17. Dilema

2K 156 0
                                    

Aku menyadari...
Dibalik 'Persamaan' yang kita miliki
Ada begitu banyak 'Perbedaan' yang menghalangi.

-(Shakila)-


◇◇☆◇◇

Kantor Kunjung SPAB

SPAB?

Itu singkatan dari Santri Putri Al- Barokah. SPAB adalah kantor tempat dimana santri putri dikunjungi alias di sambang orang tua, kerabat, atau teman. Santri Al-Barokah biasa menyingkat SPAB.

Jam sembilan pagi Kak Iam, ummi, juga ayah sudah duduk manis di ruangan ini. Jadwal kunjungan. Mereka membawa banyak sekali makanan. Katanya sekalian selamatan atas ulang tahunku.

"Sanah hilwah, putri kesayangan ummi." Kurasakan kecupan lembut di kepalaku. Duuuh damai banget deh. Ummi memang selalu yang terbaik.

"Syukron jazil, Ummi."

Aku beralih pada Ayah. "Umrun barokah wa saadah, sayang."

"Amin. Makasih, Ayah." Ku peluk Ayah dengan bahagia.

"Eheeem....!! Ayah sama Ummi dipeluk. Kakak jadi obat nyamuk nih ceritanya." Sindiran maut datang dari sebelah. Tak lupa tangan bersedekap menghadap arah samping.

Aku masih mengabaikan. Sengaja ingin membuat Kak Iam kesal. "Kayaknya ada yang cemburu nih nggak dapat pelukan." Balasku menyindir. Kak Iam masih melengos. "Ayoolah, ngaku aja. Nggak usah gengsi  Nggak asyik, ah. Pake ngambek segala."

Tawaku menyembur melihat ekspresinya gagal berlama-lama kesal.    Dengan rada terpaksa dia merentangkan tangan. Minta dipeluk. Dasar!

"Happy Miladun Saeed, Dedeknya Kakak yang manisnya hampir diabetes." Bisiknya mempererat pelukan. Membuatku susah bernapas.

"Peluk sih peluk. Tapi nggak usah kenceng-kenceng juga kali, Kak." Omelku menggelitik punggungnya. Kak Iam berkelit sembari tertawa kegelian. Akhirnya kami tertawa bersama.

Ayah membuka makanan kesukaanku. Dengan lembut menyuapi sembari mengomel anak perempuan kesayangannya keliatan makin kurus. Padahal jatah makan tercukupi. Ayah tidak tau saja kalau dalam beberapa minggu terakhir pikiranku diteror permintaan Neng Nafia. Pun tentang hatiku yang diam-diam masih menyimpan rasa pada Kak Saif.

"Kak, selama ini Kak Iam masih berkomunikasi sama Kak Saif, nggak?" Bisikku pada Kak Iam yang ikut mencomot makanan.

Terlintas tanya begitu saja disela-sela kami mengobrol. Sebenarnya aku sedikit malu sama ayah dan ummi, tapi untung saja mereka tengah mengobrol dengan salah seorang wali santri di sebelah.

"Nggak, dek. Dia lost contact."

Aku sedikit kecewa mendengarnya. Biasanya kalau Aku ulang tahun, Kak Saif orang pertama setelah Kak Iam yang ngucapin selamat. Sekarang? Jangankan ucapan, kabarnya saja hilang jejak.

"Udah nggak usah sedih. Kan masih ada Kakak yang selalu ada buat kamu."

"Tapi, Kak. Shakila kangen Kak Saif. Apa dia benar-bener udah lupa sama Dedek?"

Kak Iam menggeleng. Mengusap lembut kepalaku." Dia sayang banget sama kamu mana mungkin bisa lupa. Hanya saja kamu tau sendiri kan ayahnya sangat keras kepala. Sebelum Saif membuktikan dirinya mampu menjadi mahasiswa terbaik, dia tidak diperbolehkan berhubungan dengan orang-orang di masa lalunya."

Uhibbuka Fisabilillah [Proses Terbit]Where stories live. Discover now