16. Eid Milad, Shakila

2.3K 145 0
                                    

Kiai Hannan memeluknya erat. Beliau ikut menangis mendengar tangis pilu cucunya. Tanpa sepatah kata keluar dari bibir mungilnya. Pipiku mulai basah. Ikut merasa sedih. Entah mengapa hatiku begitu sakit kala mendengar berita duka ini.

"Mas Syahbaz..." Ucapnya lirih disela-sela tangisnya. Suaranya bergetar. Membuatku semakin tak mampu menahan air mata.

"Sabar, ya, Nak. Kakakmu akan baik-baik saja. Dia hanya luka kecil. Setelah diobati akan langsung pulang. Jangan nangis lagi. Dia pasti sedih kalau tau adik kesayangannya menangis."

Sebisa mungkin Kiai Hannan menghibur Neng Nafia. Beberapa saat kemudian kulihat gadis kecil itu sudah terlelap. Masih dengan wajah berurai air mata. Sesekali sisa isaknya masih terdengar. Kiai Hannan menggendong tubuh mungilnya ke dalam kamar. Aku mengikuti dari belakang.

"Tolong jaga dia, Sha. Jangan biarkan dia sedih lagi. Dan jangan katakan padanya kalau sebenarnya kondisi kakaknya sangat parah. Dia kritis. Tolong bantu doa untuk kesembuhannya."

"Insya Allah, Kiai." Kuanggukkan kepala takdim.

Hatiku benar-benar tertohok kala Kiai Hannan mengatakan kenyataan yang sebenarnya. Lora Syahbaz mengalami gegar otak setelah ditabrak mobil yang melaju kencang di jalan menuju bandara internasional.

◇◇◇◇◇

Author Pov.

1 Bulan Berlalu.

Pagi ini matahari bersinar dengan lembut. Angin berhembus menyapa rerumputan hijau di taman pesantren putri. Sekarang hari Jum'at. Dimana semua santri sibuk dengan kerja bakti pondok. Semua santri mendapat bagian kerja bakti yang berbeda. Tergantung dari kelas masing-masing. Kelas 3-4 mencabut rumput di halaman pesantren Selatan. Kelas 5-6 mencabut rumput di luar pagar Dhalem Kiai Hannan. Sedangkan kelas 1-3 Tsanawiyah beres-beres sampah di area sungai pesantren putri.

Shakila, Bella, Nasha dan Wardah memiliki tugas khusus. Merawat tanaman di taman pesantren. Terlihat mereka berempat sedang sibuk dengan tugas masing-masing. Nasha menyapu dedaunan kering yang berserak, Bella menggunting rumput yang tumbuh liar, Wardah membuang sampah yang sudah disapu nasha, Sedang Shakila menyiram tanaman.

"Sha..." Panggil Bella tak jauh dari tempat Shakila menyiram bunga matahari. "Shakila..." Panggilnya lagi. "Shakilaaaaa....!" Kali ini sedikit berteriak. Membuat Shakila terkejut. Hampir saja air dalam ember yang dia pegang membasahi pakaian Wardah yang ada disampingnya.

"Apan, sih, Bel? Bikin kaget aja, deh." Ia cemberut sambil memegang dadanya.

"Kamu sih. Dari tadi aku panggil nggak nyaot. Telingamu lagi konslet ya?"

"Iya, tah? Masa sih manggil aku?"

"Makanya, Sha. Jangan kebanyakan makan tahu. Biar telingamu kagak eror." Seloroh Nasha yang baru bergabung.

"Apa hubungannya sama tahu?" Shakila mengernyit. Gagal paham.

"Ya elaaah, Sha. Orang kebanyakan makan tahu itu telinganya jadi kesumbat. Masa gitu aja nggak tau."

"Sejak kapan ada teori kayak gitu?"

"Sejak... ah ngapain juga bahas tahu. Kembali ke topik awal. Ohya tadi ngapain kamu bengong?" Bella mulai introgasinya.

"Hayooo... Pagi-pagi udah ngelamun aja. Lagi mikir apa sih?" Kini Wardah ikutan memandang wajah Shakila yang sudah melongo. Mendapat pertanyaan seperti itu.

"Eeh... Siapa juga yang bengong. Orang aku nyiram bunga kok."

"Ngaku aja deh, Sha. Dari tadi aku liat kamu senyam-senyum gitu. Jadi curiga aku." Goda Bella.

Uhibbuka Fisabilillah [Proses Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang