31. Another Painful Fact

1.1K 63 10
                                    


"Semoga udah pada tidur."

Cekrek.

Pintu rumahnya terbuka—memperlihatkan pemandangan ibunya dan ayahnya yang sedang terduduk di sofa.

Dave menghela napas pasrah, karena pasti ia akan mendapat teguran dari ibunya. Teguran tentang dirinya yang menjaga Isabella di rumah sakit, karena ibunya sangat tidak menyetujui hubungannya dengan Isabella.

Baru saja melangkahkan kaki sekitar tiga langkah, ibunya sudah menegurnya dan menghujaninya dengan tatapan tajam.

"Sini kamu."

Dave merutuk dalam hatinya, ia tidak ingin bertengkar malam ini, ia sedang sangat lelah. Yang ia inginkan saat ini adalah untuk segera tidur.

Dengan langkah gontai, ia melangkah menuju sofa, kemudian ia menghempaskan bokongnya pada sofanya dengan pasrah.

"Mamah minta, seusai perempuan gak jelas itu keluar dari rumah sakit, kamu jangan berhubungan lagi sama dia. Karena pertunangan kamu sama Lala akan dipercepat."

Napas Dave tercekat.

Dave melotot ke arah ibunya. Ia menatap ibunya tidak percaya. Pertunangannya dengan Lala akan dipercepat? Tidak, itu semua tidak bisa dibiarkan.

Andaikan ibunya tau jika Lala sudah mengikhlaskan hubungan mereka.

Sebaiknya ia memang benar-benar harus berbicara tentang semuanya dengan ayahnya, sesuai dengan kata-kata Arvin, mungkin saja ayahnya bisa membujuk ibunya supaya membatalkan perjodohan tersebut.

"Mamah kira, kamu udah mau serius sama Lala. Tapi nyatanya..." Ibunya mendengus, "Mamah gak mau tau, kamu harus bisa jauhin perempuan gak jelas itu."

"Ada baiknya kamu gak terlalu menekan Dave, mah." bela ayahnya.

"Dia punya nama. Nama dia Isabella. Mamah gak tau semua tentang dia, mamah baru liat dia sekali, itu pun sekilas, jangan asal nilai dia sebagai perempuan gak jelas, karna mamah belum kenal dia." ucap Dave dengan nada sarkasme.

Mendadak bola mata ibunya yang besar itu melotot, mama nya terkejut. Sementara papa nya, ia menajamkan tatapannya pada Dave, seperti orang yang penasaran akan sesuatu.

"Siapa nama dia?" ucap ibunya seraya menegakkan posisi duduknya.

"Isabella."

Untuk yang kedua kalinya, bola mata ibunya melotot, seperti ingin keluar dari tempatnya. Mama nya menarik-narik pergelangan tangan ayahnya, sehingga membuat si empunya menengok, "Pah?!"

"Nama Isabella banyak kali, Ma." potong ayahnya dengan santai.

Dave mengernyitkan dahinya ketika melihat ibunya yang terlihat parno dengan nama Isabella, ia bertanya dalam hatinya, sebenarnya ada apa lagi?

"Udah, Dave mending sekarang kamu tidur gih, papah tau kamu lagi capek."

Dave hanya mengangguk singkat kemudian beranjak dari sofanya, berjalan menuju tangga akses menuju kamarnya.

Tersisalah sang ibu dan ayah di ruangan keluarga tersebut, mereka masih bertatapan dengan tatapan cemas, seperti sedang mencemaskan sesuatu.

"Kok aku mendadak punya firasat buruk sama Isabella ya, pah?"

"Nama Isabella gak cuma satu kali Ma, nama Isabella itu banyak."

"Tapi gimana kalo Isabella yang Dave maksud itu an—"

"Udahlah mah, papah lagi capek. Males ngomongin hal ini. Papah percaya semua itu nggak akan terjadi. Emangnya bumi sesempit itu."

Keduanya pun kembali pada posisi masing-masing, ibunya kembali memainkan ponselnya dan ayahnya kembali membaca laporan-laporan dari perusahaannya. Mereka bertingkah seakan-akan tidak memikirkan sesuatu.

Uncontrollable FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang