18- Ikan Tongkrong

252 34 34
                                    

"Joy mau ke kantin nggak?" Ajak Erin ketika bel istirahat baru saja berbunyi.

"Kuy, udah laper nih gue." Gue dan Erin berjalan ke luar kelas tapi gerakan gue terhenti seketika saat gue menapakkan kaki di ambang pintu kelas, mata gue tercekat melihat siapa yang tengah berjalan mendekat ke arah gue dan Erin.

Rayen. Orang itu, Rayen.

Kayaknya hidup gue nggak lepas sejengkalpun dari kehadiran Rayen yang membuat gue pusing tujuh keliling sampai mau nyantet anak itu.

Rayen berjalan mendekat, berdiri persis di depan gue, "Ikut gue." Rayen menarik tangan gue dan membawa gue pergi begitu saja, membuat tanda tanya besar muncul di kepala Erin.

Gue udah bisa menebak di mana dia akan membawa gue, tentu saja di rooftop. Dimana tidak ada satu orangpun yang lewat. Tempat itu sepi hanya ada kursi dan meja yang rusak di tumpuk di pojok sebelah kiri. Kaki meja dan kursi itu banyak yang patah dan goyang-goyang, sudah tidak layak pakai untuk diduduki di kelas.

Rayen melepaskan tangan gue begitu kita tiba di rooftop. Entah apa yang akan manusia tak beradab itu perintahkan pada gue.

"Udah, ngomong aja gue dengerin."

"Wah, babu gue udah siap menerima perintah dari majikan yang paling ganteng ini."

Wah, ini orang pengin gue cincang buat makanan anjing depan kompleks! Sok kegantengan banget tuh anak.

"Cepat ngomong, jangan banyak cincong, atau gue pergi sekarang?!"

"Kadang gue heran sebenernya mana yang majikan, gue apa lo? Kenapa malah lo yang sewot si? Tapi, udah itu nggak penting sekarang. Gue punya tugas paling urgent sekarang."

Gue mengernyit, tugas apa yang paling urgent? Buat seorang Rayen? "Ape? Jangan bilang lo mau ngasih tugas buat menghitung bulu kucing?"

"Gue jadi terinspirasi buat ngasih tugas itu."

Gue melongo, salah ngomong ini mah gue.
"Welah pak! Kasihanilah saya, saya nggak sanggup menghitung bulu kucing. Saya alergi sama kucing."

"Untung alerginya sama kucing, bukan sama orang ganteng kaya gue."

"WAH, MULUT LO PENGIN GUE GAMPAR?!"

Ini tangan gue beneran sudah gatal kepengin nampol itu mulut.

"Lo berani sama gue? Masa perjanjian gue perpanjang jadi satu setengah bulan!"

"Eh, bambank! Jangan gitu dong! Oke, ini gue minta maaf tapi jangan di perpanjang ya? Mampus kali masa remaja gue kalau kaya gitu. Kalau majikannya se ganteng Taeyong si mau gue perpanjang aja seterusnya biar sama dia aja. Tapi, kalau sama lo? Sorry aja ya."

"Lo ngomong lagi, kontrak kita beneran gue perpanjang!"

"AYE-AYE KAPTEN!"

***

Dan disinilah gue, berada di pasar tradisional bersama dengan Rayen. Jadi masalah tugas paling urgent--katanya--adalah membeli ikan tongkol buat makanan kucing peliharaan mamanya yang di beri nama Elizabeth. Kucing anggora berbulu putih yang lucu yang dipakaikan baju bak ratu dan mahkota yang terpasang nan cantik di kepalanya.

Mungkin kalau di dunia per-kucing-an, kucing itu adalah ratunya. Katanya itu adalah kucing kesayangan mama Rayen yang telah ia rawat selama 5 tahun 11 bulan 23 hari 13 jam 47 menit 51 detik terhitung dari sekarang. Dari situ, gue paham itu kucing yang sangat disayang mama Rayen, karena sampai di hitung ke detik-detiknya sekalian.

ATTENDANTDonde viven las historias. Descúbrelo ahora