecil.

"Kadang lucu ya San." Kekeh Fariz membuat Sandy menatap kearahnya.

"Gue baru aja melangkah pergi menjauh tapi dia udah pergi jauh sebelum gue melangkah." Ucap Fariz diakhiri dengan hembusan nafas gusar dengan tatapan lurus kedepan.

Sandy kembali memandang lurus. Pikirannya langsung tertuju pada Nadia saat Fariz berkata seperti itu.

"Kejar kalo gitu. Kalau emang lo bener bener ga mau dia pergi--"

"Dunia dia masih terpaku sama masa lalu, San. Pikiran gue emang terlalu sederhana saat itu. Pas dia bilang perasaan dia masih ada di sana, di masa lalu dia. Gue pikir itu bakal berubah dengan gue yang selalu ada di samping dia. Tapi, emang gak semudah itu ngubah perasaan di hati dia, San.

Dan pada akhirnya dia ninggalin gue karna rasa itu, perasaan itu. Dia ngerasa bersalah disaat hati gue udah bener bener jatuh. Disaat dia belum bisa ngehapus rasa itu buat gue." Ucap Fariz terus terang.

Tatapan Fariz masih belum berubah. Masih terus memandang lurus kedepan melihat bayang-bayang saat Nadia masih berada disampingnya membuat jantungnya serasa  diremas kuat.

Sandy menarik langkahnya duduk ditepi rooftop dengan kaki menggantung. Mulutnya menghisap kuat rokok disela sela bibirnya. Lalu, kembali menghembuskan asap rokok perlahan di ikuti Fariz yang duduk disampingnya. Kemudian tangannya menengadah meminta sebatang nikotin yang langsung diberikan Sandy dengan bara api diujungnya yang disambut senang hati oleh Fariz.

"Sekarang tanya hati lo, Riz. Jangan sampai lo nyesel. Hati itu bisa berubah kapan aja. Mungkin saat itu hati dia emang untuk masalalunya. Tapi kita gak akan pernah tau kalau besok hatinya buat lo."

Asap menghembus perlahan dari mulut Fariz kemudian kembali menghisap batang nikotin itu perlahan. Memikirkan kembali ucapan Sandy yang ada benarnya. Hatinya kembali diterpa dilema. Bertahan atau pergi? Mengapa harus serumit ini sih!

                              ••••••••••
Dengan rambut yang terurai. Langkah kakinya melangkah perlahan keluar kelas dengan wajah yang sudah sangat mengantuk. Saat sudah berada di luar kelas ia merasa angin menyambutnya senang membuat senyumnya ikut mengembang. Kepalanya serasa mau pecah saja dengan kumpulan angka-angka yang selalu mengganggu hidupnya.

"Gausa gila deh lo senyum senyum gitu." Ucap Putri melihat Nadia yang tersenyum saat keluar kelas.

"Sirik aja lo. Gue tuh udah mumet banget sumpah deh. Makanya gue ngajak lo ke toilet." Terang Nadia membuat Putri merangkul pundaknya. "Emang the best deh lo." Seru Putri membelokkan langkahnya memasuki toilet.

Nadia yang sudah kusut membasuh wajahnya di westafel di ikuti oleh Putri yang juga tak kalah lusuh.

"Btw, kok lo jarang bareng sama si Fariz lagi?" Tanya Putri yang sedang mengeringkan tangannya.

Nadia yang masih membasuhkan air ke wajahnya berhenti mendengar pertanyaan Putri. "Gak tau gue."

"Atau mungkin gara-gara abang lo, Nad?" Tembak Putri menyandarkan tubuhnya pada dinding dengan kaki kiri yang menjadi tumpuan. "Gak mungkin."

My BadBoy Only One [slow Update]Where stories live. Discover now