38. Gagal Romantis

2.5K 188 22
                                    

Setidak bisanya aku bersikap romantis, tetap saja aku ingin melihat senyumanmu selalu terbit.

(Lora Syahbaz)

◇◇☆◇◇

Madura adalah sebuah pulau kecil di ujung kota jawa bagian timur laut. Di hubungkan dengan salah satu jembatan terpanjang se Asia Tenggara. Jembatan Suramadu. Pulau tersebut terbagi menjadi empat kabupaten. Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Terkenal dengan kesenian adatnya, kerapan sapi. Juga terkenal dengan istilah kota santri. Sebab dari ujung barat hingga timur pulau semuanya terisi dengan pesantren. Bahkan ada dalam satu desa saja berdiri dua pesantren salaf, atau setidaknya berdiri dua sampai tiga gedung madrasah.

Kak Saif bilang, Rosulullah pernah bersabda dalam sebuah isyarat.

"Suatu hari nanti hanya ada tiga kota berinisial M (Mim) yang akan selamat dari fitnah Dajjal. Yakni Makkatul Mukarromah, Madinatul Munawwaroh, dan Mandurotul Mubarokah."

Aku tidak tau hadist itu sohih, hasan atau dhoif. Tapi yang pasti sebagai gadis yang telah menikah dengan salah satu keturunan asli Madura, aku bersyukur. Semoga kalimat Rosulullah tersebut menjadi kenyataan. Mengingat dalam darah mereka mengalir keimanan yang kuat.

Selain itu, Madura juga terkenal dengan ulamanya. Di berbagai tempat terdapat makam para ulama terdahulu. Tapi yang lebih mendominasi Kota Bangkalan adalah Makam Syaikhona Muhammad Cholil. Makam beliau di semayamkan di Masjid Martajasah. Beliau adalah pencetus berdirinya Nahdhotul Ulama yang dipimpin oleh Kiai Hasyim Asy'ari.

"Hey, ngelamun aja. Mikirin apa sih?"

"Nggak papa."

"Beneran?"

Aku menoleh pada sosok pemuda tampan di sebelahku. Senyum jahil terbit di bibirnya. Aneh. Jangan-jangan.....

Netraku reflek menoleh pada mangkok bakso yang menyisakan tiga bunderan pentol.

"Kak Iiiif." Rengekku kesal.

"Salah sendiri. Kakak ngomong dari tadi dicuekin."

"Balikin pentolnya!"

"Nggak mau. Itu hukuman buat istri yang mengabaikan suaminya."

Aku berdecak. Dasar suami ngeselin. Aku kan nggak melamun. Dari tadi lagi mendeskripsikan apa yang dia jelaskan beberapa hari belakangan.

"Balikin nggak, Shakila masih lapar, Kak." Pintaku dengan mimik memohon.

"Beneran minta dibalikin?"

Aku mengangguk cepat. Perutku hanya terisi dua pentol. Sedang yang kak Saif ambil hampir enam pentol. Mana pentolnya enak banget.

Kak Saif mengajakku menikmati bakso di warung langganan Bakso Uddin'.

"Tuh kan bengong lagi. Kakak sita semuanya nih."

"Eh?"

Lagi-lagi aku tersadar. Dengan cepat memegangi mangkok bakso. Antisipasi kalau dia mau merampasnya. "Enak aja. Nggak boleh. Balikin pentolku. Aku lapar, Kak." Seruku lagi.

"Kamu beneran mau dibalikin?"

"Iya. Mana ih! Lama banget."

"Makan berdua sama kakak aja. Satu mangkok. Biar mesra dikit lah, Dek."

Aku menggeleng cepat. Apa-apaan sih suamiku ini. Aku malu sama pelanggan lain. Mereka pasti memperhatikan kami yang bersikap konyol. Benar sih kami sudah menikah tapi nggak harus terlalu mencolok juga mengumbar kemesraan.

Uhibbuka Fisabilillah [Proses Terbit]Where stories live. Discover now