• 01 •

121K 6.6K 365
                                    

#01 — Dangerous Boys

• • •

Tiiiin!

"Woy! Bisa bawa motor enggak lo?!" bentak Valencia sambil menurunkan kaca mobilnya. Matanya menyorot marah pada pengemudi motor yang nyaris ditabraknya.

Valencia melihat celana yang dikenakan pengemudi motor sport itu memiliki warna dan motif sama seperti yang dikenakan orang yang kini duduk di sampingnya. Pengendara motor itu menaikan sedikit kaca helmnya dan balas menatap Valencia. Tidak, ia jelas tidak melihat tepat pada Valencia, tapi pada orang yang duduk di kursi penumpang di sampingnya.

"Pake liat-liat lagi lo! Heh, kalau lo enggak bisa bawa motor, enggak usah gegayaan bawa motor sport kayak gitu! Sekolah lo yang bener, gaya aja digedein, masih SMA udah belagu."

Pengendara motor itu hanya diam, tidak mengeluarkan suaranya. Padangannya yang sedari tadi fokus pada orang di samping Valencia kini beralih pada Valencia yang terus mengomel dengan tampang kesal. Dengan perlahan, cowok itu lalu mengangkat jari tengah dan kembali menjalankan motornya.

Diberi jari tengah seperti itu jelas saja membuat Valencia makin emosi. Ia mencengkram kemudi dengan kuat-kuat. "Kurang ajar emang itu bocah! Satu sekolah sama lo tuh, Dek. Awas aja kalau ketemu lagi, bakal gue patahin jari-jarinya!"

"Kak, berisik. Masih pagi, tolong kontrol emosi lo. Dan ayo jalan lagi, gue bisa telat kalau lo terus-terusan ngamuk enggak jelas kayak gini."

Valencia mendelik sebal pada seseorang yang duduk di sampingnya. Orang itu adalah adik kandung satu-satunya yang tiba-tiba saja datang kembali membawa bencana untuk kehidupan tentram sejahtera Valencia.

Dengan sisa emosi yang masih belum reda, ia kembali menjalan mobilnya menuju SMA Adidarma. Sepanjang perjalan, Valencia terus-terusan merutuki nasibnya semenjak seminggu belakangan ini. Mendadak ia harus bangun pagi untuk mengantar adiknya ini ke sekolah dan menjemputnya saat pulang.

Padahal, adiknya ini sudah berumur tujuh belas tahun. KTP bahkan SIM pun sudah dimilikinya, dan tentu saja adiknya ini bisa membawa mobil sendiri tanpa harus disupiri Valencia. Namun, Valencia tidak lagi heran kenapa mama dan papa memperlakukan adiknya seperti ini. Sebab terakhir kali adiknya itu menyetir, mobilnya menabrak bak sampah karena kebiasaan paniknya yang mendadak kumat.

"Hari ini abis ngampus gue ada pemotretan. Gue enggak bisa jemput lo, paling nanti gue suruh temen buat jemput terus anterin lo balik ke rumah. Atau lo mau pake ojol?"

"Lo atur aja, yang penting bokap nyokap liat gue balik dalam keadaan selamat dan tepat waktu."

Valencia melirik pada adiknya. Ia terlihat sedang tenang menatap ke jalanan dengan satu earphone menyumbat telinganya. Tidak banyak yang tahu. Dibalik wajah cantik, sorot mata lembut, dan ekspresi selalu tenang yang dimiliki adiknya itu, ada seorang iblis yang diam-diam sedang menyeringai.

"Ngapain lo liatin gue?"

Ok. Mungkin iblis terlalu kasar untuk mendeskripsikan kelakuan sebenarnya dari adiknya itu. Pokoknya, adiknya itu tidak selembut kelihatannya. Ekspresi itu palsu, dan selalu menipu.

"Apaan sih?" tanya adiknya sambil melirik pada Valencia aneh. "Mau mulai sesi ceramah pagi lagi?"

Ah, Valencia lupa.

"Denger ya, Valletta Aylin. Lo harus sekolah yang bener di sini, jangan cari gara-gara lagi, jauhi segala sumber masalah, manfaatin otak pinter lo buat nyari prestasi, dan lulus tanpa beban. Jangan bikin bokap sama nyokap pusing lagi, dan jangan ngelakuin hal aneh-aneh karena itu bakal berimas ke gue juga. Ngerti enggak?"

BAD GAMESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang