130. Awan Gelap Musim Semi -1-

Mulai dari awal
                                    

"Sai-kun, okaerinasai..." Ino, wanita bersurai kuning yang berdiri memimpin barisan pelayan pengantar makan malam itu menyapa riang sang suami.

Sai mengangguk sekilas, "Ino bisa kita keluar sebentar." Wakil dari Jenderal itu menghampiri sang istri lalu menarik lengannya pelan.

"Tapi ini sudah waktunya makan malam." Ino mencoba menolak, bukannya ia tidak mau, tapi keberadaan Danzo di ruangan inilah yang membuatnya sungkan, aquamarinenya melirik pada sang ayah mertua, memberi kode pada sang suami.

"Otou-sama," Sai berbalik kehadapan sang ayah dan membungkuk sembilan puluh derajat. "Aku mohon diri untuk berbicara masalah pribadi dengan istriku." Izin Sai pada sang ayah.

Danzo mengangguk pelan seraya tersenyum, dan tanpa buang waktu Sai langsung menarik sang istri keluar dari ruangan itu.

...

"Apa yang sebenarnya terjadi di Kokiden?" Sai yang baru menginjakkan kakinya di gazebo taman itu langsung mengajukan pertanyaan pada sang istri.

Ino menghela nafas pelan. "Tou-sama memaksa ikut ke Kokiden siang ini dan dia kembali membuat ulah."

Sai mengusap wajahnya kasar, ia mencoba mencari ketenangan. "Apa saja dia katakan?" Kembali Sai berlakon seolah ia tengah mengintrogasi sang istri.

Ino mulai menceritakan tiap detil yang ia dengar tadi siang di pavilun permaisuri itu, dan Sai ia tak mampu membendung rasa kesalnya. Sore ini ketika ia baru saja keluar dari ruang kerja Kamakura Bakufu di Chodo-in, telinganya sudah panas dengan gosip murahan yang berada diantara para dayang dan pegawai pemerintahan.

Istana Dairi adalah tempat dimana setiap penghuninya harus berbicara hati-hati, setiap kali penghuninya akan berbicara tentang hal pribadi, ada baiknya untuk memerintahkan para dayang untuk keluar. Kejadian di teras Kokiden tadi siang terjadi di depan umum, gosip itu berhembus bagai angin, begitu cepat dan setiap orang pasti akan mengetahuinya. Dayang istana adalah penyebar gosip terbaik di Heian.

"Pada intinya, sekarang Tou-sama menunjukkan terang-terangan ketidak berpihakannya pada Kamakura Bakufu di tangan Shogun yang baru, dan pada Kogo-sama..." Ino menyelesaikan jawaban yang diminta sang suami.

Sai kembali menghela nafas panjang. "Aku tahu dia begitu terpukul atas mangkatnya Kaisar Hashirama dan Permaisuri Mito, selama kalian mengungsi di Shinto Ryu, Tou-sama dan para tetuah lainnya masih bertahan disini dan memasang muka dua sebagai pendukung para pemberontak demi membuka jalan pada kami."

"Aku juga merasa begitu, ketakutan Tou-sama dan para tetua lainnya akan klan Hyuuga dan Uchiha, beralasan. Sasuke dan Neji pernah melakukan pemberontakan pada dinasti ini." Ino melirik ke arah bulan, ia bingung bagaimana harus bersikap, ia kasihan dengan Hinata yang mendapat cercaan keji dan terpaksa berlutut pada sang ayah mertua demi agar tak terulangnya pertumpahan darah, namun di sisi lain ia tak dapat mengalahkan ayah mertuanya. Tak bisa dipungkiri ia pun masih trauma akan perang saudara yang tempo hari terjadi, keberadaan Sasuke dan Hinata begitu dekat dengan pemerintahan menimbulkan perasaan was-was pada dirinya.

Dahi Sai berkerut, ia bisa menangkap pandangan sang istri tendang perang dingin yang kini terjadi. "Jika sampai Otou-sama melakukan reaksi berlebihan pada Hyuuga dan Uchiha, aku takut Sasuke akan merasa disisihkan, besar kemungkinan pertikaian akan kembali terulang. Dendam tidak akan pernah selesai jika para pelakunya terus merasa menjadi korban. Jika Tou-sama masih menyimpan dendam atas mangkatnya Kaisar dan Permaisuri terdahulu, maka rantai setan ini tak akan pernah terputus."

Fox And FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang