8. Secepat Itukah?

2.3K 149 0
                                    


"

Assalamualaikum, Mbak."

"Waalaikumsalam Dek." Jawab Mbak Dhea merangkulku hangat sembari mengajak masuk ke dalam rumah. Dimana semua teman lulusan kelas tiga sudah banyak yang datang. "Akhirnya kalian datang juga. Sudah di tunggu tuh sama yang lain." Ucapnya lagi masih menggandeng tanganku sampai tiba di hadapan Kak Saif.

Ternyata genk The Gokil juga di undang di acara syukuran lulusan. Sebelum Kak Saif berangkat ke Jakarta. Pandanganku tertuju pada Mbak Aira dan Indah yang duduk di sisi selatan. Keduanya sibuk melihat brosur. Entah brosur apa. Aku pamit pada Mbak Dhea dan langsung menghampiri mereka.

"Eh Shakila. Liat deh. Ini bagus kan, Sha?" Indah memperlihatkan brosur yang dia pegang. Ternyata itu brosur kampus yang dipilih Kak Saif.

"Sha, Mbak boleh minta tolong, nggak?" Sebuah tepukan mampir pundakku sebelum sempat nama kampusnya terbaca. "Bantuin Mbak nyiapin makanan di dapur. Bisa nggak?"Aku mengangguk lalu beranjak mengikuti langkahnya.

Aku membantu Mama Mbak Dhea meletakkan menu penutup di sisi dapur paling timur. Terpisah dari hidangan utama. Agar lebih mudah kala menyajikannya pada tamu.

"Yang itu juga, Sha." Tunjuk Mama Mbak Dhea pada satu piring kue lemper di dekat ikan panggang.

"Iya, Tante."

"Eheeem..! lengket terus nih sama calon mbak ipar." Bisik Indah takkala kuhidangkan makanan di depannya.

"Apaan, Sih. Nggak usah ngomong yang aneh-aneh, deh."

Aku meninggalkan Indah yang tertawa pelan. Kembali ke dapur. Benar kata Indah, Mbak Dhea memang calon kakak iparku. Rencananya Kak Iam akan mengkhitbahnya 4 bulan lagi. Tepatnya Setelah Maulid Nabi. Saat ini Kak Iam sedang fokus mencari pekerjaan sekaligus beasiswa untuk bisa kuliah.

"Sha, Mbak boleh minta tolong." Mbak Deyza--saudara Mbak Dhea memanggilku. Dia berada di depan dapur menggendong anaknya yang masih berumur 2 tahun.

"Boleh, Mbak."

"Tolong gendong Arkan, ya. Mbak mau ke kamar mandi sebentar."

Aku meraih Arkan dari gendongan Mbak Deyza. Bocah kecil itu tersenyum senang dalam gendonganku. Akupun ikut tersenyum melihatnya.

"Dek Arkan jangan nakal, ya. Bunda lagi ke kamar mandi."

"A aa aa" Ucapnya lucu. Aku mana paham bahasanya. Tapi aku yakin dia bilang Iya nggak bakal nakal gitu.

"Iya Tante. Arkan nggak bakal nakal, kok." Aku terkejut mendengar suara cowok di belakangku.

"Kak Bayu! Ngagetin aja, deh." Dia tertawa melihatku terperanjat. "Eh tunggu dulu. Apa tadi kakak bilang! Tante? Emang Shakila udah keliatan kayak emak-emak apa?" Aku cemberut mendengar dia menirukan suara anak kecil memanggilku dengan sebutan tante.

"Kamu udah cocok banget jadi ibu. Jadi apa salahnya kalau ponakan kakak panggil kamu tante." Dia tersenyum jahil. "Ya kan, Arkan?" Lanjutnya lagi mengajak bayi kecil dalam gendonganku ini bercanda. Si kecil tertawa mendengar ucapan Oom sintingnya.

"Tuh, kan. Arkan saja setuju."

"Nggak. Dia mana paham ucapan kakak. Enak aja. Arkan hanya boleh manggil aku Mbak. Bukan tante!" Ngeselin banget sih tuh orang. "Aku masih muda tau. Jadi belom pantes dipanggil tante."

"Suka-suka Kakak, dong."

"Kak Bayuuu.... "Rengekku cemberut. Lagi-lagi dia tertawa. Tak peduli aku yang sudah mencebik kesal. "Nyebelin banget sih!"

Tuh Orang bener-bener, deh. Bukannya minta maaf, malah tertawa lebih keras.

Tiba-tiba aku terpaku pada suara tawanya. Tanpa kusadari sebentar lagi tawa itu akan sangat kurindukan. Tidak bisakah dia kuliah di kota ini saja? Tidakkah dia mengerti bahwa hati ini begitu berat melepas kepergiannya. Bolehkah jika tawa itu kumiliki... selamanya?

"Dek..." Panggilnya membuyarkan lamunanku.

"Ya?"

"Besok pagi Kakak berangkat ke Jakarta."

◇◇◇◇◇☆☆☆◇◇◇◇◇
☆☆☆◇◇☆☆☆

◇◇◇◇◇☆☆☆◇◇◇◇◇☆☆☆◇◇☆☆☆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dhea sediih. Kakak sepupu kesayangannya mau kuliah ke luar kota😥😢😢
Bakalan nggak ada yang manjain lagi katanya.

Salam Silaturrohim buat semua sahabat fillah Alvie. 😉

Uhibbuka Fisabilillah [Proses Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang