Another Ending

43 4 1
                                    

Cerita ini dikarang oleh PreshilianaVe

*****

Mendungnya sore ini sangat kontras dengan suasana hati Alen. Alen menatap tajam seluruh orang yang melewatinya seakan akan Alen ingin menguliti mereka semua. Terlihat beberapa orang menggeleng gelengkan kepalanya melihat kelakuan Alen. Banyak juga yang takut melewati Alen dan berputar haluan tidak jadi berteduh di halte. Alhasil hanya ada beberapa orang yang berteduh di halte dekat pohon beringin besar itu. Alen sedang memainkan ujung sepatunya sampai ada orang yang duduk disebelahnya. Alen tak berminat sama sekali. menengok pun tidak.

"Padahal biasanya halte ini penuh." Alen hanya melirik sepintas. Pemuda yang tidak diketahui namanya itu berkata sambil mengetuk ngetukan ujung sepatunya.

"Tapi saya tahu kenapa ini tidak seperti biasanya. Pasti karena kamu menakuti mereka semua." Lanjut pemuda itu lagi.

"Saya juga tahu halte ini memang penuh jika hujan mulai turun." Jawab Alen yang sedari tadi diam.

"Kenapa memandang semua orang dengan tatapan itu? Kau menakuti semua orang."

"Saya hanya sedang kesal" Jawab Alen lagi yang mulai berminat berbicara.

"Kamu mengerikan!" Pemuda itu mencerca Alen

"Ya saya mengerikan. Bukannya setiap orang memang mengerikan? Mereka memasang beberapa wajah di muka mereka. Saya hanya ingin punya wajah yang sebenarnya. Lagipula wajah saya memang sudah mengerikan dengan luka bakar seperti ini" Jawab Alen dengan menunjukan kuka bakar di bagian wajah sebelah kanan yang tertutup poni panjang. Sekarang pemuda itu tahu. Langitnya mendung, anginnya pun kencang sehingga menyingkap poni gadis itu. Orang orang tadi bukan takut kepada tatapan tajam Alen. tapi luka bakar itu.

"Maaf, saya pikir...."

"Tidak papa, Sudah biasa. Saya senang hidup seperti ini."

Mereka diam dengan pikiran mereka masing-masing. Sudah lama mereka berteduh tapi hujan belum reda juga. Mereka berdua diam dalam rintik hujan yang turun dengan derasnya.

"Namamu siapa? Kalau saya boleh tahu." Tanya pemuda itu memecah keheningan.

"Alen. Lebih tepatnya Valentine."

"Wah kau lahir di hari valentine ya, perkenalan namaku Rhisaka." Ini pertama kalinya ada yang mengajaknya mengobrol. Alen jadi gugup. Rhisaka mengecek hp-nya. matanya terbelalak.

"Besok tanggal 14 Februari, bukankah itu hari ulang tahunmu Alen?"

"Ah bukan, ulang tahun ku tanggal 14 Maret mendatang" Jawab Alen sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Benarkah? Mungkin orang tuamu tergila gila dengan Valentine"

"Yah tentu saja, bahkan akhir hayat mereka pun di tanggal yang sama. 14 Februari. Tepat di depan halte ini mereka berdua meregang nyawa. Menyisakan Aku dengan wajah semengerikan ini" Kata Alen dengan senyum masam.

"Alen, Aku turut berduka cita." Rhisaka tampak sangat bersalah. Kakinya masih mengetuk ngetuk tanah yang ia pijak.

"Rhisaka kamu tahu tidak?" Tanya Alen

"Tidak, memangnya tahu apa?"

"Saya paling benci dikasihani. Saya mohon jangan kasihan saya." Rhisaka hanya mengangguk kecil. Dalam hati Rhisaka bertanya tanya. Gadis seperti apa Alen. Kenapa begitu, hem apa ya? Menarik? Ah mungkin lebih tepatnya misterius.

"Alen, tahukah kamu? Saya adalah seorang penulis. Saya berencana untuk menulis mengenai Valentine. Menurutmu valentine itu bagaimana?" Rhisaka memang seorang penulis. Dia ingin tahu bagaimana valentine menurut gadis bernama Valentine.

EVENT AIRIZ "Realita di balik Valentine"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang