18. Pernikahan Iam

2.5K 152 6
                                    

بارك الله لكما و بارك عليكما
وجمع بينكما في خير...

◇◇☆◇◇

Muhammad Khanzul Himam
&
Fadhia Kamilah

Itulah deretan nama yang baru saja kubaca di kartu undangan pernikahan yang tergeletak di tumpukan pakaian Kak Iam yang baru saja disetrika.

Besok pagi, Kak Iam dan Mbak Dhea akan melangsungkan resepsi pernikahan yang akan ditempatkan dikediaman Mbak Dhea. Akad nikahnya seminggu lalu di pesantren Al-Barokah oleh Kiai Hannan.


Aku tersenyum lebar melihat wajah tampan Kak Iam yang berseri-seri. Kebahagiaan terpampang jelas di raut wajahnya.

"Ngapain sih malah senyam-senyum kayak gitu. Kenapa? Baru nyadar kalo kakakmu ini kelewat ganteng?"

Aku pura-pura muntah. "Aaah... Lebaaaynnya dikurangi dikit napa. Kelewat ganteng dari Hongkong! Kepedean banget deh." Ledekku yang mendapat getokan di kepala.

"Emang sejak kapan kakak jelek? Emang faktanya selalu ganteng, kan." Masih lanjut aja nih tingkat narsisnya.

"Iyaa ganteng. Tapi diliat dari ujung sedotan. Haahaa."

"Kata siapa?"

"Monyet tetangga, tuh."

Kak Iam melempari kepalaku dengan pensil warna di atas meja. Aku mengelak. Pensil itu menggelinding ke bawah kursi. "Rese amet sih kamu, Dek."


"Biarin." Aku kembali tertawa. Puas mengerjainya.


"Ketawa aja terus. Awas aja yaaa."

Kak Iam menangkapku yang masih tertawa. Tanpa kuduga dia menggelitik leherku. "Ampun, Kak. Ampuuun. Lepasin Kak." Berusaha keras menghindar. Kak Iam tau banget kelemahanku.


"Masih mau ngetawain kakak?"

"Nggak, Kak. Hehee .. Iya, deh. Shakila minta maaf."

Tangan Kak Iam berhenti menggelitik. Tapi masih bersiap melakukannya lagi. Jaga-jaga gitu. Air mataku merembes jatuh saking gelinya.

"Kamu nangis, Dek. Cengeng banget sih. Cuma digelitik doang." Gantian dia yang tertawa. "Ingusnya tuh, Deg. Nyangkut."


"Masa? Tak cayeee aku."


Jeda.

Sunyi.

Untuk sesaat kami sama-sama diam. Kupandangi wajah Kak Iam lamat-lamat. Wajah yang sekian lama hanya bisa kutatap beberapa menit. Jarak pesantren-rumah yang memisahkan membuatku ingin memandangi sepuasnya. Setelah ini dia bakalan menjadi seorang suami. Waktunya untukku akan terbagi. Bahkan mungkin hanya tersisa sedikit. Tanpa mampu kucegah, ada rasa sedih menyusup ke dalam hatiku. Kristal bening itu meluncur dengan mudahnya. Membasahi kedua pipiku.

Uhibbuka Fisabilillah [Proses Terbit]Where stories live. Discover now