6. Jangan Pergi

2.7K 157 4
                                    


Kenaikan kelas tinggal beberapa bulan lagi. Semua murid kelas XII sibuk persiapan Ujian Nasional.

Perasaanku campur aduk. Antara senang dan juga sedih. Senang karena tak lama lagi akan menduduki kelas baru. Sedih karena akan berpisah dengan kedua kakak tersayangku. Kak Iam dan Kak Saif. Kedua sosok lelaki itu sangat berarti. Keduanya memiliki peran penting dalam hidupku.

Ngomong-ngomong soal rumah, sejak mengenalnya hingga aku bisa seakrab ini aku tak tahu manahu dimana dan apa nama kota tempat Kak Saif tinggal. Aneh memang. Tapi Kakak baruku yang satu ini emang sok misterius.

"Masih termasuk Pulau Jawa, kok. Nggak usah khawatir kehilangan Kakak." Selalu begitu jawaban yang kudengar setiap kali ditanya. Nyebelin banget tau nggak sih tuh orang. Nanya sama Kak Iam dan Mbak Dhea malah sama saja. Nggak ada jawaban.

Saat hati dilanda galau, tiba-tiba tangan yang kubuat menopang dagu diserempet orang. Siapa sih yang berani mengganggu.

"Eh Sha, kenapa sih? Bengong aja dari tadi." Wajah kesalku semakin kentara saat kutahu pelakunya adalah Amar. Dasar si biang kerok. Kerjanya gangguin orang aja.

"Apaan sih. Gangguin aja."

"Diteriakin pentol tuh dari tadi kamu anggurin doang." Sahutnya tertawa melihatku kesal.

"Kayaknya sih Mbak Sha lagi kena Sindrom galau, deh." Sahut si Adik angkat kesayanganku, Said.

"Apa coba kamu, Dek!"

"Kayaknya emang gitu. Kan bentar lagi si Kakak Bayu bakalan lulus. Jadi nggak bakal ketemu lagi, tuh. Kangen berat pastinya." Si Indah lagi. Ngapain juga ikut-ikutan. Baru juga duduk di kantin malah dipojokin.

"Galau men." Celetuk Amar bergaya roker.

Sebelum tanganku sempat menggeplak Si Biang Kerok, kudengar suara deheman di belakangku.

"Eheeem! Siapa nih yang kalian maksud lagi kena sindrom galau?"

Mampus aku!

"Noh. Adek Unyil kesayanganmu. Dari kemaren ayem kalem gitu. Biasanya dia yang paling rame."

"Oooh. Masa sih sampe segalau itu?" Mulai nih. Adduuhh wajahku udah kayak gorengan nyempung wajan kali, ya. Saking panasnya.

"Siapa juga yang galau. Tuh yang ada galon!" Celetukku menunjuk air galon di samping jendela kantin.

"Hayooo ngaku aja."

"Emang aku maling apa disuruh ngaku? Mulai pada nggak rebes nih!"

Aku pergi dari kantin dengan alasan mau ke perpustakaan. Padahal kenyataannya menghindar dari gojlokan seputar gosip pagi nggak bermutu.

Absurd.

◇◇◇◇◇

Suasana Aula sekolah nampak sesak oleh para siswa. Hari ini sekolah mengadakan acara Istighosah Qubro untuk persiapan Ujian Nasional kelas XII senin depan.

"Duduk samping jendela aja ya, Sha. Tau sendiri kan aku cepat gerah kalau udah ngumpul kayak gini." Indah selalu membawa kipas kecil kesayangannya setiap kali ada acara di Aula.

"Ya elaaah, Dah. Bilang aja kalau tadi pagi kamu nggak mandi." Celetuk Si biang kerok.

"Apaan sih kamu, Mar. Orang sehat mah gini. Cepet berkeringat. Nggak kayak kamu. Udah badan tinggal tulang gitu makannya cuma bakso. Gimana mau gemuk."

"Ck. Sembarangan kalo ngemeng!"

Mbak Aira melerai debat tak bermutu mereka berdua. "Hadeeh mulai nih. Udah-udah. Kita harus sampai di Aula sebelum acara dimulai." Ucapnya menarik lengan Indah.

Uhibbuka Fisabilillah [Proses Terbit]Where stories live. Discover now