Cahaya Terakhir

2.7K 225 15
                                    

Perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan, walau semakin lama kami bergerak serangan mulai meredah. Sepertinya para monster enggan mendekati wilayah pusat, membuat kami yakin kami hampir sampai. Sebuah pulau melayang besar terentang luas saat kami terbang di tengah hari, para Alicorn tampak gelisah dan mendarat di depan pulau. Kami menemukan sebuah gerbang besar di tengah jalan setapak yang membelah hutan, sepertinya memang sengaja dibentuk untuk kedatangan seseorang.

Kami tidak terlalu yakin kalau kami sudah sampai, wilayah Kastil Putih yang berada di peta tidak terlalu jelas tapi kami memutuskan untuk meneruskannya. Pulau itu ternyata sangat luas, aku tidak tahu seberapa jauh dan nyaris melupakan kalau tanah yang kupijak ini melayang di angkasa lepas. Kami menemukan beberapa pemungkiman yang cukup besar dan padat, orang-orangnya beruntung tidak terlalu memperdulikan kami saat kami masuk ke dalam kota.

Menurut Egi yang memang suka menjelajahi semua tempat sejak tiba di Underworld, kemungkinan besar kami memang sudah tiba di wilayah Kastil Putih. Kami tidak memiliki cukup uang untuk memesan penginapan atau berbelanja sesuatu, juga untuk mengurangi kecurigaan akan orang asing, kami memutuskan untuk terus berjalan dan tidak menghiraukan yang lainnya.

Hutan kembali terbentang luas saat Jordi memutuskan untuk tidak melewati jalan utama, hanya untuk menghindari penjaga atau serangan dari orang-orang asli. Setelah cukup lama berjalan dan banyak yang mengeluh akhirnya kami memutuskan untuk beristirahat setelah menemukan sebuah danau.

Aku mendengar desahan keras setelah kami duduk di pinggir danau, menemukan Zaki yang lagi-lagi mengeluh. "kenapa kita harus jalan kaki?!"

"Maaf." aku menoleh ke arah Ryoko yang meringis. "Entah mengapa para Alicorn tiba-tiba tidak mau masuk ke dalam."

"Tidak apa-apa. Lagipula kita hampir sampai." Ucap Jordi menenangkan keadaan.

Dini mengeluarkan beberapa perbekalan untuk kami santap, anak-anak yang lain sibuk mengobrol saat aku berputar menatap danau berair tenang itu. roti ku habis tanpa ku sadari dan perut ku masih terasa kosong, demi meminimalisir kelaparan yang sesungguhnya ku putuskan untuk tidak meminta tambahan.

Punggungku bergidik, membuat ku menoleh ke sekeliling. Anak-anak yang lain masih sibuk santai dengan makanan dan obrolan mereka, apa hanya perasaanku saja? Angin berhembus terasa menusuk hingga ke tulang. Aku kembali menatap danau, kali ini mengernyit karena danau itu tiba-tiba bergelombang rendah.

Merasa ada yang aneh aku bangkit berdiri, berdiri di ujung danau. Riak air danau semakin melebar, sesuatu seolah hendak muncul dari tengah danau.

"oh! Ya ampun!" seru Sirti yang entah sejak kapan sudah di sampingku, teriakannya menarik perhatian yang lain untuk mendekat.

Gelombang di danau semakin menjadi, tiba-tiba pusaran muncul dari tengah danau dan terus menyedot air danau. Jordi meneriakkan kami untuk menjauh dari tepian danau, tanpa pikir panjang kami lekas berputar dan berlari ke dalam hutan.

"Valery!" teriak Dini, membuat ku otomatis berhenti dan berputar. Kami hampir mencapai hutan ketika gadis itu berteriak, yang ternyata Valery masih di tepi danau dengan wajah kosong menatap ke pusaran air.

"Valery!" teriak Jordi, pemuda itu berputar. Melemparkan barangnya ke Sapta yang tepat berada di sampingnya dan berlari ke arah danau.

"gadis bodoh! Apa yang dia pikirkan?!" Sirti mendesis geram disampingku.

Aku menatapnya tajam. "kau ini—"

Jordi sudah berada di samping Valery, pemuda itu menarik tangannya tapi Valery tetap diam membeku. Air danau tiba-tiba meluncur ke udara, berpilin seperti membentuk pilar. Air itu menari dalam putaran sempurna di udara sebelum kembali menyebar ke danau, seketika ketenangan di danau membuat suasana menjadi dingin. Perhatian kami tak lepas dari air danau yang biru jernih.

WIZARD (Broken Butterfly) ENDWhere stories live. Discover now