Penenun Nasib

Mulai dari awal
                                    

Sri sabar menunggu meski tak ada satu orang pun yang mampir. Padahal, jam makan siang sudah lewat sesaat lalu. Tak apa, Sri hanya perlu bersabar karena rezeki tak pernah kesasar.

"Bu, ramai?"

Sri menoleh. Mendapati Tiara berdiri di belakangnya –masih mengenakan seragam putih

biru.

"Lumayan, Nduk ... jalan kamu dari sekolah?"

"Nggak, Bu ... kebetulan tadi ada sisa jajan, jadi naik angkot.''

"Makan dulu."

"Saya bikin gado-gado sama es teh ya, Bu. Ibu sudah makan?"

"Sudah tadi."

"Bu, tadi di sekolah guru BPnya nanyain cita-cita saya ... kalau pengin masuk SMA Negeri bisa dibantu lewat jalur prestasi katanya."

"Memang apa cita-citamu?"

"Guru, Bu ... saya pengin jadi guru ...."

Sri tersenyum. Jika sang putri ingin menjadi guru, berarti harus kuliah. Yang Sri tahu, biaya kuliah tidak murah. Padahal setelah si buah hati lahir, biaya hidup akan bertambah. Ah, bukankah setiap anak membawa rezeki masing-masing. Sri yakin bisa menyekolahkan Tiara tinggi-tinggi.

"Kalau begitu sekolah yang pintar. Doakan Bapak dan Ibu sehat terus."

"Pasti, Bu ...." Sri tersenyum amat lebar. Lantas berdiri, mendekati Tiara dan mengusap puncak kepalanya penuh sayang.

"Nduk, nggak ada yang ibu minta selain Tiara sekolah dengan rajin dan berprestasi ... Ibu nggak bisa meninggalkan apa-apa selain bekal ilmu yang nantinya Tiara gunakan untuk mencari rezeki," jelas Sri.

EVENT AIRIZ "Realita di balik Valentine"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang