Part 34

772 40 6
                                    

Jantung yang berdegup tidak karuan membuat Fariz terdiam mematung merasa tidak percaya dengan apa yang dilakukan Nadia padanya. Perlahan sudut bibirnya terangkat lalu kembali turun saat melihat Nadia sudah tak ada di depannya lagi.

Tangannya langsung meraih tas yang berada pada sofa usang. Lalu, bergegas turun mengejar Nadia yang mungkin sudah lebih dulu turun.

Kemudian kakinya berhenti melangkah saat dirasa melihat Nadia yang sudah berjalan beriringan dengan manusia yang mungkin paling dibencinya.

Tanpa aba-aba Fariz langsung menendang Rahardian dari belakang membuatnya jatuh terdampar. Tangan Fariz langsung menarik Nadia ke belakang tubuhnya.

"Fariz! Please,"

Mendengar itu Fariz malah semakin emosi mendengarnya. Darahnya naik hingga ke ubun-ubun. Apalagi dengan Nadia yang memohon padanya.

"Bangsat!"

"Gimana rasanya di serang dari belakang?"

Rahardian bangkit lalu balas memukul Fariz namun berhasil ditangkis. Membuat Rahardian menggeram kesal. Kakinya terangkat menendang Fariz yang langsung mundur beberapa langkah. Dengan cepat Rahardian mendekat lalu memukul Fariz kencang. Baru dua pukulan, Fariz langsung menarik kerah Rahardian lalu diangkatnya keatas sampai tubuh Rahardian menabrak tembok di belakangnya membuatnya meringis tertahan. Setelah itu Fariz memukul Rahardian tanpa ampun.

Saat Fariz ingin memukul lagi. Tiba-tiba tangannya ditahan. Ia pun lantas menoleh menatap Nadia yang menahan tangannya.

"Please, Riz. Kali ini aja."

Fariz pun langsung melepaskan tangannya pada kerah baju Rahardian. Menatap tajam orang yang sudah berhasil membuat Nadia memohon padanya.

Melihat Rahardian yang malah tersenyum smirk padanya membuat amarah Fariz kembali Naik pada bajingan didepannya. Dengan kekesalan yang luar biasa Fariz mendaratkan satu pukulan lagi pada wajah Rahardian didepannya.

"Fariz!!!"

"Sorry, that's the last one."

"Last one? Okey. Lo gak akan bisa ngelakuin ini lagi. Remember this"

"Gue tunggu."

                             🍂🍂🍂

Dengan udara malam yang dibilang cukup dingin. Nadia keluar dari balkon rumahnya. Masih ada bayangan kejadian tadi dalam otaknya seperti kaset rusak yang berputar terus menerus. Sejenak iris mata Nadia perlahan menutup merasakan angin yang menyapu lembut wajahnya. Kemudian membukanya kembali saat mendengar gedoran pintu kamarnya.

Kaki jenjang Nadia melangkah mendekat membuka pintunya yang langsung menampilkan Bi Inah dengan lap dapur tersampir di bahunya.

"Non, ada den ganteng di depan yang waktu itu pernah main ke rumah."

Kening Nadia langsung mengeryit mendengarnya. Pikirannya langsung tertuju pada cowok yang terus menerus berada di otaknya. Bisakah dia keluar sebentar dari pikirannya?

"Siapa Bi?"

"Ga tau Bibi mah Non. Pokoknya yang cakep itu loh Non. Tinggi trus idungnya mancung kayak perosotan trus juga putih bersih Non cuman ada lebam lebam gitu Non. Tapi Non matanya itu loh Non tajem banget mana bulu matanya lentik alisnya tebel trus ya-"

"Iya Bi iya, kalo gitu aku turun dulu ya."

"Hayuk atuh."

Langkah kaki Nadia menuruni tangga dengan perlahan. Memikirkan satu nama yang persis memiliki ciri-ciri yang disebutkan oleh Bi Inah. Siapa lagi kalau bukan cowok yang tadi sore membuat jantungnya berdetak Overlimit

My BadBoy Only One [slow Update]Where stories live. Discover now