20- Tas

180 24 24
                                    


"Udah pulang sana!" Usir gue ketika Rayen telah selesai makan. "Entar tuh ikan tongkol jadi basi lo malah yang diomelin sama mama lo."

"Wo iya, gue lupa! Duh, gimana nih? Hadeh, ngapa lo nggak ngomong si dari tadi!?!" Rayen bingung sendiri, ia malah mondar-mandir ke sana ke mari sambil memijat pelipisnya.

"Kan gue udah dari tadi nyuruh lo pulang oneng! Lo-nya aja yang ngebet pengin makan di rumah gue, emangnya di rumah lo nggak ada makanan?!"

Rayen terbungkam dan menghentikan langkahnya, ia menatap gue sambil meringis, "Hehehe, soalnya gue lapar, lagi pula kalau di rumah nggak ada teman makan."

"Ya udah sana pulang gih! Lo mau di usir dari rumah karena kucing kesayangan mama lo kelaparan?"

"Iya-iya gue pulang sekarang." Rayen berbalik dan mengambil tiga kantung plastik berisi ikan tongkol yang berhasil ia borong semuanya.

Gue mengantarnya sampai ke pintu depan rumah gue. Reyen melangkah masuk ke dalam mobilnya, ia membuka sedikit kaca depan mobilnya. "Oh iya, sampaikan salam gue ke mama lo. Gue pamit pulang." Gue mengangguk dan Rayen dengan segera kembali menutup kaca depan mobilnya.  Dan dengan segera mobil itu langsung melaju di jalanan.

Yes! Akhirnya gue berhasil mengusir cowok rese itu keluar dari rumah gue.

Gue berjingkrakan sambil bernyanyi-nyanyi riang saat masuk kembali ke dalam rumah.

"Loh temanmu yang itu ke mana?" Tanya mama selepas dari dapur.

"Uhm itu ma, baru aja pulang."

"Loh kok nggak pamit sama mama." Kata mama sedih.

Gue menggaruk-garuk kepala gue yang tidak gatal, jadi nggak enak sama mama. Dan bingung mau jawab apa. "Tadi buru-buru soalnya, ma." 

Mama mengangguk mengerti, kemudian pergi ke ruang keluarga untuk menonton televisi.

Gue naik ke kamar, merebahkan diri sejenak di kasur. Hari ini terasa sangat melelahkan, ditambah lagi dengan hadirnya Rayen yang membuatnya jadi tambah nelangsa.

Baru setengah jam setelah Rayen meninggalkan rumah gue, ia kembali mengirimi gue pesan. Sungguh, orang yang tidak mau melihat gue istirahat dengan tenang tanpa diganggu oleh kehadirannya

Rayen

Oh, iya tadi gue lupa tas sekolah gue ketinggalan di rumah lo.

Joy

Teroosss?!

Rayen

Ya bawain ke rumah lah, pake nanya lagi.

Joy

Lah lo yang ninggalin tas lo di sini ngapa gue yang kudu ngantar?

Rayen

Lo kan babu. Ya kudu nurut sama majikan.

Joy

Males lah, gue rehat jadi babu bolehkan?


Rayen

Nggak ada rehat-rehatan. Gue tunggu di rumah. Cepetan!

Joy

Lah dasar majikan galak


Rayen

Bodo amat.

Oh, iya jangan berani-berani buka isi tas gue! Kalau ketahuan lo gue geprek!

Joy

Ih, emang di dalam tas lo ada apa? Apa jangan-jangan lo itu pemasok narkotika?

Rayen

Sembarangan aja kalau ngomong! Gue nggak minat sama yang kayak gituan. Dosa.

Joy

Oh, lo tau dosa juga?

Rayen

Tau lah. Gue bahkan tau kalau dosa lo udah banyak banget ke gue.

Joy

Nggak kebalik tuh?

Rayen

Ya jelas kagak lah.

Joy

Masa?!

Rayen

Udah cepet antar tas gue buruan!

Joy

Iye-iye.

Dengan ogah-ogahan akhirnya gue bangun dan berjalan ke kamar mandi. Setelah selesai mandi gue turun dan mengambil tas Rayen yang tergeletak di ruang tamu. Tidak lupa gue juga berpamitan ke mama.

"Ma, Joy ke rumah Rayen dulu ya." Pamit gue kepada mama yang sedang menonton sinetron berjudul azab.

"Lah kan tadi dia baru aja ke sini."

"Iya ma tapi, tasnya ketinggalan di sini jadi, mau Joy anterin ke rumahnya. Nggak lama kok ma."

Mama tiba-tiba sesegukan sambil menangis, ia bahkan sampai mengelapnya dengan tisu yang tersedia di meja. Gue jadi merasa tidak enak pamit main ke rumah orang malam-malam begini. Bahkan sampai membuat mama menangis.

"Kalau mama nggak ngebolehin Joy pergi sekarang nggak papa kok, ma. Joy bisa antar besok waktu sekolah. Nggak usah sampai nangis gitu, ma."

Mama kembali mengelap air matanya dengan tisu, "Pergi aja nggak papa kok."

"Tapi, mama nangis kaya gitu. Besok aja Joy anterin di sekolah aja."

"Mama nggak nangis karena itu tapi, karena film ini kasian banget tokoh utamanya. Sampai difitnah kayak gitu."

Gue nggak tau mau kesal atau nggak. Gue kira mama nangis karena gue, ternyata karena nonton sinetron. Gue hanya menghela napas kasar kemudian melangkah pergi meninggalkan mama. Tapi, baru beberapa langkah mama kembali bertanya.

"Kamu sama Rayen itu pacaran ya?"

Gue langsung menghentikan langkah gue dan memutar tubuh gue 360 derajat menghadap ke arah mama.

"Pacaran darimana? Orang kaya dia itu jadi daftar orang terakhir untuk dijadikan pacar. Kayak nggak ada laki-laki lain yang lebih bagusan. Kalaupun nggak ada yang lebih bagusan Joy nggak mau juga jadi pacarnya mending menjomlo daripada sama dia."

"Jangan ngomong gitu, nanti beneran jadi pacar baru tau rasa."

"Udahlah ma jangan ngomong yang aneh-aneh. Joy berangkat dulu, dah." Gue melangkah pergi meninggalkan mama yang malah tersenyum-senyum sendiri.








***

a/n :

Wellcome back to my story! Setelah lama nggak update.

Maafkeun gue :(((

Lama update ya? Sorry :(((

Kangen nggak? Nggak ya? Ya udah cuma tanya. Soalnya nggak ada yang nanyain kapan update:(( ya udah:v

Next besok mau cepet atau nggak?

Dahlah males yang vote sama komen makin lama makin menipis. Sinder aja teroooosssss.

Bai bai....

ATTENDANTDove le storie prendono vita. Scoprilo ora