Bimbang (Revisi)

102K 4.3K 21
                                    

Rio memarkirkan mobilnya di pelataran rumah orangtua Vania. Setelah turun dari mobil, Rio berjalan mendekat ke arah pintu utama lalu menekan belnya.

Ia melirik ke arah jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 18.30 sebelum beberapa detik seorang wanita yang begitu ia hormati membuka pintu. Rio tersenyum kecil lalu mencium punggung tangan mama mertuanya.

"Datang juga. Dari tadi mama udah nunggu kamu? Kata Vania kamu capek baru pulang kerja" jelas mama mertuanya berbasa-basi.

"Iya, Ma" jawab Rio sekenanya.

"Yaudah, ayo masuk." ajak mama mertuanya mempersilahkannya masuk.

Rio mengedarkan pandangannya mencari sosok istrinya. Rio tersenyum kecil ketika melihat beberapa kerabat Vania sedang duduk di ruang tamu. Ia berjalan ke arah mereka, bersalaman seraya memperkenalkan dirinya dipandu oleh mama mertuanya.

"Ganteng kan mantuku?" tanya mama mertuanya tersenyum bangga seraya mengapit tangan Rio. Rio hanya tersenyum kecil menanggapinya.

"Iya, ganteng banget. Sayang waktu akad aku nggak dateng" ujar salah satu wanita yang sepertinya sudah berkepala empat akhir yang duduk paling dekat dengan mereka.

"Kalo ada yang kayak gini lagi, kasih buat Vanela ya?" canda wanita itu membuat beberapa orang terkekeh. Rio hanya bisa tersenyum sungkan.

Rio mengarahkan pandangannya kembali ke sekelilingnya mencari keberadaan Vania, "Vania ada di kamarnya. Lebih baik kamu temui dia" pungkas mama mertuanya yang mengerti apa yang tengah dipikirkan menantunya.

Vania duduk di meja rias membenarkan make up nya setelah menunaikan shalat maghrib. Vania memandang pantulan wajahnya di cermin mencoba melihatnya secara seksama.

"Apa gue kurang cantik sampai nggak bisa buat Kak Rio tertarik sama gue?" gumam Vania dengan tatapan sendunya.

"Jika aku nggak tertarik, ngapain aku mau nikah sama kamu?" timpal seseorang yang tiba-tiba berdiri di belakang Vania membuat Vania sontak terkejut sampai hampir menjatuhkan lipsticknya.

"Sejak kapan Kakak di sini?" gugup Vania yang tetap duduk membelakangi Rio. Ia sungguh malu menatap wajah suaminya mengingat apa yang baru saja ia katakan.

Ia sepertinya harus memeriksa ruangan dulu sebelum mengatakan soal Rio. Baginya Rio itu seperti hantu yang tiba-tiba datang tanpa diundang.

Rio tersenyum kecil melihat wajah malu Vania lewat kaca. Jujur saja ia baru tahu jika Vania bisa berpikiran seperti itu. Ia pikir jika Vania akan lebih memilih bertanya langsung padanya bukan hanya bergumam di depan kaca.

Vania melirik sedikit ke arah kaca melihat Rio yang berdiri tepat di belakangnya sedang melihat ke arahnya. Jantungnya saja bisa begitu berdebar hanya dengan mencium harum parfum yang dipakai oleh Rio.

"Jadilah dirimu sendiri! Aku lebih suka perempuan seperti itu" pungkas Rio lalu mendudukkan dirinya di kasur dengan tetap mengarahkan pandangan pada Vania.

Vania mengepalkan kedua tangannya mencoba menahan rasa malunya lalu melirik ke arah suaminya. Ia bingung bagaimana memulai percakapan.

"Apa Kakak melakukan ini hanya untuk membuat orangtuaku bahagia?" tanya Vania sedikit berhati-hati.

Senyum Rio seketika pudar digantikan oleh keterdiamannya, "Apa yang sedang kamu pikirkan? Apa aku sudah terlalu jahat padamu?"

Vania terdiam seraya menundukkan pandangannya, "Tidak. Kakak begitu baik padaku" sahut Vania kembali fokus pada cerminnya.

Rio menghela napas dalam lalu menatap Vania hangat, "Aku minta maaf jika perlakuanku begitu buruk padamu. Tak seharusnya aku seperti itu"

Perkataan Rio membuat gerakan Vania terhenti, "Aku yang lebih dulu memintamu untuk berusaha agar aku bisa melupakan dirinya. Tapi aku sendiri seakan menghindarinya. Pasti itu menyakitkan untukmu bukan? Maka dari itu, aku meminta maaf" tambah Rio dengan penuh penyesalan. Vania melirik ke arah Rio yang menundukkan pandangannya.

MY BELOVED DOCTORWhere stories live. Discover now