Kamu Milikku (Revisi)

98.8K 4K 52
                                    

Setelah menyelesaikan makan siang bersama Vino, Vino menawarkan tumpangan padanya dan diterima baik oleh Vania. Vania merasa akan sedikit lama jika menunggu taksi apalagi cuacanya begitu panas hari ini.

Vania memperhatikan jalanan ibu kota yang begitu macet dari balik kaca. Ia tak berani melirik ke arah Vino karena dia juga merasa bersalah padanya.

"Jika kamu butuh apa-apa nantinya, kamu bisa menghubungiku. Aku siap membantumu"  celetuk Vino membuat Vania melirik ke arahnya. Vino hanya memalingkan wajahnya kembali lalu fokus ke kemudinya saat jalanan mulai sedikit longgar.

"Terima kasih" ujar Vania dan diangguki oleh Vino.

Setelah sampai di basement apartemen, Vania keluar dari mobil seraya membawa tasnya. Tak sengaja Vania sedikit oleng membuat pergelangan kakinya terkilir membuat Vania sontak terjatuh seraya mengaduh kesakitan.

Vino yang melihat Vania terjatuh sontak keluar dari mobil dan berlari ke arah Vania. Ia berjongkok di depan Vania dengan tatapan khawatirnya.

"Kenapa? Ada yang sakit?" tanya Vino khawatir seraya memegang pergelangan kaki Vania.

Vania meringis kesakitan seraya mencoba untuk berdiri seraya berpegangan pada badan mobil, "Kayaknya sedikit terkilir" jawab Vania seraya melepaskan sepatunya.

Vania berusaha berjalan sedikit sontak mengaduh kesakitan kembali. Vino dengan sigap merangkul bahu Vania menjaganya supaya tidak terjatuh membuat Vania membeku.

"Tidak usah, Kak. Aku bisa jalan sendiri. Ini nggak terlalu sakit kok" tolak Vania seraya melepaskan cekalan tangan Vino dari lengannya.

"Biar aku bantu. Aku tahu itu tak terlalu sakit. Tapi dibuat jalannya yang susah" paksa Vino dan terpaksa diangguki oleh Vania. Vania tak ada cara lain untuk sampai ke apartemen kecuali menerima bantuan Vino.

Vino merangkul Vania, sedangkan Vania merangkul pinggang Vino. Ia tidak bisa berjalan jika tidak berpegangan kuat. Ia tahu ini salah tapi bagaimana lagi. Di perjalanan ke arah apartemennya, Vania hanya diam begitu juga dengan Vino.

"Terima kasih" ujar Vania seraya tersenyum kecil sesampainya di depan pintu apartemen dengan sedikit menundukkan pandangannya. Vino menganggukkan kepalanya sebagai jawabannya.

Saat Vania menegakkan kepalanya, Vania menelan salivanya kasar dengan napas tertahan. Tubuhnya seolah membeku ketika tak sengaja melihat Rio berdiri tak jauh darinya dengan kedua tangan terkepal kuat dan juga tatapan tajamnya.

Vino yang melihat mimik wajah ketakutan Vania membalikkan badannya dan melihat Rio berdiri tak jauh di belakangnya. Mereka seperti tertangkap basah saat berselingkuh. Tak bisa bergeming dan tidak bisa mengatakan apapun.

Rio berjalan mendekat ke arah mereka lalu berdiri di antara mereka. Rio hanya diam tak mengatakan apapun seraya menscan kartunya untuk membuka pintu.

"Kak" panggil Vania pelan menatap takut ke arah Rio dan hanya didiamkan olehnya.

"Yo, ini bukan sesuai apa yang lo liat. Kaki Vania terkilir. Jadi, gue....." ucapan Vino terpotong saat Rio memutuskan masuk ke dalam apartemen tanpa mendengarkan penjelasan mereka.

Vania memperhatikan Rio yang berjalan semakin menjauh seraya menelan salivanya. Vania mengarahkan pandangannya pada Vino, "Lebih baik Kakak pulang. Terima kasih atas bantuannya" pungkas Vania lalu berusaha berjalan masuk ke apartemen dan menutup pintunya meninggalkan Vino yang masih berdiri di depan apartemen sendirian.

Vino memperhatikan pintu apartemen Vania lama lalu berbalik dan memutuskan untuk pergi. Ia tahu masalah apa yang akan terjadi selanjutnya.

Vania berjalan sedikit kesulitan ke arah kamar yang dituju Rio tadi dengan berpegangan pada tembok. Ia membuka pintu kamar dan melihat Rio sedang memakai kaos.

MY BELOVED DOCTORWhere stories live. Discover now