39. Bahagiku Sederhana

2.9K 174 34
                                    



Suatu kehormatan bisa ziarah ke Makam Syaikhona Cholil. Sang ulama karismatik dengan ribuan karomah. Bahkan karomah beliau sudah banyak dibukukan. Diantaranya buku Surat Kepada Anjing Hitam. Aku membelinya di penjaga Masjid. Pertama kali melihatnya langsung jatuh cinta. Belum membaca sudah tertarik, apalagi sampai mulai menelisik bagian dalamnya? Pasti lebih menakjubkan lagi.

Setelah menikah aku tetap tinggal di rumah. Selain karena ummi hanya berdua dengan ayah, juga karena sumber penghasilan Kak Saif bertumpu pada usaha toko kitab Al-Firdaus. Toko yang dia bangun tiga tahun lalu. Selama tinggal di Madinah, Kak Iam dan beberapa santri kepercayaan Kiai Hannan yang mengurusnya. Alhamdulillah toko kitab tersebut berjalan sukses hingga saat ini.

"Sayang, besok mau nggak ikut kakak ke Banyuates?"

"Banyuates tuh dimana?"

"Sampang. Kakak berencana mau silaturrohim ke rumah Ayyub. Dia mau ngajak kita bakar jagung."

"Benarkah? Disana juga musim jagung?" Netraku berbinar.

"Iya. Kamu tau nggak, ladang jagungnya di depan rumahnya." Aku menelan ludah. Membayangkan betapa nikmat rasa jagung bakar yang langsung dipetik dari tangkainya.

"Tapi ada syaratnya."

"Ish kakak. Syarat melulu." Aku mencebik. "Emang apa syaratnya? Jangan aneh-aneh loh ya."

"Nggak aneh kok. Hari ini kakak mau kamu masakin menu spesial. Nase' jegung, ghengan maronggi, jhukok nutonuh se e pencek je cabbhih jerruk."

"Itu doang?" Tanyaku memastikan.

"Iya. Harus spesial yah. Masak sendiri. Nggak boleh minta tolong Ummi atau kebuleen."

"Siap, Sayang." Reflek aku menutup mulut ketika kata sayang meluncur dari lisanku.


"Tadi manggil apa? Kakak nggak denger." Ucapnya mulai menggoda. Aku tersenyum kikuk. Wajahku entah sudah bagaimana saking malunya. Selama ini dia selalu memintaku memanggilnya sayang. Tapi aku tidak pernah mau. "Ulangi, Dek. Kakak nggak denger."


"Bukan apa-apa, Kak."

"Masa sih? Tadi kakak kayak denger kata sayang kamu ucapkan."

"Bukan. Kakak salah denger kali."

Tanpa kuduga, dia sudah menyeret lenganku hingga menubruk dadanya yang kokoh. Jantungku berdetak tak karuan. Suamiku ini kenapa hobi banget membuat jantung berdetak abnormal.

"Ulangi lagi dong panggilannya. Kayaknya manis banget didenger." Netranya mengerling nakal membuat wajahku semakin memanas.


"Nggak mau." Seruku masih enggan. Mencoba melepaskan diri dari kungkungan tangannya.

"Ulangi dulu. Atau kakak cium nih." Berhenti memberontak aku segera menutup mulut sebelum dia melancarkan aksinya. "Cepet, Dek." Ujarnya lagi tak sabar.

Uhibbuka Fisabilillah [Proses Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang