Arti Dari Sebuah Ikatan

1.4K 130 6
                                    

Dea geram, dengan kecepatan yang tak terduga ia telah melesat ke arah Egi. Mengibaskan tangannya membuat sayatan besar dari angin yang memotong udara. Namun Egi sudah tak berada disana, pemuda dengan insting yang kuat itu telah mengelak beberapa detik sebelum Dea tiba kearahnya.

"huh, sepertinya kau masih meremehkan ku, Dea." Egi mencemooh, menatap rendah Dea yang menggeram murkah.

Sekali lagi Dea melesat, menyerang Egi dengan kecepatan yang selalu ia tingkatkan ditiap serangannya. Egi mulai kewalahan, namun pemuda itu tak menyerah dan terus mengelak serangan. Egi mengulurkan tangannya, api segera muncul dan berkobar membentuk topan menyelimuti Dea. Asap hitam mengelilingi topan itu kemudian, Dea melesat dengan pedang di tangan yang ia kibaskan dengan sangat cepat.

Egi tersentak, nyaris pedang itu menebas tubuhnya jika saja ia tak bergerak menghindar tepat waktu. Walaupun begitu dia harus membiarkan luka menyobek pundak kirinya, Egi menggeram, beberapa meter darinya Dea menyeringai lebar. wanita itu sama sekali tidak berubah, bahkan ketika dia seharusnya khawatir pijakannya nyaris kandas. Dea tetaplah orang yang lebih peduli dengan makan malamnya daripada anak-anak dibawah umur yang membawakan nyawa untuknya, dia tidak akan peduli apa pun selama dirinya terpuaskan.

Para Phoenix melesat ke arah Dea dengan cepat, menyerang wanita itu layaknya ribuan panah disertai kobarang api yang menyala. Namun serangan itu bukan hal yang perlu dipermasalahkan oleh Dea, dengan sekali kibasan tangannya, burung-burung itu telah terlahap oleh api hitam

Egi berdecak, segera terbang mundur bersama Phoenix lain. sejujurnya cukup sulit mengendalikan apinya sebagai sesuatu yang dapat ditunggangi, tapi Egi harus berterimakasih pada David—walau dia tidak terlalu menyukai pemuda itu karena alasan tertentu—berkatnya dia jadi tahu rahasia dibalik setiap kekuatan.

"ada apa?" Dea menatap Egi yang terlihat kesal dengan sangiran puas. "kau takut? Kau ragu untuk menyerangku sekarang?"

"ragu?" Egi berdecak, sekali lagi dia mengejutkan Dea dengan kemunculannya yang tidak bisa diprediksi. Dengan tubuh yang terbalut api biru, ia menghantamkan pukulan telak di perut Dea.

"tak ada kata ragu dalam kamus ku!"

Suara dentuman terdengar saat tubuh Dea menghantam dinding menara hingga membuatnya retak sebagian, Egi yang melayang dengan api birunya segera melesat ke bawah di susul oleh para Pheonix yang baru dia panggil. Egi menuruni tepian dinding yang cukup dalam, akibat dari pertarungan mereka sebagian besar dari bangunan tinggi itu tak lagi berbentuk. Menyisakan puing-puing raksasa yang membentuk tumpukan terbengkalai. Egi mengerutkan kening dan bersiaga saat tak melihat Dea tidak ada disana.

Iris merah itu membesar, dia berbalik cepat dan membuat pelindung ketika aura besar menabraknya dengan sangat keras. Perisai api itu tak mampu menahan serangan, tubuh Egi akhirnya terlempar cukup jauh ke antara puing-puing bangunan dan tembok lain. Tak memberikan kesempatan lagi, Dea kembali melompat ke arah pemuda itu dengan teriakan keras. Mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi selagi mantra terus mengalir dari bibirnya, lingkaran-lingkaran sihir bermunculan di sekitarnya. cahaya sihir itu mengikis udara hingga menggetarkan sekelilingnya.

Dengusan meluncur dari pemuda itu, dia merentangkan tangannya. tidak ada yang menyadari dari bawah Dea yang bersiap untuk melemparkan serangan, lingkaran cahaya merah muncul dan selusin Phoenix menabrak tubuh wanita itu hingga terpelanting jauh. Burung-burung api itu terus mengejarnya, namun tiba-tiba mereka terbelanting bersama puing-puing di sekelilingnya. Di dalam kepulan asap terlihat Dea yang telah bangkit berdiri, riak wajahnya dipenuhi dengan kemarahan.

"aku tak mungkin menang," Egi bergumam, walau tahu ia tak mungkin menang namun senyum lebar menghiasi wajahnya penuh kotoran dan luka. "namun, kalah dengan gaya itu lebih baik!"

WIZARD (Broken Butterfly) ENDWhere stories live. Discover now