Chapter 30 | Gue Pamit

332 45 14
                                    

"jangan mentang-mentang lu lagi gak karuan kayak gini, lu lupa sama Tuhan yang masih ngasih lu nyawa"

************

"Lu kapan nyampenya?" tanya Rain dalam sambungan telepon.
Ia merebahkan tubuhnya dikursi tua itu. Sambil menunggu kedatangan Cakra, tangan kanannya mengais ponselnya menyentuh telinga, sedangkan satunya lagi sedang sibuk menyisir rambut yang menutupi jidadnya.

"Emang lu udah dimana?" jawab Cakra.

"Gue udah dari tadi nunggu di rumah kosong, kalo sampe lama, gue sunatin lagi lu!, tiati." tutup Rain, segera melempar ponsel di atas dada bidangnya yang lusuh.

Dalam kepalanya hanya ada Rainy Rainy dan Rainy, ia hanya memikirkan tentang Rainy, segalanya adalah Rainy. Kebahagiaan, kerinduan, kasih sayang, perencanaan masa depan serta penyesalan, semuanya hanya berisikan Rainy.

Sudah pasti ia harus merelakan Rainy bagaimanapun itu. Tapi apakah bisa? Bukankah cintanya sangat besar pada Rainy, bahkan ia rela membuat tubuhnya babak belur seperti itu hanya untuk menjemput cintanya itu, meskipun pada akhirnya Rainy resmi dipersunting ayahnya sendiri.

Pandangannya masih kosong keatas langit-langit yang telah lapuk itu. Disela matanya nampak sesekali berceceran air mata tanpa ia sadari.
Nampak sekali, wajah penyesalan darinya.

"Oi! Ngelamun aja luh."
Sesuatu mendarat ditubuhnya, seraya ditemani seseorang yang muncul dibalik cahaya senja yang menguning itu.

Rain terkejut, ia meraih cokelat yang dilemparkan Cakra padanya.

"Elu, datang udah kayak setan aja Cakra, salam ngapa." tubuhnya kini terduduk, wajahnya bertengadah menyambut Cakra yang berjalan kearahnya.

"Lagian salam gua juga gak bakal lu bales. Lu nya lagi mewek gitu." ejek Cakra.

"Gila aja gue nangis, bisa luntur karisma gue." Rain mengelak.

"Alah, noh air mata lo kering noh," balas Cakra cuek, tangannya membuka kemasan cokelat bar itu.

"O_m ini mah tadi kena debu noh di atas, lo liat aja banyak debu di atas noh." ucapnya kikuk, sambil menunjukan langit-langit rumah kosong dengan kepalanya.

"Serah lu dah," balas Cakra, sambil mengunyah ia kembali bersuara pada Rain. "Udah lu makan dulu tuh cokelat, biar jantan lagi lu." suruhnya. Tangannya masih berada di dalam saku kiri, sedangkan yang kanan sedang memegangi cokelat batang yang sudah tidak utuh lagi.

"Lu duduk napa?! Gua pegel liatnya, gaya lo udah kaya putri duyung aja diri depan gue." tangannya sambil membuka bungkusan coklat itu.

"Ah elu, mana ada duyung berdiri." ia segera menggeser tubuhnya, duduk disamping Rain.

Terdengar suara decitan di kursi itu, wajar saja, kursi atau sofa tua itu memang masih setia menghiasi rumah kosong itu. Sejak Rain dan Cakra masih sebiji jagung, sampai sekarang beranjak dewasa. Masih untung pun bisa diduduki keduanya.

"Nah gitu kan enak, entar gue bisa peluk lu lagi, kangen gue main sama lu." canda Rain.
Tubuhnya kini bergeser kebelakang, menyandarkan punggungnya, sedangkan satu tangan kirinya menggantung di pundak Cakra yang sedang menikmati cokelat yang ia bawa sendiri.

"Mecin luh dasar." tangannya menyenggol kepala Rain.

"Sakit koplak" Rain sambil menghempaskan tangan Cakra. "Kan biasanya lu yang nafsu sama gue." Rain coba meledek masalalu mereka.

"Kagak sekarang, kecuali lu kasih gue 80 juta." sentil Cakra.

"Gila lu 80 juta, mending gue beli lonte-lonte yang beneran cewek, mumpung gue lagi ancur, biar ancur sekalian." elak Rain.

Rainy RainWhere stories live. Discover now