14- Kado

429 110 91
                                    

"Cepet mau ngomong apa?" Tanya gue sarkas kepada Rayen begitu sampai ke rooftop dan menemui Rayen yang sedang duduk dan bermain game.

Rayen menghentikan permainannya dan mendongak, "Sopan sedikit dong sama majikan."

Gue hanya mendecak kemudian memasang muka kesal kepadanya.

"Apa? Kalau nggak ada yang perlu gue mau balik!" Gue membalikan badan dan langsung dicegat oleh Rayen.

"Bentar dulu." Cegatnya. Gue melirik Rayen dengan malas, mau apa lagi sebenernya ini anak? Dia udah cukup bikin gue kesal hari ini.


"Nanti sehabis pulang sekolah lo harus tunggu gue di parkiran, hari ini lo harus nemenin gue buat beli barang."

Apa katanya tadi? Gue harus nemenin dia sepulang sekolah? Males banget yakin.

Gue baru mau membuka suara untuk menolak tapi Rayen langsung melanjutkan, "Ini perintah dan lo harus mau. Itu tertulis di surat perjanjian."

Gue memutar bola mata, sebal.  Gue mau bakar aja tuh surat perjanjian.

Kartu AS Rayen buat gue nggak bisa apa-apa lagi. Surat Perjanjian itu pengin gue lempar sampai ke Uranus atau mau gue masukin aja ke lubang hitam.

Gue males aja udah cape-cape pulang sekolah masih nungguin Rayen yang kagak keluar juga kek sekarang ini.

Gue rasa jarak antara kelasnya dan tempat parkir ini nggak sampai 10 menit juga dah nyampe. Tapi ini kok udah 45 menit nggak ada-ada, dia lupa di mana letak tempat parkir atau gimana?

Baiklah, gue tunggu sampai 10 menit lagi. Kalau nggak nyampe-nyampe, bodo amat mau gue dimarahin, dihukum lagi gue mau pulang. Diriku ini kangen rebahan.

Pas mau balik aja, batang hidung Rayen baru kelihatan. Kesel bangetkan?

"Nggak usah pake basa-basi. Tinggal ngomong aja. Gue mau pulang!" Kata gue sarkas saat Rayen baru tiba di depan gue.

"Siapa juga yang minat basa-basi sama lo? Nggak guna juga." Katanya menimpali.

Gue tidak menghiraukan omongan Rayen, "Ngapain lo nyuruh gue ke sini?" Tanya juga langsung pada intinya.

Rayen berdiam cukup lama sampai akhirnya ia pun mulai buka suara, "Nanti sekitar pukul 7 malam gue ke rumah lo gu-"

Gue mengernyit, "Ngapain lo ke rumah gue? Jangan bilang lo mau nagih uang 20 juta itu ke orang tua gue? Tolong ya, gue udah nuruti semua perkataan lo sampai gue mau guling-gulingan kayak tadi di lapangan. Lo tau seberapa malunya gue kan? Lo tau harga diriku terinjak-injakkan?"

Rayen menghembuskan napas, mendengarkan dengan bosan pada setiap rentetan kata yang gue lontarkan.

Setelah gue selesai bicara barulah Rayen melanjutkan, "Udah? Kalau mau ngomong lagi silakan mumpung gue masih beri lo waktu buat ngungkapin keluh kesah lo di hari pertama lo jadi babu gue."

"UDAH."

Rayen mengangguk dan kembali melanjutkan, "Dengerin gue selesai ngomong dulu. Jangan asal memotong pembicaraan." Gue mengangguk mengerti. "Nanti malam sekitar jam tujuh gue jemput lo ke rumah lo. Bukan mau nagih uang 20 juta ke bokap nyokap lo, gue juga sadar diri dan udah terikat janji sama lo. Jadi gue nggak mungkin ngingkarin janji gue itu."

"Baguslah kalau lo sadar."

Rayen tidak menghiraukan kata-kata gue dan tetap melanjutakan, "Gue mau lo nanti temenin gue buat cari kado adik sepupu gue yang besok ulang tahun."

"Nggak. Nggak. Gue nggak mau!" Tolak gue. Dia yang punya adik ngapa gue yang harus nyari kado?

"Adik sepupu gue perempuan."

"Lah terus kalau perempuan kenapa?"

"Gue laki-laki."

Gue menahan emosi, "Gue juga udah tau lo laki-laki terus kenapa?"

"Gue nggak tau kesukaan anak perempuan itu kaya gimana."

Gue menghembuskan napas, gue tau Rayen itu laki-laki tapi emangnya dia sampai nggak sebegitu taunya sama yang namanya perempuan?

"Tinggal pilih terserah lo aja. Lagian memberi kado juga terserah sama si pemberinya kan? Mau di beliin apa juga penerimanya nerima-nerima aja. Nggak mungkin kan, si penerima kado bilang, 'Kado kakak jelek, aku nggak suka nih aku kembalikan.' Gitukan?"

"Iya si tapikan."

"Tapikan apa lagi si? Ini udah sore gue mau pulang!"

Gue berjalan pergi meninggalkan Rayen tapi tangan gue di tarik, "Tunggu dulu gue belum selesai ngomong."

"Ya udah cepetan mau ngomong apa lagi? Kelamaan gue tinggal pulang!"

"Kalau terserah gue, nanti gue belinya robot-robotan. Dianya nggak suka."

"Ya jelas dia nggak suka lah."

"Bukannya itu bagus?"

Gue mencoba untuk mengatur napas gue, menahan emosi. Getet gue lama-lama gue sama dia. "Dia jelas nggak suka, kan dia perempuan. Robot itu mainan buat laki-laki."

"Tapi adiknya Ibra dia perempuan tapi suka sama mainan robot."

"Yaudah lah terserah lo aja, mau ngasih dia robot satu lusin pun gue nggak masalah. Bukan urusan gue juga dan paling penting bukan adik gue."

"Jadi gue kasih dia robot aja nggak papa nih?" Tanyanya.

Gue bener-bener geram sama Rayen kalau gini. Udah tau adiknya nggak suka robot tapi masih tanya aja kayak gitu.



"TERSERAH."

Gue udah cukup muak, dengan hal pertanyaan kado robot. Maka dari itu gue memilih melangkah pergi dan pulang ke rumah.














***

a/n :

Tolong tinggalkan jejak untuk setiap part yang telah saya tulis. Tolong kasih apresiasi anda untuk para penulis.

Thanks you and Have a nice day friends!

Don't forget to vote and komen. I love you.

ATTENDANTWhere stories live. Discover now