17- PR Fisika

247 44 30
                                    

"Ngapain lo pagi-pagi kayak gini di depan rumah gue?!" Tanya gue begitu keluar dari rumah. 

Rayen sedang duduk manis sambil main game online di teras depan rumah.

"Oh, gue tahu sekarang lo ngrasa bersalahkan sebab ninggalin gue gitu aja kemarin malam?" Tanya gue sekali lagi. Kejadian kemarin benar-benar membuat gue kesal dan marah luar biasa padanya. Untung saja tidak ada yang menculik gue kemarin. "Jadi sekarang lo mau minta maaf gitu? Tapi, sayangnya nggak ada kata maaf dari gue. Atau karena sekarang lo merasa bersalah jadi lo alih profesi jadi sopir gue? Kalau gitu si gue setuju."

Rayen memasukan hp nya ke saku, berdiri dan menghadap ke arah gue, "Udah ngomongnya? Apa mau dilanjut?" Gue mengernyit, dirasa tidak ada jawaban dari gue Rayen kembali meneruskan perkataannya,
"Satu hal yang pasti, lo nggak usah sok tau!"

"Terus lo ke sini tuh mau ngapain bambank?!"

"Hal pertama, harusnya lo yang jemput gue karena lo itu babu gue. Tapi, karena gue masih punya perasaan jadi nggak usah, gue tau lo pasti baru bangun jam seginikan?"

"Kalau gue baru bangun kenapa gue udah pake seragam kayak gini?"

"Mungkin lo tidur pake seragam."

"Ngaco!"

"Yang kedua, gue ke sini karena gue mau ngasih tugas sama lo!"

Gue mengernyitkan dahi, "Sepagi ini?"

Wah, hebat banget tuh anak, baru jam enam lebih dua menit udah kasih tugas aja.

"Menurut lo?!"

"Sekolah aja belum mulai udah di kasih tugas aja" kata gue sarkas.

"Well, gue tinggal jalan ke dalam kasih kertas bermaterai itu dan bilang semuanya ke bokap nyokap lo. Gampang!"

Mata gue melotot merah padam pada Rayen, "SIALAN!"

"Gue punya PR dan itu buat jam pertama jadi selesaikan itu dan gue ambil waktu mau masuk. Harus sudah selesai."

Males banget yakin gue, PR gue aja belum gue kerjain, masa gue kudu ngerjain punya dia yang benar saja. Kenapa juga nggak nyontek teman dia aja, kenapa malah nyuruh gue yang ngerjain? Somplak emang.

"Pelajaran apa?" Tanya gue ketus.

"Fisika, 50 nomer essay." Katanya santai.

Mata gue membulat seketika, "Gila lo! Mana selesai!"

"Gue nggak mau tau! Yang mau gue tahu nanti sebelum jam pertama di mulai itu harus selesai dan udah di meja kelas gue!"

***

"Ngapain lo ngerjain soal fisika? Waras lo?" Tanya Erin saat baru sampai dan duduk di samping gue.

"Sory, tapi gue waras tiap hari." Jawab gue sekenanya, masih sibuk dengan rumus-rumus super mumet yang entah berantah siapa penciptanya.

"Gue kira hari ini kelas kita nggak ada pelajaran fisika dan gue yakin kita nggak ada PR pelajaran fisika."

Gue berhenti menulis dan memandang Erin, "Hm, emang."

"Terus itu punya siapa?" Tanya Erin penasaran. Tanganya hendak meraih buku milik Rayen, mencari tau kebenaran dari apa yang sedang gue kerjakan. Sayangnya tangan gue lebih gesit dari dia. Tangan gue langsung mengambil buku itu lebih dulu dan menjauhkannya dari Erin.

"Ehm, lo nggak ke ruang osis? Katanya mau ngambil sesuatu kemarin." Kata gue mengalihkan perhatian.

"Oh iya, gue lupa! Ya udah ya Joy duluan!" Katanya sambil berlari meninggalkan kelas.

Gue menghela napas lega, syukurlah. Gue melirik jam yang tergantung di dinding belakang. Pukul 06.47 dan masih ada 36 soal tersisa yang belum rampung gue selesaikan.

Lah, bodo amat!

Gue pergi ke kelas Rayen pukul 06.55 dan soal yang belum gue kerjakan terhitung ada 30 soal. Otak gue udah cukup di peras pagi-pagi begini dengan PR itu.

Gue sampai ke kelas Rayen, 11 IPA 1 tapi, gue nggak tau dia duduk di deretan mana dan gue nggak kenal siapapun anak kelas 11 IPA 1 kecuali Ibrahim Putra Manggala yang sekarang gue yakin sedang berada di kamar mandi. Karena gue tau persis dia selalu ke kamar mandi mepet jam masuk karena always dapat panggilan alam yang tidak bisa dia tolak dan tahan.

Alhasil gue bertanya kepada orang yang sedang duduk di bangku panjang depan kelas 11 IPA 1.

"Permisi, mau tanya Rayennya ada?" Tanya gue kepada seorang laki-laki yang sedang duduk. Bukannya menjawab laki-laki itu malah mengerutkan keningnya dan memandang kepada teman di sebelahnya.

"Permisi?" Kata gue sekali lagi.

"Ada urusan apa lo sama dia?" Tanyanya dengan suara pelan.

"Hah?"

"Lo sama dia ada urusan apa?" Tanyanya sekali lagi tapi kali ini yang bertanya adalah teman sebelahnya.

"Nggak ada urusan apa-apa cuma mau ngasih buku ini aja." Jawab gue jujur sambil mengacungkan buku fisika milik Rayen yang sendari tadi gue pegang.

"Lo nggak lagi cari ribut sama dia kan?" Tanya dia lagi. Gue mengerutkan kening. Sebenernya si udah dari kemarin-kemarin gue ribut sama dia tapi, nggak mungkin kan gue bilang ke dia? Makanya gue hanya menggelang sekenanya.

Anak laki-laki itu mengangguk-angguk, "Lebih baik lo jangan pernah berurusan sama dia."

Iya, gue emang harusnya nggak pernah ketemu sama dia.

Gue mengangguk, "Jadi, Rayennya ada di kelas?"

"Nggak, dia lagi pergi tadi."

Lah ngapa lo nggak ngomong dari tadi? Ngapa lo malah nanya hal kayak gitu? Kalau bilang nggak ada dari tadi kan gue udah balik ke kalas bambank!

"Yaudah nih, gue titip sama lo pada aja ya. Udah mau masuk nih bay!" Gue menyerahkan buku fisika milik Rayen ke dua anak laki-laki yang sedang duduk itu kemudian berjalan pergi ke kelas meninggalkan mereka yang sedang menatap penuh heran dan lemah memandangi gue yang mulai berjalan jauh.





***

a/n :

Hallo! How are you?

Sebenernya gue belum mau up part ini karena gue masih pusing mikirin tugas akhir tapi, karena gue nggak mau kalian nunggu terlalu lama, so, yah inilah. 

Dan sebelumnya, gue juga mau ganti judul cerita ini mungkin judul yang lama terasa kurang cocok dengan isi cerita ini jadi gue ganti.

Please nikmati setiap bagian cerita ini dan tolong apresiasinya. Vote and comment kalian menentukan update- an part selanjutnya. 

See you next part and have a nice day!!

ATTENDANTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang