Rencana B

1.4K 120 2
                                    

Cahaya berpijar dari puncak menara di tengah-tengah kawah itu, sedangkan di dalamnya ribuan orang terjebak tak sadarkan diri—walau mereka berdiri tegak dengan kepala menengadah bersama wajah-wajah kosong—Pira yakin dia sudah membatalkan lingkaran sihir yang menarik energy para makhluk. Dea juga tidak di dalam menara untuk memulainya kembali, yang pastinya membutuhkan waktu cukup lama.

Lalu mengapa penarikan energy itu terus berlanjut?

Di puncak menara tempat cahaya satu-satunya yang menyorot suasana suram di tengah kawah, pilinan-pilinan cahaya melesat ke langit. membentuk pola-pola aneh tepat diatas menara. Sihirnya masih terus berlanjut, dan dia sama sekali tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Apa yang sebenarnya sedang dilakukan Dea? Apa rencananya?

Menyerang Dea saat ini bukan pilihan yang tepat, dia dipastikan tidak akan bisa memenangkannya. Energinya telah terkuras nyaris habis karena menghentikan lingkaran sihir sebelumnya, dia beruntung dapat menyelesaikan pemberhentian itu sebelum semua energinya terkuras. Dia juga sudah melakukan banyak pemindahan dan penyerangan sebelumnya yang menguras banyak tenaga dan sihirnya, apalagi setelah melihat seberapa mudahnya wanita itu menahan kekuatan besar dari para dewi lain, Pira sungguh tak percaya.

Mengalahkan legenda hidup? Apa saja yang sudah Dea lakukan selama ini? wanita itu tidak dapat diremehkan.

Pundaknya ditepuk, sejenak gadis itu tersentak dan menoleh cepat, nyaris saja mengeluarkan es-esnya kearah orang tersebut. Pira mendengus, menatap Egi yang menyengir tanpa bersalah tepat di belakangnya. wajahnya kotor penuh tanah, ada luka di sepanjang garis pipinya dan lebam di sekitar leher dan lengannya. Pemuda itu jauh lebih kacau dari pada yang pernah dia lihat, bahkan setelah menghadapi Dea yang mampu menandingi para Dewi. Egi pantas mendapatkan apresiasi besar.

Egi menggeser tubuhnya ke samping Pira, mengangkat kepalanya setinggi yang dia bisa—karena lehernya nyeri—untuk melihat apa yang terjadi di bawah sana. pemuda itu meringis, terdiam kaku. "lebih gawat dari perkiraan ku." kata pemuda itu dengan nada santai yang membuat Pira menatapnya tajam.

Pira menggosok pelipisnya yang nyeri. "kita harus memindahkan mereka semua."

Egi mengernyit, terdiam beberapa saat ketika memandangi kawah itu kembali. "apa pun yang sedang terjadi di bawah sana, tampaknya buruk jika kita mendekat."

Pira menarik nafas berat, dadanya terasa sakit. "jika tidak semua orang akan mati, energy mereka terkuras." Pira menunjuk ke udara, Dea masih sibuk bertarung dengan para Dewi. "selagi mereka sibuk, kita selamatkan semua orang."

"aku tahu kesempatannya sangat bagus, tapi tetap saja." Egi menarik pundak gadis itu, matanya berubah merah, hangat namun tajam. "kekuatan mu sudah terkuras banyak, jika kau mendekati tempat itu lagi kau akan mati."

"Egi," Pira menarik tangan pemuda itu dengan kasar, di cengkramnya erat tangan yang lebih besar darinya itu. mata biru gadis itu berusaha untuk menangkap iris merah yang mencoba untuk tidak melihatnya. "jika pun ini adalah hari terakhir ku di dunia, aku akan pastikan Dea ikut dengan ku!"

"jangan!" seru Egi yang membuat Pira tersentak. Pemuda itu menarik tangannya dengan kuat, ia mencengkram pundak gadis di hadapannya sambil mengguncangnya pelan. Mata merahnya berkilat-kilat seperti lampu yang nyaris padam. "tidakkah kau pernah berpikir ada seseorang yang tidak ingin melihatmu terluka, apa lagi kehilangan mu?"

Pira terdiam sesaat. "setiap pertemuan ada perpisahan, dan aku menghargai siapapun yang menginginkan ku tapi jika dia benar-benar mengerti diri ku, dia juga akan mengerti keputusanmu."

Riak wajah Egi tampak seperti orang yang baru saja tertusuk, dia menarik tangannya dari pundak Pira. Duduk di atas bebatuan dengan pandangan penuh rasa sakit yang masih menyita gadis itu. "kau sama sekali tidak mengerti, aku sudah melakukan semua yang aku bisa."

WIZARD (Broken Butterfly) ENDWhere stories live. Discover now