132. Genderang Perang Tanpa bunyi -1-

Start from the beginning
                                    

...

"Tou-sama sudah keterlaluan." Ino bangkit dari posisi duduknya setelah kepergian Sakura dan Sasuke, wajah wanita yang telah berganti marga menjadi Shimura itu seperti telah dicoreng dengan kotoran ternak akibat perilaku mertua dan Ayahnya yang telah membuat kekacauan di istana.

Wanita bersurai kuning itu tanpa basa-basi, atau tata krama ninggrat yang selama ini ia pelajari berjalan dihadapan sang ayah dengan mengakat tinggi uchikake yang ia kenakan agar leluasa untuk berjalan. Melewati begitu saja sang ayah, disusul oleh sang suami, Ino meninggalkan ayahnya sendirian di teras barat istana Kokiden.

"CK mendokusai..." Decakkan kesal terdengar keras dari mulut Shikamaru, pria dengan surai hitam yang diikat seperti nanas itupun bangkit dari duduknya, seraya memberikan isyarat mata pada sang istri untuk mengikutinya berdiri. "Semakin tua kalian semakin menyusahkan saja." Umpatnya seraya berjalan menuju pintu keluar.

...

"Nee-sama belum sadar?" Naruto baru saja menapakkan kakinya keluar dari kamar mewah warisan sang paman, saat Hanabi telah berdiri di hadapannya.

"Kau boleh masuk, tapi jangan mengganggunya." Jawab Naruto sekenanya.

"Khe..." Hanabi mendengus remeh saat Naruto melaluinya. "Apa harga diri anda begitu berharga Tenno-sama hingga nyawa seseorang yang rela mengorbankan hidupnya demi anda menjadi tak berharga."

Naruto tak sedikitpun menoleh, namun ucapan Hanabi mampu membuat langkahnya terhenti. "Hinata membutuhkan istirahat yang cukup, tak perlu banyak orang di sisinya."

"Kau seolah paling tahu apa yang dibutuhkan oleh kakakku..." Hanabi bersilat silat lidah dengan sang kaisar. "Satu pekan tak berada disisinya, tak cukupkah hukuman baginya yang telah menjatuhkan harga dirimu."

"Hinata adalah seorang permaisuri, ia harus belajar bagaimana cara seorang permaisuri bersikap." Tak bergeming, Naruto seolah enggan membatalkan niatnya untuk kembali ke Chodoin dan bermalam disana. "Seperti dia yang memintaku menerima takhta ini, maka aku-pun akan mendidiknya agar pantas berada di posisi ini." Kaki tegap sang Kaisar terus berjalan, tanpa menoleh kebelakang. Kenangan, perjuangan yang mereka lalui bersama seolah sirnah bersamaan dengan ego yang kini bersarang di hatinya.

...

"Apa maksud dari ucapanmu di Kokiden tadi?"

Sasuke mengenakan montsuki-nya yang tersingkap di bagian punggungnya dan otomatis menghentikan kegiatan Sakura yang tengah menggosok punggungnya. "Apa aku terlihat seperti akan melakukan pemberontakkan?" Sasuke tersenyum tipis, tangan putihnya lalu terulur membelai pipi putih Sakura.

"Entahlah," jawab Sakura lesu seraya melepaskan telapak tangan sang Jenderal dari pipinya.

"Kau meragukan ku?"

"Kau sulit untuk ditebak Sasuke-kun..." Sakura menghela nafas lalu merapikan mangkuk matsu yang baru saja ia pergunakan untuk memijat punggung Sasuke. Ia lalu beranjak dan berjalan menuju pintu.

"Berhati-hatilah Sakura." Ucapan sang suami sontak berhasil membuat wanita musim semi itu menghentikan langkahnya. "Keluarga kita berada dalam pengawasan mereka." Dahi Sakura berkerut menanggapi ucapan ambigu sang suami.

"Suminasen, Hidenka-sama..." Suara seorang dayang mengurungkan niatnya untuk kembali menghampiri sang suami.

"Ada apa?" Sakura menjawab salam sang dayang yang berada di balik pintu.

Fox And FlowerWhere stories live. Discover now