Chapter 28 | Akad

371 46 10
                                    

Play lagu ini yah, biar makin kerasa 

_______________

Pergolakan batin yang juga tak kunjung usai, menjadikan Rain seorang pemurung. Ia bersikukuh tak mau keluar dari kamarnya, ia juga sama sekali tak memasukan sebutir nasi pun kedalam tubuhnya, ia hanya mengerang kesakitan, sakit hati yang luar biasa.

Terdengar beberapa kali suara keras pecah di kamar Rain. Mungkin ia meluapkan segala rasa yang kini ia miliki pada benda-benda yang terpajang kaku di kamarnya.

Kamarnya dikunci, juga suara ketukan dan sahutan ibunya tak digubris Rain. Ibunya telah mengetahui permasalahan yang sebenarnya. Semalam Rainy menceritakan padanya. Ia nampak tidak menyangka dan bahkan menaruh iba pada Rainy.

Ia merestui hubungan Rainy dengan mantan suaminya itu, bahkan ia pula setuju jika Rainy menikah dengan Rain.

Ia sangat mengetahui bahwa anak semata wayangnya itu sangat mencintai Rainy. Aroma kebahagiaan dan keceriaan yang terpancar setiap harinya dalam kehidupan Rain adalah berkat adanya Rainy. Ia hanya bisa memaklumi dengan kejadian yang ada, yang terpenting baginya hanyalah kebahagiaan Rain. Tidak peduli jika misalkan Rain harus menikahi Rainy dalam keadaan hamil dan itu bukan anak kandungnya.

***

Hari pernikahan Rainy.

Pagi-pagi sekali, Rainy mendapat sebuah paket yang berisikan gaun pernikahan lengkap dengan perhiasan, sepatu juga rangkaian bunga.

Paket tersebut berasal dari calon suaminya, Adiwijaya Chipranat.
Hari ini memang hari pernikahan Rainy dengannya.
Ia menerima tawaran ayah Rain untuk membangun rumah tangga dengannya. Adiwijaya mengakui jika ia benar-benar mencintai Rainy. Atas hal tersebut, akhirnya Rainy rela menggadaikan perasaannya pada Rain yang ia pikir, Rain sangat-sangat membencinya.

Pukul delapan.

Terlihat kenop pintu kamar Rainy memutar, tak lama setelah itu, nampak Rainy yang begitu cantik dan anggun, mengenakan gaun pernikahan berwarna putih, sepatu putih dan rangkaian bunga dalam genggamannya.

Hari pernikahan yang seharusnya menjadi hari bahagia baginya, justru tidak nampak sama sekali. Wajahnya muram, matanya sembab, tak sedikitpun terlihat bahagia terpancar darinya. Bagaiamana tidak?, ia menaruh hati dan harapannya pada Rain, tapi justru ia harus menikah dengan yang lain, tentunya seseorang yang ia tidak cintai, sedangkan Rain yang ia harapkan bisa mencegah semuanya terjadi, justru mengubur diri tanpa adanya upasa apapun.

Ia melangkah menuju kamar Rain, tangannya lalu mengetuk pintu kamar Rain. Ia hendak berpamitan padanya.

"Tuk! Tuk! Tuk!"

"Rain?.." sahutnya. "kamu sudah bangun?" ia coba memastikan keberadaan Rain di kamar, sekaligus mungkin ia ingin mendengar suara Rain untuk yang terakhir kalinya, sukur-sukur ia bisa melihat pintu kamar Rain terbuka dan menampakkan wajah Rain pula untuk terakhir kalinya.

Rain yang sebenarnya tidak tidur sejak semalaman, sengaja mengacuhkan Rainy yang berusaha melepas rindu padanya, sebab setelah pernikahan ini, Rainy akan hidup bersama suaminya, yang artinya, ia tidak lagi akan serumah dengan Rain.

"Rain" sahutnya kini terdengar lagi. "aku minta maaf sama kamu, tapi asal kamu tahu, seberapa besarnya kamu benci sama aku, gak akan mungkin buat ngalahin besarnya rasa cinta aku sama kamu, rasa sayang aku sama kamu." Ucap Rainy untuk terakhir kalinya, sebelum akhirnya ia benar-benar pergi dari rumah ini.

Rainy RainWhere stories live. Discover now