Pembalasan

3.2K 252 5
                                    

"terakhir?" Rey yang berbicara pertama kali setelah Sapta mengatakan sesuatu yang terdengar ganjil sekaligus mengerikan itu.

Sapta mengangguk, wajah merahnya perlahan memucat. "dia tampak, resah," kata Sapta sambil mengernyit. "dia memang tidak mengatakan apapun, tapi aku rasa para Master mengatakan sesuatu pada Jordi yang membuatnya melakukan ini."

"bukankah ini malah berbahaya? Maksud ku mengadakan pertemuan setelah situasi ini memanas?" kata ku. "mungkin itu jebakan, supaya kita berkumpul—siapa saja yang berperan dalam pemberontakan—dan para Master akan menangkap kita semua."

"maksudmu pembunuhan Faradiba hanya gertakan? Dea keterlaluan sekali kalau begitu, tapi ku rasa ada maksud lagi dalam pembunuhan Faradiba." Kata Sapta, jika di perhatikan lagi. Dari caranya mengemukakan pendapat hingga menatap lawan bicaranya, dia mirip dengan Jordi, aku bisa mengira mereka anak kembar. Hanya sifat mereka yang berbeda. "ada sesuatu yang membuat ku cemas. Gledio, ada yang mengenalnya dengan baik? Aku hanya melihat dan bertemu beberapa kali dengannya."

"dia anak dari kelas 1-C, yang sama dengan Melly dan Sarah." Kata Rey. "aku tidak melihat kedua gadis itu juga hari ini."

"tunggu dulu!" potong ku cepat. "kalian tidak bisa menuduh Sarah, Melly, maupun Dio! Kita tidak boleh membuat permusuhan karena hal ini!"

"maksud ku bukan Gledio maupun Melly dan Sarah." Kata Sapta, mengernyit. "Egi Leonard."

Tubuhku tersentak mendengar nama itu disebut, disampingku Rey mendengus panjang.

"dia menolak tawaran Jordi berkali-kali, bukan? Dia benar-benar sombong!"

"aku memang tidak tahu siapa dia, tapi melihat Jordi menawarinya walau sudah dua kali menolak untuk bergabung. Anak itu pasti mengetahui sesuatu." jelas Sapta, kepala ku berputar-putar. "dia dekat dengan Gledio, ku dengar juga satu kamar. ada kemungkinan Gledio menceritakan apa yang kita lakukan kepada Egi."

"kau merasa anak api itu yang melaporkan kita—"

"itu tidak mungkin!" seru ku cepat, tanpa ku sadari. Bahkan ketika kedua laki-laki itu menoleh dengan terkejut, aku pun terkejut dengan perkataan cepat ku. perut ku terasa melilit dan kepala ku berat, entah mengapa aku malah mencemaskannya. "aku patner Egi! Aku mengenalnya cukup baik!"

"kalau begitu temui dia." Jawab Sapta cepat, dia berbalik menatapku, iris abunya menggelap menjadi hitam. "tanyakan, apakah dia mengetahui sesuatu."

Aku mengangguk cepat dan berlari menjauhi mereka. melesat cepat keluar dari perpustakaan hingga beberapa senior menegur ku, tapi aku menulikan telinga dan tetap berlari keluar di sepanjang koridor. Menembus keramaian yang sesak, keringat membasahi pelipis ku dan aku merasa terbakar, aku melemparkan diri keluar dari gedung akademi. Merasakan hembusan angin dingin yang memadamkan rasa terbakar ku, memenuhi paru-paru ku dengan udara dingin, aku kembali melangkah menelusuri halaman sekeliling akademi yang tak terbatas,

Apakah aku harus mencari Egi sekarang? Tapi aku tidak tahu dimana harus mencarinya, anak itu bisa ditemukan di mana saja. beberapa menit aku berputar mengelilingi halaman akademi yang kosong melompong, dingin dan gelapnya hutan di kejauhan mengelilingi tempat ini mirip pagar yang membatasi dengan kebebasan di luar sana.

Aku berdiri diatas bukit, menarik nafas panjang dan mendongak sambil memejamkan mata. ku rasakan angin dingin berhembus di sekitar ku, menari-nari riang memainkan rambut hitam yang ku biarkan terurai. Di sudut dalam diri ku yang tidak kukenali, kobaran api membara dengan lembut, menanti dalam sangkarnya untuk dibebaskan. Ah, aku tidak pernah menggunakan kekuatan itu, selalu aku merasa dalam bahaya ketika menggunakannya. Padahal itu bagian dari diri ku. Walaupun ada api itu tapi tidak membuat sekelilingnya yang gelap ditumpahi cahaya darinya, malahan semakin gelap dan kelam. Di kejauhan yang lebih dalam, aku bisa merasakannya, sosok asing sedang memperhatikan ku dengan kegembiraan yang mengerikan.

WIZARD (Broken Butterfly) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang