"Apaan, hey Keylasyat?"

Keyla memutar kedua bola mata jengah. Memilih tidak menjawab dan malah mengambil sesuatu dari dalam tasnya.

"Nih!" Keyla menyerahkan kotak makan berwarna pastel berisi kue black forest pesanan Shilla kemarin.

"Ah, makasih banyak, Keyla cantik! Lo emang paling ngertiin gue deh!"

Keyla menggeleng pelan seraya tersenyum simpul. Mengangkat dagu untuk menyuruh Shilla pergi.

"Udah, sana. Shilla habisin."

Dengan semangat, Shilla mengangguk. Duduk lesehan di lantai sambil bersandar pada meja guru.

"Oi, Shill! Bagi dong, elah!" Dian berteriak, membuat semua atensi kini beralih pada Shilla yang sedang memakan kue dengan rakus.

Shilla mengangguk kecil. Mengangkat kotak makan makan itu tinggi-tinggi. "Tapi jangan sampai hab—"

"Jatah buat kalian udah ada. Nih." Keyla datang, meletakkan dua kotak makan berwarna pink ke atas meja guru.

"Anjir, kue!" pekik Meylin senang. Bergegas berjalan ke depan diikuti dengan anak kelas.

Mereka langsung mengambil kue yang sudah dipotong itu. Menyantap secara kekeluargaan tanpa ada adegan rebut-rebutan.

"Lo beli dimana Key?" tanya Aron tanpa melepaskan pandangan dari kue di tangannya.

"Keyla buat sendiri."

"Istri idaman, nih!" sahut Nial antusias.

Anak kelas bersorak, membenarkan ucapan Nial. Lanjut menggoda Keyla yang tampak tersipu malu.

"Ih, apaan sih! Biasa aja kali!" Keyla menunduk, menatap sepatunya sekedar menyembunyikan wajah.

"Sumpah Key! Ini enak banget! Gak beda jauh sama punya gue. Sebelas dua belas lah!" Meylin berucap tanpa menelan dulu makanannya.

"Iyain aja ya, biar kelar." Keyla terkekeh geli, menatap Meylin yang tampak menikmati kue buatannya.

Anak cowok kembali ke pojok kelas, mengambil satu kotak kue lalu melanjutkan acara mabar mereka. Sedangkan anak cewek masih di dekat ruang guru. Saling berbincang seperti biasanya.

"Btw, makasih ya, Key!" Keyla lantas menoleh, menatap Meylin dengan alis bertaut. "Buat?"

"Itu loh, Mbok Ijah terbukti gak bersalah. Yang salah itu Mbak Inem. Gue sekeluarga udah ngecek CCTV, dan yang lo bilang itu semuanya bener!" Meylin tersenyum lebar hingga kedua matanya perlahan menyipit.

"Sama-sama. Lagian Keyla hanya nyatain opini doang kok," balas Keyla ikut senang. 

"Jadi detektif aja udah!" sahut Tiar. Menopang dagu seraya tersenyum tipis.

"Atau jadi agen intelijen aja!" Parsya ikut menimpali. Sedangkan Keyla langsung menggeleng tak mau. "Keyla gak mau."

"Terus maunya apa?" Milia bertanya penasaran. Menatap gadis polos ini yang sedang berpikir keras.

"Keyla pengen jadi guru, tapi entar murid Keyla nakal, skip aja ah! Keyla pengen jadi dokter deh, eh tapi Keyla gak terlalu suka liat darah! Keyla mau jadi arsitek, hm tapi Keyla gak terlalu bisa gambar! Gimana dong?" Bibir Keyla sudah manyun, memandang semua sahabatnya dengan mata berkaca. Kalau kata orang, mata anak anjing.

Mutia tertawa renyah. Meraih bahu Keyla untuk ia pukul dengan pelan. "Labil lo kayak bocah."

"Dih, emang bocah kok," sambung Shilla membenarkan.

"Soalnya polos banget sih." Parsya menarik-narik pipi Keyla gemas. Membuat Keyla seketika kesal tentu saja.

"Kantin kuy!" Shilla beranjak duluan, membuat atensi langsung mengarah padanya.

KEYLASYA STORYDär berättelser lever. Upptäck nu