• 26 •

45.9K 3.5K 553
                                    

#26 - I Believe

• • •

Kafe milik keluarganya Agra menjadi tempat kedua terfavorit untuk berkumpul Arran, Agra, Ben, dan Nata. Malam ini pun, mereka memilih untuk nongkrong di kafe saja ketimbang pergi ke club atau balapan liar.

Sepertinya, Arran sedang ada dalam mood yang buruk. Agra yang tadinya mengajak ke club langsung disemprot Arran. Arran juga tidak meladeni tantangan Radit untuk balapan malam ini. Aneh saja, biasanya Arran paling semangat jika menyangkut balapan dan mempermalukan Radit.

Sedari tadi, yang Arran lakukan terus mengetuk-ngetuk jarinya di meja dengan gelisah. Nata yang duduk di hadapan Arran terus memperhatikan dalam diam. Temannya itu berkali-kali mengecek ponsel, mengembuskan napas gusar, dan beberapa kali terlihat kesal sampai menggertakkan giginya.

Agra dan Ben tidak ambil pusing dengan tingkah Arran malam ini. Kedua orang itu malah asyik membahas sudah beberapa banyak nama cewek yang ada di list mantannya Agra.

"Ben, anjir nih kemaren gue kenalan sama cewek di Mall. Cakep anaknya sumpah," kata Agra heboh sambil memainkan ponselnya. "Mau gue jadiin target, biar nambahin list mantan gue."

"Anak mana?" tanya Ben sambil nyomot kentang goreng.

"Anak SMA Gelora, namanya Mita. Nih liat, cakep 'kan?" tanya Agra sambil menyodorkan ponselnya pada Ben.

"Cakep sih, tapi muka polos gitu enggak kasian apa lo dijadiin mainan doang?"

"Alah, sejak kapan ada kata kasian buat cewek di kamus kita-kita?" tanya Agra enteng. Membuatnya langsung mendapatkan tempelengan dari Ben.

"Lo nih bener-bener perwujudan cowok paling berengsek, Gra."

"Samping lo kali, Ben. Dia noh raja tega, the real cowok berengsek," sindir Agra pada Arran. Yang disindir diam saja tidak peduli. "Kupikir dia serius pada gadisnya. Nyatanya, dia hanya bermain-main saja. Kupikir dia berbeda, nyatanya sama saja."

Ben hanya mendengus geli sebagai reaksi untuk kalimat menggelikan temannya itu.

"Tunggu aja, bentar lagi juga putus dia. Nat, siap-siap Nat," kata Agra lagi dengan tampang sok serius menatap Nata.

Mendengar itu, Arran langsung mengarahkan tatapan matanya yang dingin pada Agra. Ditatap Arran seperti itu malah membuat Agra kini nyengir tanpa dosa.

"Lo mau diputusin atau mutusin, Ar?" tanya Ben dengan candaan.

"Menurut lo, mana yang lebih baik?" Arran bertanya balik. Ekspresi wajahnya berubah santai, ia juga menyandarkan punggungnya ke kurisi lalu meraih minumannya.

"Kayaknya ... tanpa gue tanya kayak gitu, gue dan yang ada di sini udah tahu sih kalau lo enggak akan sudi diputusin cewek," jawab Ben diiringi senyum geli.

Arran hanya menyeringai, tidak menyahuti lagi ucapan temannya. Ketiga temannya yang ada di sini sepertinya sudah paham betul mengenai dirinya.

"Nat, masih mau nunggu bekas gue?" tanya Arran dengan santainya pada Nata.

Nata tidak langsung menjawab. Cowok tanpa ekspresi itu menatap Arran lama. Sekilas, ia jadi teringat lagi dengan percakapan singkatnya dengan Valletta di perpustakaan waktu itu.

"Enggak," jawab Nata singkat setelah diam cukup lama.

Jawaban Nata itu sukses membuat ketiga temannya terheran-heran dan tidak mengerti dengan apa yang ada di kepala Nata sebenarnya. Aneh. Padahal, saat di rooftop sekolah, Nata jelas menunjukkan bahwa ia marah pada Arran karena mempermainkan Valletta. Lalu sekarang? Mengapa cowok itu jadi biasa saja?

BAD GAMESWhere stories live. Discover now