33. Manis Pahit (repost)

125 11 1
                                    

Isabella menatap resah dosen bahasa inggris yang berada di kelasnya, ia merutuk kesal dalam batinnya, kenapa dosennya belum juga keluar dari kelasnya, padahal waktu mengajarnya sudah selesai dari lima belas menit yang lalu. Lagipula sang dosen tidak memberitahukan adanya jam tambahan, berarti seharusnya ia sudah keluar kelas sejak tadi.

Sebenarnya Isabella gemar belajar bahasa inggris, namun tidak untuk hari ini. Karena rencananya setelah jam mata kuliah bahasa inggris hari ini selesai, Isabella akan menemui Dave ke rumah pohonnya, sebab tadi pagi saat ia bertanya pada Chelva, Chelva memberitahu jika Dave tidak masuk kuliah hari ini. Jadi dugaan pertama Isabella adalah; Dave ada dirumah pohonnya.

Walaupun sejujurnya dalam hati Isabella yakin pasti Dave akan mengusirnya. Namun Isabella akan tetap memperjuangkan Dave, ia akan terus mengejar Dave hingga Dave memberitahu apa alasan logis Dave menyudahi hubungan mereka secara tiba-tiba.

Setelah sepuluh menit berlalu, Isabella bersorak ketika melihat dosennya pamit undur diri. Isabella pun merapikan buku-bukunya dan alat tulisnya ke dalam tasnya.

Isabella menghela napas lega saat melirik arloji yang melekat di tangannya, untung saja waktu belum terlalu siang, masih pukul satu lewat dua puluh menit.

***

Arvin menatap sinis mamanya yang sedang duduk di hadapannya. Arvin masih mencoba menetralkan emosinya.

Sejak kepulangan Arvin dari sekolah, suasana berubah jadi mencekam karena Arvin yang marah mencak-mencak kepada mamanya, Arvin tidak terima atas perlakuan mamanya pada Dave yang membuat Dave kabur dari rumah.

Memang sebenarnya sejak kemarin, Arvin sangat ingin meluapkan emosinya pada orang tuanya yang sudah keterlaluan itu, namun ia masih berusaha menahannya karena ia pikir abangnya akan kembali ke rumah dengan cepat.

Bayangkan saja, Dave hanya membawa motornya. Dompet dan ponselnya ditinggalkan dikamarnya, lantas hal itu membuat Arvin semakin khawatir. Ditambah lagi, saat ia menghubungi Isabella untuk menanyakan abangnya, Isabella malah susah dihubungi.

Arvin sudah mendengar cerita dari ayahnya, perihal masalah yang membuat Dave pergi dari rumah, Arvin sudah mengetahui bahwa dirinya dan Dave ialah saudara beda ayah, namun walau begitu Arvin masih tetap menyayangi Dave.

"Kalo sampe malem ini abang belom pulang, Arvin gak akan tidur dirumah. Arvin bakalan pergi cari bang Dave."

"Kenapa sih kamu terlalu lebay sama abang kamu?! Umur dia udah 18 tahun! Dia udah dewasa! Dia bisa jaga diri dia sendiri!" bentak mamanya dengan volume suara yang tak kalah tingginya.

"Ma, bang Dave emang bisa jaga diri. Tapi masalahnya, mamah liat dong, dompet dia aja ada di kamar dia dan semua uang dia ada di dompet itu, gimana cara bang Dave makan kalo dia gak pegang uang sama sekali? Sedangkan dia udah dua hari keluar rumah!"

"Ya mungkin dia nginep dirumah ceweknya yang gak jelas itu. Lagian dia juga punya otak, pasti dia bakal cari cara buat bertahan hidup, mana mungkin dia mati karna kelaparan. Kenapa kamu harus sepanik ini dan bela-belain bentak mamah cuma karna dia?" ujar ibunya yang terdengar santai tapi nyatanya sangat menohok hati Arvin.

"Dari dulu mamah emang gak pernah berubah. Semoga mamah nggak nyesel kalo terjadi sesuatu sama bang Dave." Arvin bangkit dari sofanya, "Maaf kalo mamah ngerasa udah dibentak sama Arvin, sebenernya Arvin nggak bermaksud."

"Iya-iya, biasain jangan terlalu berlebihan sama abang kamu itu. Tenang aja, dia itu udah dewasa." Mamanya menjeda ketika melihat Arvin mengambil kunci mobilnya yang berada di meja, "Mau kemana—ck, nyari abang kamu?" ujar ibunya sambil memutar bola matanya malas.

Arvin mengangguk singkat, kemudian meninggalkan mamanya yang masih terduduk di sofa. Tanpa Arvin sadari, perkataannya hampir berhasil menyadarkan mamanya.

Uncontrollable FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang