Sweet Memorize Sunshine

Mulai dari awal
                                    

"Aurel?" tanya Yuan. Lembaran itu dirapikan dengan cekatan. Lalu matanya menatap pada gadis yang tingginya berbeda 10 sentimeter dari dirinya.

"Kak Yuan, aku belum...."

"Belum dapat tanda tangan Azka juga, 'kan? Ada kendala apa?" Belum juga Aurel berucap, kakaknya sudah tahu. Namun, aneh juga kalau kakaknya mau mendengarkan alasan Aurel. "Jangan salah paham. Aku benar-benar membutuhkannya sekarang."

Salahkah seorang adik mengira jika kakaknya peduli? Aurel mengembuskan napas sebelum membalas, "Laki-laki permen kapas itu selalu meminta aku menyebutkan namanya."

Yuan hanya mengedipkan matanya beberapa kali, mungkin saja terkejut, tapi bisa saja sedang berpikir. Dia lalu hanya tersenyum. "Apa susahnya kamu bilang ke Azka? Kalau sebenarnya kamu disleksia!"

"Kakak!" Aurel membuang muka. Jawaban kakaknya sama sekali tidak membantu dirinya sama sekali. Suara tawa berat khas anak laki-laki dapat dia dengar, dan itu sungguh menyebalkan!

"Tenang saja, rahasia kamu akan aman bersama Azka. Dia sangat terpecaya. Lagipula dia... ah iya aku baru ingat kalau ada laporan dari Areka. Aku harus pergi, cepat minta tanda tangan Azka!" Informasi menggantung! Belum selesai malah main pergi saja. Aurel langsung kesal, dia mengembuskan napas. Menghentakkan kakinya ke lantai dan melipat tangannya.

Disleksia adalah hidupnya. Alasan jelas dia sulit mengingat nama siapa-siapa dan hanya memberikan ciri-ciri seperti yang dia lakukan pada Azka. Laki-laki permen kapas karena kabarnya dia sangat menyukai permen kapas.

Dari sekian banyak jenis disleksia, Aurel hanya tidak bisa mengingat nama seseorang, mengingat tempat dan sulit menghafal. Sejujurnya bisa, tapi selalu saja ada bagian kata yang menghilang dalam ingatannya tanpa pamit terlebih dahulu. Dia tidak seperti penderita disleksia lainnya yang tidak mampu membaca simbol, huruf terbalik, tidak bisa membaca dan menulis. Dia masih beruntung sebenarnya karena masih bisa membaca dan menulis, walaupun selalu ada kata-kata yang menyala. Semua ini juga berpengaruh pada ponselnya, dia bahkan lebih sering menunggu notifikasi atau malah sengaja charge ponsel agar dirinya bisa mengikuti pelajaran sekolah. Sulit. Aurel sudah lelah memikirkan tentang dirinya sendiri.

Berjalan dengan tenang di koridor kelas tiga sendirian membuat dirinya takut. Jarang sekali ada anak berlalu lalang di lantai ruangan kelas tiga. Di sini pun ada ekskul bahasa yang kurang diminati oleh orang-orang biasa. Tentu saja Azka ada di sekretariat mading sekarang. Tempat yang menjadi pemberhentiannya sekarang.

Tok Tok Tok

Tidak berselang lama, seseorang muncul dari balik sekretariat mading. Anak laki-laki kemarin. Si laki-laki gula kapas alias anggota basket bayangan alias pula laki-laki sastra. Azka segera keluar ruangan dan menutupnya rapat-rapat.

"Aku mau ambil proposal," ucap Aurel tanpa basa-basi. Azka hanya membalas dengan lengkungan bibirnya ke bawah.

"Namaku?" Aurel tahu ini akan terjadi. Dia segera membuka ponsel dan melihat nama anak laki-laki di hadapannya. Terselip di antara nama-nama lain, Aurel akhirnya dapat menemukan nama orang yang sedang menjabat Sastra. Jadi dia melanjutkan kalimatnya, "Kak Azka A..."

"Azka apa?" tanya Azka lagi. Aurel menahan napas. Dia kembali melirik ponselnya. Namun, Azka merasakan kejanggalan itu dan mengambil ponselnya dengan tangan kanan. "Masih enggak hafal?"

Aurel mengangguk. Dia mencoba meraih ponselnya kembali, hanya saja Azka mengangkat tinggi-tinggi tangan kanannya. Dia benar-benar tidak dapat meraihnya, kalau melompat juga hanya ada peluang 50:50. Bisa saja dia mendapatkannya, bisa saja dia gagal.

"Aku benar-benar tidak bisa menghafal nama! Aku disleksia!" Aurel menahan tangisnya. Tidak peduli lagi dengan ponsel dan proposal, dia malah berlalu begitu saja. Siapa suruh membuatnya menangis?

EVENT AIRIZ "Realita di balik Valentine"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang