10- Hukuman

568 224 215
                                    

Gue bertanya-tanya, sebenarnya apa salah gue di masa lalu? Sehingga gue harus di hukum seperti ini?

Dan gue nggak pernah mengira kalau menjatuhkan hape seseorang sampai pecah akan berakibat fatal seperti ini.  Gue harap kalian jangan coba-coba, baik itu sengaja ataupun tidak menjatuhkan hape seseorang. Karena akibatnya akan berbahaya.

Yang lebih penting dari itu semua adalah jangan macam-macam dengan Rayen kalau nggak mau bernasib sama kaya gue. Gue aja heran ada makhluk kayak dia di dunia ini. Makhluk jenis apa sebenarnya dia?

Gue membaca surat perjanjian yang telah di tulis oleh Rayen. Kesan pertama yang gue lihat adalah GUE NGGAK TAU ITU TULISAN ATAU CAKAR AYAM? SEBELAS DUA BELAS SAMA TULISAN DOKTER.

"Gue nggak bisa baca tulisan lo yang udah mirip tulisan dokter." Kata gue menyerahkan selembar kertas kepada Rayen. "Coba lo aja yang baca."

"Lo menghina tulisan gue?" Rayen menatap gue sangar, seakan-akan gue itu musuh buatnya.

IYA DIA INI EMANG MUSUH GUE! PENGIN GUE MUSNAHIN DARI DUNIA INI!

"Nggak menghina, kan itu kenyataan."

Rayen tidak menjawab lagi dan mulai membacakan surat perjanjian yang telah ditulisnya itu.

Gue mendengarkan secara seksama. Rayen menyebutkan pihak pertama dan pihak kedua yang terlibat. Bentar. Sebentar. Kok itu jigong anoa bisa tau tanggal lahir sama alamat rumah gue? Dari mana? Perasaan gue nggak pernah kasih tau.

"Tau darimana tanggal lahir sama alamat gue?" Gue memotong omongan Rayen. Membuat Rayen mengalihkan pandangan dari kertas ke arah gue.

"Kenapa? Kaget?"

"Perasaan gue nggak pernah deh ngasih tau ke elo, darimana lo tau?"

Ini si Rayen dapat darimana coba? Mencurigakan sekali.

"Gue emang tau semuanya, nggak kaya lo! Sorry aja ya, setelah hape gue lo pecahin mana bisa gue tinggal diam gitu aja. Gue udah menyelidiki identitas lo. Buat mengetahui tanggal lahir sama alamat rumah lo itu gampang kok. Gue juga tau siapa nama orang tua lo, kapan tanggal lahirnya, apa pekerjaannya, sampai nilai lo di sekolah dan berapa kredit point yang telah lo kumpulin sampai kelas dua ini. Semuanya gue tau. Gue peringatin lo nggak usah cari masalah lagi sama gue. Cukup diam dan turutin aja semua perintah gue."

Gue menelan saliva secara kasar. Memandangi Rayen dengan sedikit rasa takut. Sebenernya darimana itu anak tau?

"Makannya jangan pernah berani-berani sama gue kalau nggak mau privasi lo terbongkar di depan umum." Katanya mengancam. Gue hanya ngangguk-angguk. Antara takut dan bingung.

Rayen lanjut membacakan surat perjanjian. Gue oke-oke aja sampai nomer satu. Tapi pas Rayen membacakan nomer kedua Ya Alloh syaratnya bikin gue pengin dorong Rayen dari lantai sepuluh.

Gue menggembrak meja, membuat Rayen tersentak dan  berhenti membaca, "Apa-apaan lo?! Syaratnya ganti jangan begitu!"

Rayen menghela napas, "Di sini yang bos siapa yang babu siapa? Terserah bosnya kan? Babu mah ngikut aja!" Rayen mengatakan begitu dengan santainya.

Gue ternganga kaget, tidak bisa berkata-kata. Tidak percaya kalau ada manusia macam Rayen yang hidup di dunia ini. Itu anak sekata-kata aja kalau ngomong. Pengin gue cekik sampai mati.

Akhirnya dengan terpaksa gue tanda tangani surat perjanjian itu.

***

"Lo jadi babu gue mulai senin besok ngerti?!"

Gue tidak menyahut, terlalu kesal padanya.

"Ngerti nggak?" Tanya Rayen sekali lagi.

Dikira gue budeg apa? Nggak usah di tanya dua kali gue tahu dan denger cuma nggak mau jawab pertanyaan lo aja.

"Sekarang gue mau bahas soal hukuman lo, karena lo telat!" Kata Rayen tegas.

Yaelah mang, lo mau bikin hari minggu gue sengsara hah? Udah bikin surat perjanjian semena-mena sekarang malah mau ngasih gue hukuman.







Sebegitu besarkan resiko ketidaksengajaan pecahin hape orang?











INI BARU TIDAK SENGAJA YA. LAH KALAU YANG SENGAJA SI GIMANA? MEMBAYANGKANNYA SAJA GUE MERINDING!




"Lo mau ngehukum gue kayak gimana lagi? Gue udah jadi babu lo itu aja udah kayak hukuman berat bagi hidup gue." Kata gue terang-terangan. Bodo amat. Kepala gue udah pusing.

"Kalau nggak mau, ya bayar dua puluh juta!"

Tolong nggak usah ngingetin gue tentang itu, gue enek dengernya. Dada gue sesak dan kepala gue terasa berat bila mengingatnya.

"Iya udah apa hukumannya? Cepetan gue mau pulang." Kata gue ketus.

Rayen mendecak kecil, "Lo belum boleh pulang tanpa seizin gue."

LAH?! SIAPA LO?! KENAPA GUE HARUS IZIN SEGALA KE LO?!

Ini beneran gue mau banting meja sama kursi ya yang ada di sini. Kepala gue bener-bener udah mendidih sekarang.

"Kok lo ngatur?"

"Gue bosnya. Inget." Dengan santainya Rayen berkata begitu.

OH HALLO?! GUE JADI BABU LO MULAI BESOK YA BUKAN SEKARANG!

"Au ah. Udah cepetan apa hukumannya biar gue cepet keluar dari sini."

Gue mau cepet-cepet pulang sekarang!

Rayen tiba-tiba mendekat ke arah gue, gue membuang muka, pura-pura melihat ke arah bunga mawar yang berada di pojokan halaman. Kepala Rayen berada tepat di samping telinga gue. Kemudian ia berbisik.













"Hukumannya adalah besok saat berangkat sekolah lo harus guling-gulingan di lapangan!"












MATI AJA LO SANA!! DASAR TITISAN RAHWANA!




***

a/n :

Waktu gue nulis ini, kepala gue bener-bener mendidih pengin tantang Rayen. Apalagi si Joy nya ya?

"Siapa lo hah? Ganteng juga kagak! Sini maju!"

Tapi apalah daya gue, karena Rayen adalah center cerita ini.

Yang baik, jangan lupa follow ig author ya. Follback tinggal DM.

Next?

°•○●●○•°°•○●●○•°°•○●●○•°°•○●●○•°°•○●

ATTENDANTWhere stories live. Discover now