29. Bayangmu Kembali Menyergap

2.2K 132 12
                                    

Aku lupa kapan terakhir kali berusaha mengikhlaskanmu
Sepastinya entah bagaimana, bayangmu selalu mengintai langkahku
Apa aku harus menghapus ingatan tentangmu?
Namun... kurasa tidaklah perlu


(Shakila)

☆☆◇☆☆


Pagi ini aku termenung. Entah apa yang sebenarnya terjadi padaku. Sejak beberapa hari yang lalu semangat belajarku menurun drastis. Bawaannya ingin diam. Pikiranku melanglang buana entah kemana. Beberapa memori menari-nari dalam benak. Mencipta rindu yang sempat terhapus jarak.

"Kakak jahat banget sih. Itu kan pentol Shakila. Kenapa kakak yang makan."

"Salah sendiri. Siapa suruh ninggalin kakak di perpus. Mana tadi kakak ngomong sendiri. Kakak berasa kayak orang gila tau gak sih. Pas noleh, tau-tau kamu udah kabur."

Lagi-lagi tanpa mampu kucegah suara Kak Saif mengintai indra pendengarku. Entah dalam keadaan sadar atau berusaha menutup mata, suara merdunya berfrekuensi menyapa gendang telinga. Seakan berada di sampingku.

"Kak Saif...."

Rindu tiba-tiba membuncah. Tak bisa ku lpungkiri bahwa aku begitu merindukannya. Bukan hanya sebagai sahabat, tapi lebih dari itu. Aku... mencintainya. Kata itu sudah lama mendekam dalam jiwaku. Hanya saja tak berani kuungkapkan. Aku takut menyakiti perasaan keluargaku yang telah menerima pinangan Lora Syahbaz. Mereka begitu berharap banyak pada ikatan ini.


Lora Syahbaz? Aku tau hasil istikhorohku tentangnya memang baik. Hanya saja, entah mengapa sampai detik ini sedikitpun rasa untuknya belum juga tercipta dalam hatiku. Terdengar egois memang. Seberusaha apapun aku belajar mencintainya, tetap saja rasa itu tak pernah hadir.


"Apapun masalahmu, cerita sama Kakak. Kakak siap mendengarkan semua keluh kesahmu." Ucapan Kak Iam terngiang.

Andai Kak Iam tau apa yang aku rasakan, apa dia akan kecewa padaku? Karena dengan lancang mencintai sahabatnya sendiri. Aku takut jika Kak Saif juga tau tentang rasaku ini, mungkinkah dia akan berubah membenciku? Tidak. Aku tidak sanggup kehilangan hanya karena rasa yang tidak halal ini.

"Kok ngelamun aja, Dek? Liburan itu digunakan buat refresing. Bukannya bengong sendirian disini. Kebiasaan banget, deh."

Kak Iam duduk di sampingku. Bersila menghadap hamparan rumput hijau di belakang rumah. Tempat favoritku sejak dulu. Tak jauh di depan sana, empat ekor kambing tengah merumput. Melahap dengan tenang rerimbunan kecil di bawahnya.

"Hanya menikmati indahnya pagi, kok. Siapa juga yang ngelamun." Elakku tanpa menoleh.

"Beneran? Masa sih? Sejak pulang kakak perhatiin kamu suka bengong. Biasanya kan kalo lagi di rumah kamu pasti rame. Kakak ngerasa ada yang nggak beres." Terkanya membuatku menghela nafas berat.

"Itu hanya perasaan kakak aja. Dedek baik-baik aja kok."

"Kakak sudah hidup denganmu hampir dua puluh dua tahun dek. Dan selama itu pula kakak paham betul semua hal tentang kamu. Kakak memang bukan Ummi yang merasakan secara langsung apa yang kamu rasa. Tapi dibalik semua itu, ada ikatan besar yang membuat kakak memahamimu lebih dari yang kamu bayangkan."

Uhibbuka Fisabilillah [Proses Terbit]Where stories live. Discover now