Ada Apa dengan Vania? (Revisi)

109K 4.5K 20
                                    

Vania terus memandangi cincin yang terpasang indah di jari manisnya. Kadang ia berpikir ini adalah mimpi. Di usianya yang baru memasuki dua puluh tiga tahun, ia sudah menjadi seorang isteri.

Senyum Vania perlahan memudar ketika ia mencoba mengingat sesuatu. Ia tersenyum sendu teringat jika suaminya sama sekali tak memakai cincin pernikahan. Ia sama sekali tak mendapati cincin itu di jari Rio setelah terlaksananya akad nikah.

"Saya tidak bisa menjanjikan bahwa saya nantinya bisa cepat mencintaimu. Tapi saya akan memberikan kehidupan yang layak untukmu sebagai seorang istri seperti yang lainnya"

Perkataan Rio kala itu terus teriang dalam ingatannya, "Kenapa gue berharap lebih hanya gara-gara ciuman Kak Rio tadi? Aish, seharusnya ini nggak boleh terjadi" decak Vania pelan seraya memijat pelipisnya. Mengapa masalah soal cinta dari dulu membuatnya seperti orang bodoh?

"Bu, jamnya sudah habis" seru salah satu siswanya membuyarkan lamunan Vania.

"Ah iya, yaudah. Silahkan dikumpulkan" titah Vania seraya beranjak dari duduknya untuk mengambil kertas jawaban ulangan siswanya.

-------------

Rio memandang serius salah satu anak koas barunya yang sekarang duduk di hadapannya. Tadi pagi ada seorang lelaki utusan dari universitas memintanya untuk menerima satu mahasiswa lagi. Awalanya dia menolak karena waktu koas sudah mulai dari dua bulan yang lalu yang berarti sudah tidak ada penambahan. Tapi karena paksaan, Rio terpaksa menerimanya.

Seorang perempuan dengan tampilan baju berdress hitam selutut di baluti jas koas dengan rambut tergerai menatapnya terpesona. Rio menghela napas seraya tersenyum kecil. Semua anak koas yang ia bimbing ikut memandangi mereka, menunggu kelanjutannya.

"Bukannya saya melarang, tapi saya ingin bertanya. Untuk apa kamu ingin pindah koas dari Rumah Sakit Tri Buana ke sini? Bukannya kamu awalnya meminta koas di sana?" tanya Rio menyelidik.

"Ah itu, awalnya memang saya ingin koas di sana karena lebih deket dari rumah. Tapi karena kata-kata temen saya di sini ada salah satu dokter yang....yang...." jawabnya dengan nada malu-malunya.

"Yang apa?" tanya Rio penasaran.

Perempuan itu tersenyum malu dengan menundukkan kepalanya, "Ganteng. Jadi, saya meminta papa saya untuk meminta pada pihak universitas untuk dipindahkan ke sini" Rio menghela napas dalam setelah mendengar jawaban anak koas barunya. Ia tak menyangka masih ada perempuan seperti ini.

Anak-anak koas yang lain sampai menahan tawa geli mereka mendengar jawaban salah satu mahasiswi populer di fakultas kedokteran. Mereka sudah tidak terkejut melihat hal seperti ini karena ini bukan satu kalinya ia berbuat semaunya.

"Saya tidak tahu awal bagaimana kamu bisa masuk ke fakultas kedokteran. Tapi, dunia kedoteran bukan untuk hal main-main. Tentu kamu tahu itu kan?" ujar Rio dengan nada seriusnya. Perempuan itu hanya bisa menundukkan kepalanya mencoba untuk bertahan. Ia tahu jika dokter yang di hadapannya kini termasuk dokter dengan sifat es batu.

Rio menghela napas dalam mencoba menghilangkan perasaan kesalnya, "Lupakan saja! Oh ya, di sini juga ada peraturan yang harus kamu taati. Jika kamu tidak mau, lebih baik kamu pindah ke tempat koas yang lain"

"Apa itu?" tanya perempuan itu begitu antusias.

"Pertama, saya ingin kamu berpakaian seperti temanmu yang lain. Pakai celana kain panjang bukan dress. Kedua, kalau kamu memang tidak berhijab, lebih baik rambutmu kamu kuncir. Ketiga, Jangan pakai bulu mata karena ini bukan ajang fashion show" jelas Rio membuat perempuan itu terdiam.

"Oke, saya bisa melakukannya" seru perempuan itu dengan tersenyum lebar. Rio menganggukkan kepalanya lalu menulis tugas yang akan dilakukan perempuan itu di hari pertamanya.

MY BELOVED DOCTORWhere stories live. Discover now