41. Its Not Normal

12 1 0
                                    

Isabella menatap pantulan dirinya di depan cermin. Kemeja hitam dengan garis putih. Jeans berwarna putih. Rambut yang dibiarkan tergerai sampai bahu. Mukanya dibiarkan natural. Hanya lapisan bedak tipis yang melapisi wajahnya. Sedikit lipbalm melekat di bibirnya, supaya ia tidak terlihat terlalu pucat seperti kemarin.

Setelah selesai bercermin, ia keluar dari kamarnya. Ia melangkah gontai menuju sofanya. Ia menghempaskan bokongnya dengan malas pada sofanya. Dipejamkan matanya dengan tubuh bersandar pada sofanya.

Ia jadi tidak bersemangat untuk melakukan apapun semenjak kejadian semalam.

Entah mengapa pertemuannya dengan ibunda Dave malah membuatnya mempunyai firasat buruk.

Karena ia yakin, ibunda Dave bukanlah orang yang satu-satunya ada di dalam mobil.

Terlebih lagi, ia mengenali betul mobil yang ia lihat semalam. Mobil yang ditumpangi oleh ibunda Dave adalah mobil milik sahabatnya---Chelva.

Dan mungkinkah apa yang dilihatnya semalam itu berhubungan dengan hilangnya kabar Arvin?

Isabella menyambar ponselnya yang tergeletak diatas sofanya, tanpa banyak omong ia langsung menelepon Arvin. Barangkali, kali ini Arvin akan mengangkat teleponnya. Karena pasti Arvin sudah berada disekolahannya.

Nomor yang anda tuju tidak menjawab silakan coba beberapa saat lagi..

Isabella mendengus kesal. Ini adalah telepon ke enam kalinya yang diabaikan oleh Arvin. Tidak biasanya Arvin menghilang seperti ini.

Padahal tadinya Isabella mengira, tadi malam Arvin akan langsung meneleponnya begitu ia memberi kabar.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu berhasil membuat Isabella terlonjak kaget dari tempatnya. Semenjak kejadian Dave yang mengerjainya dirumah pohon, Isabella berubah menjadi sosok yang parnoan.

Dengan langkah gontai Isabella berjalan menuju pintu apartemennya yang berada di seberang. Namun sebelum menarik knopnya, Isabella sempat berharap supaya sosok dibalik pintu adalah Arvin atau Chelva. Yang pasti bukan Dave. Walaupun ia sangat ingin, pasti hal itu tidak akan terjadi.

Cekrek

"Good morning."

Nampak sosok Vano yang mengenakan sebuah kemeja berwarna hitam lengkap dengan dasinya. Jambulnya yang berwarna coklat pada pagi hari ini terlihat rapi. Tidak acak-acakan seperti semalam. Wajahnya juga bersih dan segar. Efek lumrah setelah mandi.

Namun Isabella merasa penampilan Vano yang sekarang berbeda dengan penampilannya yang semalam. Mungkin karena Vano akan pergi ke perusahaannya pagi hari ini.

"Eh--morning---"

"Kenapa? Kok muka lo gak santai sih?" tanya Vano pada Isabella yang menatapnya secara detail.

"Engg---engga kok. Gue pangling aja sama lo. Penampilan lo yang sekarang lebih keliatan berwibawa." Isabella menjedanya, "Eits jangan ngefly loh gue puji." lanjutnya sambil menatap geli pada Vano.

"Ekhm maaf aja, udah biasa dapet pujian sih gue. Jadi udah nggak kaget lagi." Vano menatap Isabella dengan geli karena ternyata mereka sama-sama mengenakan kemeja berwarna hitam. "Wow. Unexpected."

Isabella terkekeh sambil menatap kemeja yang ia kenakan, "Janji yang tidak terencana."

"Atau jodoh." ujar Vano sambil mengedikkan bahunya. "Bercanda sih. Jangan dibawa perasaan. Btw lo udah sarapan?"

Isabella tertawa singkat sambil menggelengkan kepalanya. "Gampang itu mah. Gue udah biasa makan di kantin."

"Jam mata kuliah pertama lo jam berapa?"

Uncontrollable FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang