23. Isi hati Arvin

679 66 6
                                    

Warning : ini part belum di edit. Jadi kalau ada banyak typo + kata asing yg blm pake italic, harap maklum:)

***

Hanya sebuah laptop, secangkir coklat panas, dan semilir angin yang menemani Dave pagi hari ini. Sungguh, minggu pagi yang sangat berkesan.

Dave menatap orang-orang yang berlalu lalang dengan kendaraannya dari atas balkon rumahnya. Sesekali ia melirik anak-anak kecil yang sedang bermain badminton. Jika dilihat dari atas balkonnya, semua orang punya aktivitas yang bermanfaat. Kecuali dirinya, yang hanya mampu menatap layar laptop di pangkuannya.

Paling-paling yang akan ia lakukan beberapa menit mendatang hanyalah memainkan dota 2, csgo, gta, atau game sejenisnya. Karena untuk sekarang, ia ingin menikmati udara segar untuk beberapa menit, menatap dedaunan yang sedang menari sembari menghilangkan penatnya.

Sayangnya semua ketenangan itu tidak berlangsung lama, karena Arvin datang dan menghancurkan segalanya.

Kedatangan Arvin yang bersiul-siul sambil menyisir rambutnya dengan jari-jarinya membuat Dave bergidik jijik. Gaya Arvin sangat tengil.

"Mau kemana lo?" tanya Dave pada Arvin yang sudah rapih mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna campuran hitam abu-abu, rambutnya yang sudah klimis, dan semerbak bau parfum mengelilingi tubuhnya.

"Jalan lah. Emangnya elo."

"Gue doain gak jadi baru tau rasa lo."

"Jomblo diharap terima nasib."

"Udah sana lo ah, ganggu aja!" usir Dave sambil menendang kaki Arvin.

"Weh di usir sama jomblo."

"Masih mending jomblo, daripada digantungin kayak lo." ucap Dave dengan nada sarkas.

"Anjing lo bang." Arvin menyikut Dave, "Eh---kok lo gak jalan sama cewek lo sih bang?"

"Tadi pagi udah gue ajak. Tapi ternyata dia udah ada janji sama temennya. Telat start gue." ucap Dave dengan nada pasrah.

"Ck. Sabar da hirup mah peurih." ejek Arvin sambil berdecak.

"Bacot. Udah buruan pergi lo sana."

"Iya elah ini juga mau keluar, sensi amat si lu." Arvin beranjak bangun dari kursinya, "Bye jomblo, happy sunday mblo!" pekik Arvin sebelum meninggalkan Dave.

***

Jenuh, jenuh, jenuh.

Bagaimana tidak?

Dave menghabiskan tiga jam waktunya hanya dengan menonton acara televisi. Lagi-lagi ia melirik jam yang menempel di dinding kamarnya, waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang.

Tok

Tok

Tok

Suara ketukan pintu. Dave tak tahu harus bersyukur atau menganggapnya sebagai bencana. Karena peluangnya 50:50.

"Den tolong ke bawah kata ibu...ada tamu spesial..."

Sepertinya bencana.

Karena bagi Dave, setiap tamu yang datang ke rumah tidak pernah spesial, kecuali keluarga tante Diana

Lantas Dave langsung turun dari ranjangnya. Lalu membuka pintu kamarnya, dan ia mendapati Bi Aminah sedang berdiri di depan pintu kamarnya dengan ekspresi wajah yang kikuk.

"Siapa tamunya Bi?"

"Bibi kurang tau. Yang bibi liat, tamunya perempuan. Oiya Den, kok tadi ibu nyebut nama aden jadi Rio ya?" ucap Bi Aminah, salah satu pembantu rumah mereka yang memanggil Dave dengan sebutan 'Raden' atau disingkat menjadi Den.

Uncontrollable FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang