21- Jaket

154 19 30
                                    

PERHATIAN!

Gue nggak tau cerita ini mau gue lanjut atau gue unpublish? Jika kalian mau cerita ini lanjut maka voment lah.
.
.
.

°•○●●••○○● HAPPY READING!!°••○○○●●•°
.
.
.

Gue berdiri di sebuah rumah besar bercat putih. Tangan gue bergerak mengeluarkan ponsel dari dalam tas. Gue menekan beberapa nomor, menelepon seseorang. Tak lama kemudian ada jawaban dari ujung sana.

"Halo?"

"Gue baru denger kewarasan dari seorang Rayen."

"Hah?"

"Tumben amat pake kata sapaan, 'halo?'
Biasanya lo kan langsung hobi nyerocos tanpa basa-basi; halo, hai, annyeonghaseyo, konnichiwa."

"Gue baik lo sewot, gue galak lo tambah sewot. Mau lo apa?"

Gue menghembuskan napas, iya si, mau lo galak atau mau lo baik juga gue always sewot sama lo. Gela gue sama lo.

"Cepet keluar atau tas lo gue buang ke sungai ciliwung!"

Gue mendengar Rayen berdecak dari ujung sana, "Iya gue keluar sekarang!"

"SIP!" Gue mengacungkan ibu jari ke udara.

Setelahnya mematikan telepon dan menunggu setengah menit sampai seorang laki-laki bercelana jeans dan berbaju putih berjaket keluar dari sana.

"Ini tas lo! Jangan ditinggal-tinggal lagi. Ogah gue nganter ke sini lagi!" Gue melempas tas kepada Rayen setelah lelaki itu membuka gerbang depan rumahnya. Rayen dengan sigap menangkap tasnya.

"Nggak lo buka-bukakan isinya?"

"Emang ada apa di dalamnya?"

Harusnya tadi, gue buka dulu tasnya tapi, ancaman Rayen membuat gue mengurungkan niat. Serem si tapikan jadi penasaran gini.

"Lo nggak perlu tau."

"Lo beneran nggak nyimpen bom di tas lo kan? Soalnya tuh tas berat banget!"

"Kalau misal di dalam sini ada bom lo nggak mungkin bisa berdiri di depan gue."

Gue menangguk setuju, bener juga si. Terus isinya apa?

"Terus ada hal lain yang masih perlu untuk disampaikan?"

Gue mengernyit, "Hah?"

"Lo mau di sini aja terus nggak mau pulang?"

Pengin gue gaplok itu dia punya mulut beneran. Gue langsung diusir pulang. Nggak ada terima kasihnya! Seharusnya sebagai cowok yang baik hati, solan satun, penyayang,  harusnya bukan kata itu yang keluar melainkan,

'Makasih ya udah dianterin. Ini udah malam mau gue anterin nggak? Takut lo kenapa-napa di jalan.'

Tapi, tentu saja kata-kata seperti itu tidak pernah akan diucapkan oleh seorang laki-laki seperti Rayen.

"Iya, ini gue mau balik kok! Udah sana masuk!"

Rayen membalikkan tubuh masuk ke dalam halaman rumahnya dan mengunci pagarnya kembali.

Gue menatap ke langit malam, udara semakin dingin. Gue merutuki diri sendiri karena tidak mengenakan jaket. Memeluk tubuh dengan kedua tangan.

Gue berjalan menuju halte bus tak jauh dari rumah Rayen. Gue nggak naik mobil sendiri hari ini karena pak supir baru balik pulang kampung. Kasian masih cape. Juga nggak pake taksi online atau go-jek karena emang gue lebih suka naik kenadaraan umum daripada naik taksi.

ATTENDANTWhere stories live. Discover now