Arti Dari Sebuah Ikatan

Start from the beginning
                                    

Keduanya kembali dipertemukan. Serangan demi serangan di lancarkan, ledakan menyertainya, kemungkinan menara itu akan roboh sangat besar namun keduanya sudah terjebak dalam pertempuran masing-masing dan tak lepas dari keinginan untuk menang. Egi bahkan tidak menyangka jika dia bisa membojokkan Dea sampai-sampai membuatnya jengkel, dia memang telah melatih kekuatannya jauh sebelum bergabung. Begitu baik pelatihan yang dia dapatkan sejak kecil hingga saat ini dapat digunakan, dia yakin ayahnya pasti bangga dan ibunya akan membicarakan dirinya pada semua teman-temannya, dan dia sekarang yakin dia tidak akan kalah dari kakaknya.

Egi menumpahkan semuanya. bagai api yang berkobar, begitu pun dengan jiwanya. Tidak peduli seberapa keras tubuhnya terbanting, seberapa sakit lukanya, seberapa remuk tubuhnya sudah. bahkan saat darah menciprat dari mulutnya dan pandangannya mulai mengabur, wajah gadis di luar menara itu melintasi benaknya. Dia bisa merasakan gadis itu dekat dengan dirinya, memberikannya rasa sejuk yang nyaman alih-alih kehangatan, sepertinya salju lebih nyaman daripada gurun yang gersang.

"kurasa sebagian tulang ku patah," Egi bergumam, namun ia terbelalak saat menatap langit-langit yang telah runtuh, menampakan kondisi di luar bangunan.

Ia tidak benar-benar bisa melihat langit. ada lapisan cahaya sewarna langit sore di luar menara itu. seperti membatasi menara dengan dunia luar. Egi tersenyum, pemuda itu menarik nafas panjang dan berputar, perhatiannya tertuju ke arah Dea yang telah bangkit dari kejatuhannya. Mata emas wanita itu masih fokus padanya, dia sudah berhasil menunaikan janjinya. Membuat wanita itu terpikat pada pertarungan yang tidak akan pernah usai.

Sosok kurus Dea berdiri dengan darah yang membasahi sebagian besar wajah dan dari bagian tubuh yang terbuka. Egi sesaat mengeryit, dia yakin wanita itu memiliki kemampuan regenerasi yang baik, apakah dia sudah mulai kelelahan? Sepertinya tidak, karena senyum iblisnya yang menghiasi wajah cantik itu.

"ku akui kau sangat hebang, Ksatria Api. Namun kau kurang teliti akan sekitar mu, kau hanya berfokus untuk mengalahkan ku saja. Ku akui kau berhasil melindungi Putri Es mu, namun kau tidak akan bisa mengakhiri rencana ku!"

Egi berdecak saat melihat Dea melesat cepat menuju tangga yang akan mengarahkan mereka ke puncak menara, ia segera menegakkan tubuhnya. namun sentakan atas rasa sakit membuatnya berteriak dan kembali terduduk, Egi menggeram sembari menahan luka yang menganga di pinggang kiri dan dada kanannya. Selain itu dari luka lain di sekujur tubuhnya, dia tidak menyadari kondisi tubuhnya selama pertarungan sebelumnya.

"tidak, aku tidak boleh berakhir di sini. Setidaknya," Egi menatap kearah langit hitam, ia tersenyum getir dan tertawa singkat. "bahkan aku belum mengatakannya, bodoh sekali. Seharusnya ku katakan saat itu juga."

Aneh rasanya ketika dia butuh banyak usaha untuk mengangkat satu tangan saja, Egi mengepalkan tangannya. api putih menyelimuti tubuhnya, pemuda itu menggigit bibir agar teriakan tidak keluar dari mulutnya. Perlahan dia bangkit berdiri sembari bertubuh dengan reruntuhan dinding di sekitarnya, Egi bernafas kasar, mengibaskan tangannya lima ekor Phoenix muncul di hadapannya.

Egi tersenyum getir. "nah, kawan. Kita harus menahan wanita menyebalkan itu hingga Pira dan ketiga Dewi lain melakukan segelnya." Pemuda itu menarik nafas tajam, dia jadi merindukan Zod nya. "lagi pula aku seorang pria. Hal biasa jika memendam perasaan seperti ini."

"tanpa mengatakannya pun, aku sudah tahu jawabannya." Seekor Phoenix mendekatinya. Egi mendudukan dirinya diatas burung api itu, rasanya hangat namun tidak membakar. Lagi pula dia sudah terbiasa dengan panasnya api, bahkan sekarang pun api adalah bagian dari hidupnya.

Burung-burung api itu melesat ke udara. Dea berada tidak jauh dari tangga terakhir menuju ke puncak menara.

"tak akan kau ku biarkan masuk!" seru Egi

WIZARD (Broken Butterfly) ENDWhere stories live. Discover now